Susah Nggak Sih Membuat Konten DIY (Do It Yourself) ?

Susah nggak sih membuat konten DIY (Do It Yourself)? Jawabnya, ada bagian yang susah, ada yang mudah.



Bagian yang mudah itu berupa ide. Sekali teman-teman menyukai konten DIY, ide akan mengalir terus. Melihat sesuatu yang nganggur atau kurang fungsional, langsung putar otak untuk utak-atik. Meski termasuk malas beberes rumah seperti saya, tidak menghalangi bertumpuknya ide untuk merekayasa suatu obyek DIY. 

Yang diperlukan hanya mengubah cara berpikir bahwa benda itu tidak apa adanya dan berani untuk mengubahnya.

Dirumah orangtua saya misalnya, dari saya bayi sampai sekarang, namanya kursi kayu itu ya coklat. Kalau sudah bulukan dan mau diperbaharui lagi ya harus persis seperti warna ketika beli. Setelah berumah sendiri, masih ada seperuh takut-takut mengubah sesuatu juga. Misalnya takut setelah diubah warnanya malah jelek, sayang duit dan sebagainya. Tapi sebagian sudah ada keberanian untuk mencoba hal-hal baru. Misalnya membuat jok atau bantal sendiri. Ketika masih dirumah orangtua, jok itu ya harus dikerjakan oleh tukang yang berpengalaman. 

Membuat perabotan rumah sendiri mungkin tidak sempurna, tapi karena otak kita dipakai terus dan tangan bergerak terus, kita jadi kreatif. Percobaan rusak itu sudah biasa. Tanpa mencoba, kita tak akan bisa apa-apa. 

PERKEMBANGAN DIY

Kata wikipedia, DIY itu adalah membuat, memperbaiki atau memodifikasi sesuatu tanpa bantuan ahli.
DIY pertama kali menyebar di Amerika untuk menekan biaya renovasi rumah warga. Itu sebabnya, jika search di youtube, gampang banget menemukan daily hacks dari sana, mulai masalah sepele seperti cara menyimpan cat agar tidak mudah kering sampai yang agak memerlukan tenaga seperti mengubah interior dalam rumah. Perkembangan tersebut tak terbendung dengan munculnya berbagai majalah dan katalog DIY. Martha Stewart adalah salah satu nama yang menjadi sangat terkenal dan kaya raya dengan memiliki program TV dan sekarang website serta youtube channel. Sedangkan untuk video, teman-teman mungkin sudah kenal HGTV yang tersebar di media sosial. 


Perkembangan DIY ini juga mempengaruhi bisnis furniture dengan contoh massifnya adalah IKEA. IKEA mempopulerkan furniture yang tidak ribet sewaktu membeli, membawa pulang dan memasangnya. IKEA menghapuskan kerepotan mengirim karyawan toko ke rumah konsumen untuk merakit perabotan yang telah dibeli karena produk tersebut sudah disertai instruksi pemasangannya dan tidak memerlukan peralatan khusus untuk memasangnya. Bahkan supermarket di Eropa bisa menolak barang-barang kecil, semisal foldable box, hanya karena tidak ada instruksi cara membuka lipatannya. Supermarket tersebut tidak menyediakan pegawai untuk memperagakan cara membukanya, pembeli harus melakukannya sendiri berdasarkan instruksi yang tertera di label.

Pernah nonton program-program arsitek George Clarke di tv? Iya, didalamnya berisi orang-orang crazy semua itu tapi crazy dalam artian mengagumkan. Mereka adalah orang-orang yang sangat percaya diri. Meski tak punya pengalaman tapi berambisi membuat sebuah paviliun, membangun rumah, bahkan merenovasi bangunan kuno dengan kekuatan sendiri. Mereka menggali tanah, memotong kayu, mengamplas, mengecat dan sebagainya sendiri. Sebagai hasil karya idealis, tentu saja hasilnya tidak "normal" melainkan justru spektakuler. Rumah tak harus seperti rumah saya sekarang yang terdiri kotak-kotak kamar dengan pembagian ruang tamu, kamar tidur, ruang makan dan sebagainya yang umum, melainkan bisa diatur sesuai dengan imajinasi pemiliknya. Contohnya episode crazy old lady yang membuat paviliun tempatnya menyepi untuk menulis yang dibuatnya sendiri dari plat-plat besi bekas dan tambalan semen. Nampak tidak beraturan seperti bangunan yang umum, tapi setelah dicat, jadi terlihat hangat dengan interior yang feminin khas perempuan.


