Merayakan Pencapaian Spiritual



Di rockingmama.id beberapa bulan lalu saya bertanya pada seorang healer, Paulo Kenzo, tentang diri ini yang tak lagi mau melawan.

Sebenarnya sih itu resolusi saya sewaktu ulang tahun lalu, yang saya tulis dalam sebuah memoar berjudul I'm Not Gonna Fight You

Resolusi tersebut benar-benar saya hayati sehingga saya nyaris selalu membiarkan saja seandainya orang mau jungkir balik mengganggu di sebelah saya. Saya tidak marah ketika mobil saya diserempet sampai tetanus karena yang menyerempet sudah karatan. Saya tidak marah ketika orang seenaknya memperlakukan saya. Sampai saya lupa bahwa itu berawal dari resolusi tersebut sehingga bertanya pada Paulo apakah saya sudah pada tahap hopeless dengan sikap orang-orang atau bagaimana?

Paulo dengan pas sekali menebak bahwa usia saya sudah diatas 35 tahun sehingga yang terjadi bukan hopeless melainkan menjadi lebih spiritual. Paulo malah memberi selamat pada saya.

Malam ini saya berusaha merangkumnya lagi karena ketika orang-orang mulai i'tikaf di hari-hari akhir Ramadan, mencari ketenangan untuk mendetok diri dari racun dunia, saya malah beberapa kali terpancing untuk mengungkapkan ketidaksukaan saya terhadap beberapa hal. Well, tepatnya di media sosial sih karena diluar dunia maya tetap aman, tentram dan bersahaja. Hehehee....

You see, ketika kita membiarkan diri melihat tingkah laku orang lain yang tidak menyenangkan, baik karena orangnya memang begitu ataupun untuk memprovokasi kita, yang terjadi adalah keinginan untuk membalas. Sekali membalas, terus ingin membalas lagi. Kalau bisa sampai orang tersebut knocked out and end up with the whole world hates that person.

Di titik itulah, either we will be safe or we will loose. Yang menang, tentu saja tak akan membiarkan dirinya terbawa dengn permainan emosi pihak lain. Seringkali kita berpikir bahwa jika kita diam dan menyingkir itu berarti kalah dan orang akan mengejek dan makin menginjak-nginjak kita. So, don't over think! Block diri kita dengan semua permainan emosi lalu lihat apa untung ruginya bagi kita. Jawabannya akan lebih mudah dibandingkan dengan jika membiarkan sliwar sliwer hal-hal yang tak menyenangkan itu turut menjadi variabel dalam pikiran kita.

Kita cenderung menginginkan apa yang orang lain punya, baik berupa hal sepele seperti tawa canda, apalagi material. 

Sering dengan lucunya kita iri setengah mati terhadap teman yang share tentang ponsel baru gratisnya. Mengapa kita tidak iri dengan teman lain yang punya penghasilan tinggi tapi tidak ia sebarkan di media sosial? Kadang kita iri banget melihat nama teman terpampang di pengumuman lomba dan memenangkan beberapa juta rupiah. Tapi kok kita tidak iri dengan teman yang bisnisnya telah sukses dan sering pameran keluar negeri tapi tidak share di media sosial? Itulah sebabnya, jika perasaan kita mudah terprovokasi, penting sekali melakukan blocking ini. Karena tanpa blocking seperti itu, dunia kita jadi sempit dan kita jadi pemarah. 

Tak hanya soal uang, kadang kita iri melihat teman saling mention di media sosial. Kita juga iri melihat foto teman datang ke undangan event instansi penting atau perusahaan besar. Tapi mengapa kita tidak iri pada para pejabatnya atau para CEO perusahaan itu? Keterbukaan diri tak selalu baik, malah kadang justru membuat pikiran kita sempit jika sudah disesaki rasa iri. Maka sebelum hati bisa menerima tiap adegan didunia dengan pikiran bersih, lebih baik block dulu apa yang memprovokasi rasa iri.

Sayangnya, ada yang bisa merusak blocking tersebut dengan mudahnya, yaitu euforia. Begitu mendapat rejeki lebih dari biasanya, perasaan lebih unggul dari orang lain membuat keinginan untuk membalas muncul lagi. Padahal pembalasan itu merupakan tindakan self destruction. Kita mengira hal terhebat yang bisa kita lakukan adalah dengan mengalahkan siapa yang telah membuat kita marah atau iri. Kita melupakan hal-hal besar diluar sana. Diluar sana, kita tidak ada apa-apanya.

Setiap orang bisa saja mengalami set back walaupun tadinya sudah berada di taraf ikhlas. Godaan dunia memang luar biasa terhadap ego manusia, terlebih di era media sosial ini. Jika kita sampai pada momen "I think I've made a mistake", jangan ragu untuk berhenti dan berkontemplasi. Apalagi jika usia sudah matang, sudah seharusnya menjadi akar bagi pohon, ranting, buah dan pucuk-pucuk daun, bukan malah gampang baper atau bahkan masih mencari-cari jati diri.

Bagi yang membaca artikel ini sampai akhir, sesungguhnya artikel ini sedang mengomeli diri saya sendiri. Heheheee.... 

Anyway, I didn't do a good job beberapa hari ini karena sudah melanggar aturan saya sendiri untuk lebih bisa menahan diri dengan masih menyambar-nyambar di media sosial dan chat. Membalas sikap orang yang tak menyenangkan itu hanya memberi kepuasan sesaat. Selebihnya adalah penyesalan karena menjadi sama tak menyenangkannya dengan orang tersebut. Dan penyesalan itu hanya terjadi jika diri kita secara spiritual telah berkembang. Kalau belum ya hajar terus, kan?

Maka jika secara spiritual kita sudah berkembang, jangan biarkan mengalami set back karena itu berarti kita rugi sendiri. Tetaplah ikhlas dan berusaha untuk terus ikhlas karena semua yang ada digenggaman ini bukan milik kita. Setiap saat bisa diminta oleh yang menciptakannya.

9 hari terakhir Ramadan, tak ada lagi waktu untuk menunda, sekaranglah saatnya mendetoksi diri dari racun hati.



Post a Comment

6 Comments

  1. Kalo ada chat yg tidak menyenangkan biasanya aku diemin aja, ntar sono malah seneng klo dibales2in haha

    ReplyDelete
  2. saya juga pernah melihat video sederhana saat sedang naik commuter line. Katanya kalau ada orang lain yang mancing emosi kita, jangan dibalas karena itu hanya akan bikin dia senang dan menang. Iya juga, sih

    ReplyDelete
  3. Maaak, aku sukaaa banget ttg ini. Pernah bahas ama temen soal kehidupan yg hedon di mana2. Sekarang, aku eneg. Santai aja.

    ReplyDelete

Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.

Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)