Tips Tak Selalu Sukses Naik Gunung Untuk Bukan Pendaki

Judul tersebut tidak asal nyleneh, melainkan memang itu yang akan ditulis, yaitu tentang tips tak selalu sukses naik gunung untuk bukan pendaki.



Teman-teman ada yang jadi penggemar evrinasp.com? Berarti kita sama. Selain sering juara lomba blog, artikel lain yang saya sukai adalah kisah serunya mendaki berbagai gunung. Ibu-ibu gitu loh, bisa naik gunung dalam guyuran hujan. Energinya dari mana ya? 
Bandingkan dengan pengalaman saya ke Bromo beberapa waktu lalu. Sudah diantar jeep, naik kuda dan tinggal naik tangga aja malah milih mlipir nunggu di warung mie rebus. Namun, naik gunung memang bukan perlombaan, tak usah malu mengakui batas diri. Peristiwa menyedihkan terhadap teman kami terjadi tak lama setelah kami pulang dari Bromo. Teman tersebut sedang berwisata bersama keluarga ke Ijen setelah menyelesaikan perjalanannya di Bromo. Si bapak kelelahan, akhirnya meninggal dunia. Berita tentang hal itu sempat beberapa hari muncul di berbagai media.
Karenanya bagi teman-teman yang bukan pendaki, yang berarti tidak terlatih, boleh-boleh saja pengin selfie di puncak gunung. Hasilnya pasti fantastis. Tapi kurangnya pengetahuan dan pengalaman bisa berakibat fatal, meskipun gunung yang didaki tidaklah tinggi, malah dibantu dengan tangga segala.
Belajar dari kegagalan saya naik gunung Bromo, yang bertangga itu, mari kita perhatikan hal-hal dibawah ini jika ingin naik gunung, terutama bagi ibu-ibu.

Kalau tips ini nggak sukses, ya nggak apa-apa. 

Masih bisa foto-foto dengan latar gunung tersebut kan?

1. Googling. 
Carilah informasi tentang berapa lama waktu yang diperlukan untuk sampai ke puncak. Caritahu siapa penulisnya, usahakan mendapatkan referensi dari yang seusia. Lebih baik jika diketahui apakah orang tersebut mempunyai kendala fisik seperti kita atau tidak. Ini untuk mengukur apakah kita bakal kuat, meski tak selalu tepat demikian. Misalnya ketika saya naik Bromo lalu, banyak anak kecil dan nenek yang santai aja antri di tangga.

2. Antara Impian dan Kenyataan
Impiannya sampai ke puncak gunung dong ya? Tapi kenyataannya bagaimana? Sanggup nggak? Saya misalnya, dari awal sudah menyadari naik Bromo bakalan muluk karena sedari kecil saya memiliki masalah dengan pernapasan sehingga tidak bisa berada dalam oksigen tipis, entah itu berada didalam ruang tertutup tanpa AC atau karena naik gunung. Namun demikian karena saya pernah sampai puncak tertinggi Menoreh di Banyak Angkrem (eh itu bukit ding, bukan gunung), saya pikir tak ada salahnya berharap, siapa tahu ini keberuntungan saya untuk kedua kalinya. Setidaknya kita sudah siap mental jika harus mengaku nggak kuat dan balik kanan.

3. Persiapan Fisik
Fisik pendaki yang keren itu sudah terlatih dalam berbagai tingkatan sampai akhirnya bisa mendaki gunung tanpa adegan pingsan. Kita yang memiliki fisik tak terlatih harus melakukan persiapan sebaik-baiknya. Paling murah dan mudah jalan kaki sejauh mungkin tiap pagi. Ini harus dilakukan jauh-jauh hari. Kalau mendadak sepertinya tidak ada efeknya.

4. Perlengkapan Busana Yang Sesuai
Busana dan perlengkapannya yang sesuai sangat mendukung kesuksesan naik gunung. Bahan jeans memang enak dipakai untuk bergerak bebas tapi untuk naik gunung jadi menganggu jika basah karena berat dan tidak segera kering. Celana yang banyak saku akan sangat membantu agar tidak kerepotan bolak balik mengaduk ransel mencari printilan. Sepatu tidak perlu seperti pendaki beneran karena mendakinya toh tidak terlalu tinggi, tapi pastikan solnya tidak licin. Jika berjilbab, lebih baik menggunakan jilbab langsung yang berbahan nyaman. Yaaah mungkin untuk selfie kurang sip tapi yang penting tidak merepotkan. Bawalah jaket berponco dengan bahan ringan yang bisa menghangatkan badan jika cuaca dingin dan cepat kering ketika kehujanan. Jaket seperti ini bisa dibeli di toko peralatan outdoor dengan harga terjangkau.


5. Bahan Bakar Cukup
Makan dulu sebelum berangkat dan bawa bekal yang cukup. Jangan terlalu banyak karena berat. Waktu saya bisa sampai puncak Menoreh dulu, untuk perjalanan dari pagi hingga sore berjalan kaki, saya membawa coklat dan air mineral. Informasi tentang coklat ini saya dapat dari teman pendaki, daripada bawa roti atau nasi. Sedangkan anak-anak desa yang mengantar kami hanya membawa gula jawa atau aren dan daging kelapa. Sama-sama sebagai pengganti energi, sih, hanya yang satu ala bule, satunya ala Jawa. Tapi kalau mau efek kenyang, ya bawa nasi bungkus saja. Sepertinya yang bukan pendaki jarang sampai menginap di gunung karena yang didaki yang nggak tinggi-tinggi amat. Jadi tak perlu bawa kompor dan bahan makanan lainnya.

6. Selfie Secukupnya
Bedanya pendaki dan bukan pendaki salah satunya adalah pendaki benar-benar menghayati perjalanan dan punya target. Lagipula mereka sudah sering melihat kemegahan ciptaan Allah itu. Selain itu, karena gunung yang didaki sangat tinggi, tiap pemberhentian sangat berharga untuk istirahat. Tak heran jika blog evrinasp.com tidak memajang banyak foto. Foto baru dilakukan ketika berhenti di pos. Sedang yang bukan pendaki umumnya wisatawan yang tak ingin kehilangan momen. Jadi, sebentar-sebentar berhenti, terpana, lalu selfie. Perhatikan waktu dan keamanan sekeliling, ya. Jangan membahayakan diri sendiri demi sebuah foto. Lebih baik gunakan waktu berhenti untuk istirahat. Hmmm tapi ada juga sih pendaki yang terperosok masuk ke kawah gunung Merapi karena selfie di tebing. Hati-hati saja deh, pokoknya.

7. Banyak Jangan
Banyak "jangan" ketika naik gunung. Jangan buang sampah, jangan coret-coret, jangan ambil edelweis, jangan terobos papan larangan dan sebagainya. Nggak ada yang keren dengan itu semua, malah memperlihatkan bagaimana noraknya kita. Di lingkungan yang minim manusia seperti itu, berendah hatilah, berdoa dulu dan ucapkan, "Assalamu'alaikum."

Naik gunung saat ini juga menjadi kegiatan liburan yang dipilih keluarga Indonesia. 

Namun demikian, tak usah memaksakan diri karena tubuh yang setiap hari untuk bekerja duduk dibelakang laptop, tiba-tiba dibawa naik gunung, tentu saja tak siap. Jadi, ukur kemampuan diri saja. Selamat mendaki! :D

Post a Comment

23 Comments

  1. Mbak dari kecil aku punya asma yg cukup berat tp alhamdhulilah udah pernah naik Bromo dan bukit Sikunir. Aku si kuncinya dibawa nyantai aja capek ya brenti. Nadia pun nurun mbak ada asma juga tapi justru dia lebih tangguh..pas ke sikunir aku brenti beberapa kali dia melenggang dgn mulus tanpa istirahat sekalipun.
    Doakan mbak nezt projext kami ke gunung Prau semoga kesampean. Naik gunung buatku seperti pembuktian kalo emak bahkan yg penyakitan macam aku pun bisa naik gunung ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siap, aku doakan. Aku tunggu ceritanya ya. Semangat, semangat! :D

      Delete
  2. waduh serem juga ya jatuh ke kawah karena selfie...saya melihat kawah dari kejauahn aja udah seremmmm apalagi deket2. pernah ke gunung tangkuban perahu pake rok :D tapi pilih2 sih treknya yg biasa dilewati wisatawan...kalau ingin eksplore banget emang harusnya pakai celana panjang

    ReplyDelete
  3. Pas sekali tipsnya, cuaca di gunung tidak bisa di tebak. Pernah pengalaman naik gunung merbabu, tiba2 kena badai dan kabut tebal. Alhasil nyasar2 sampai beberapa jam. Tapi alhamdulillah, ketemu jalan lagi hehe

    ReplyDelete
  4. Naik gunung emang butuh persiapan, bukan sekedar gaya2an atau buat selfia atau karena sedang trend naik gunung ala film 5 cm. Sebab kaki kudu kuat, apalagi klo rombongan. Kasihan juga rekan seperjalanan klo dikit2 berhenti. Pertama kali saya mendaki itu cuma gunung Api Purba di Gunungkidul... nah capek banget... orang saya bukan anak pramuka... tapi gk papa demi pengalaman. Alhamdulilah rekan2 pada baik semua dan mau saling menolong :)

    ReplyDelete
  5. Jujur klo mendaki betulan belum pernah aku..hihiii...tp klo cuma di lereng2nya sambil foto foto sih mauk....#kebiasaan narsis :D

    ReplyDelete
  6. setuju mbak! Know yourself. The one that know you the best is yourself. Naik gunung itu nggak ngejar puncak,, tapi menikmati setiap proses melangkah, mendaki, maupun turun kembali. Saya berbagi sedikit tips ya,, ketika kita naik gunung, amati nafas kita,, kalo sudah ngos2an ada baiknya berhenti sebentar, atur nafas,, normalnya manusia bernafas 16-20kali per menit. Hitung aja per detik satu kali tarikan nafas. Kalo udah dapet banyak oksigen lanjutin lagi,, semampu badan. Terima kasih untuk sharingnya yaa

    ReplyDelete
  7. busana yang sesuai, penting banget. aku sering kan ke bukit atau gua eh banyak mbak2 pake high heels.. menyiksa banget itu

    ReplyDelete
  8. terima kasih mbak...tipsnya sangat bermanfaat. saran juga Gunungnya jangan yang tinggi dan jangan saat meletus.

    ReplyDelete
  9. jadi inget,pertama kali naik gunung bromo...duh Gusti,nggak kepikiran buat naik jeep dari parkiran ke pura,jadi kita jalan malem2 di pasir berbisik hahaha..tapi lumayan seru sih,soalya rame2,sampe ngesot2 naik tangganya,capek hehehe. PErnah sekali gagal ke puncak gara2 nggak kuat,padahal cuma tinggal dikit lagi,akhirnya nunggu teman2 di bawah sambil pijet2an xixixixi..

    ReplyDelete
  10. belum pernah naik gunung. cuman tangkuban parahu thok sama retno dumilah di gunung kidul. ealaaah...

    ReplyDelete
  11. Iya, aku juga naik gunung cuma ke Tangkuban Perahu aja. Capeknya waduuuuh... gak ketulungan. Pengen juga sih sekarang naik gunung. Tapi kebayang, baru beberapa langkah udah mogok. Berat bawa badan sendiri kayaknya. Wkwkwkwk...

    ReplyDelete
  12. Ngos2an ya, Kak? :D Kalau belum biasa muncak, persiapan untuk fisik ngga sebentar. Minim 1 bulan.

    Dokumentasi paling aman ya memang kalau sudah sampai pos atau puncak. Soalnya kalau di perjalanan nyempetin selfie, kasihan para pendaki lain.

    Suruh ngelihat orang selpih, gituh. Hihihihi

    ReplyDelete
  13. Jangan lupa sewa porter dan ojek gendong

    ReplyDelete
  14. Sangat tertarik dengan nomor 7 : banyak jangan... bisa juga untuk mencegah melanggar pantangan...

    ReplyDelete
  15. Naik gunung cuma ke Bromo saja waktu SMA, sudah gemeteran nih kaki jalan di lautan pasirnya. Kok katanya bisa ya naik jip? Setelah itu nggak pernah naik gunung lagi :)

    ReplyDelete
  16. Iya juga ya, dipikir2 kalau baca berita yang meninggal pas naik gunung itu biasanya malah yg pemula. :( Belum ngerti medan, nggak banyak perbekalan, nggak ngerti harus ngapain aja. Iiiisshh >____< Takutnya karena mereka udah terlalu pede bisa, jadi sombong, akhirnya malah begitu. :( Kalau pada sadar diri, nggak maksain, insyaAlloh malah aman2 aja ya.. Biarin deh dikatain cemen juga, daripada kenapa2 ya kan? :((

    ReplyDelete
  17. banyak yang bilang, sejak film 5cm itu jadi semakin banyak yang pengen naik gunung. Padahal 5cm itu banyak menampilkan kejanggalan. Selah-olah naik gunung itu mudah. Padahal naik gunung bukan masalah gaya-gayaan :)

    ReplyDelete
  18. Iya bener kalo ujug2 diajakin hiking pdhl sm skali blm pernah apalagi olahraga, jangankan hiking lari aja ngos2an bisa2 hihihi.
    Jd inget dulu dadakan diajakin hiking, krn pas kmrn olahraga rutin bgt ayok2 aja. Begitu diajakin lg bulan2 kmrn saya nolak, drpd drpd hihihi

    ReplyDelete
  19. bahahahaha...aku banget nih sepertinya..secara ya...kalo mendaki kakiku pegel2 jadi mendingan cari makan saja deh atau cari tempat yg enak buat foto selfie..nggak harus mendaki ke atas kan....

    ReplyDelete
  20. Kakak2 dan adikku waktu jaman mudanya semua pendaki gunung. Cuma aku beda sendiri :D Dan mereka selalu metikin bunga edelweis khusus untuk adiknya yang manis ini ^_^

    ReplyDelete
  21. aku sih kuat-kuat aja sal bawa minum, eh di puncak ada yang jual mie rebus gak ya mbak asyik juga di atas makan mie

    ReplyDelete

Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.

Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)