DIY DI INDONESIA

Sampai sekarang pun masih jarang konten DIY di Indonesia. Masih banyak yang berpikir buat apa? Tukang masih murah. Nyabutin rumput saja tinggal panggil tetangga, lalu bayar seikhlasnya. Ya, nggak? Makanya saya sering heran, katanya DIY, tapi kok ibu-ibu Amerika itu punya peralatan tukang yang lebih keren daripada tukang yang membangun rumah saya, seperti bor, pengamplas dan gergaji listrik. Kalau disini? Butuh tangga, ketok-ketok tetangga sebelah kanan. Butuh gergaji, ketok-ketok tetangga kiri. Ini karena peralatan tersebut sebagai peralatan profesi, bukan kebutuhan rumah tangga.

Namun demikian, perkembangan konten DIY terlihat sangat meningkat. Perkembangan itu paling jelas terlihat di TV, dimana berita-berita TV sekarang diberi segmen selingan daily hacks. Bahkan stasiun TV berita sekelas CNN yang di Amerika demikian serius, tapi di Indonesia juga menugaskan penyiarnya untuk mempraktekkan cara membuat tas, menyeduh kopi dan sebagainya. Demikian pula Net TV yang memberi cukup banyak pada DIY. Jadi, penyiar sekarang nggak cuma dituntut untuk cerdas tapi juga nggak kagok memperagakan pernak-pernik rumah tangga. Heheee....

Selain itu, ada fakta bahwa banyak mamah-mamah hebat yang sebenarnya menguasai banyak ketrampilan tapi mengalami kesulitan mendokumentasikannya. Konten DIY itu sebenarnya paling bisa dilakukan oleh perempuan model apapun juga, nggak harus so perfect seperti beauty blogger, karena channel DIY dunia yang terkenal banyak dibawakan oleh ibu-ibu dengan tampilan sehari-hari dan nenek-nenek macam nenek kita, bukan nenek-nenek seleb. Konten DIY juga nggak perlu back ground mewah dari hotel ke hotel. Konten DIY cuma perlu salah satu sisi rumah yang tanpa gangguan, karena kebanyakan yang di shoot adalah meja kosong plus peralatan DIY.


KENDALA KONTEN DIY

Meski sepertinya sederhana, tapi prakteknya tidaklah mudah. Misalnya di rumah saya yang sempit ini sampai sekarang masih sulit tanpa gangguan. Berhubung tidak punya ruangan khusus, saya memfungsikan meja makan yang tadinya coklat tapi sudah saya cat putih untuk dijadikan meja peraga diluar jam makan. Lagipula, karena harus memperagakan prosesnya, konten DIY butuh meja yang lebar. Prakteknya, diluar jam makan, anak-anak masih meletakkan makanan disana, tidak menyimpannya di lemari makan. Selain itu, karena letaknya yang tidak dekat jendela, maka pencahayaan paling baik adalah ketika siang hari bolong agar cahaya masuk dari pintu. Tapi di jam tersebut, sudah pasti saya diluar rumah. Sedangkan jika malam hari perlu lampu khusus yang lebih terang dari lampu ruangan. Ini yang sedang saya usahakan. Mengapa tidak diluar rumah saja pagi hari atau sore? Yaaah, ini kan perlu proses lama tanpa gangguan. Ntar malah jadi tontonan tetangga. 

Untuk teman-teman yang juga merekam suara untuk menjelaskan intruksinya, suasana perkampungan sering membuat suara dari luar rumah tak bisa dibendung. Baru ngomong sebentar, bakul tahu bulat digoreng dadakan tiba-tiba lewat sambil cuap-cuap lewat pengeras suara. Baru memberikan instruksi satu baris, susu murni nasional lewat dengan modus operasional yang sama dengan tahu bulat digoreng dadakan. Itulah sebabnya, instruksi di video saya menggunakan tulisan. Idealnya sih lengkap, dengan tulisan dan kita bisa menjelaskan juga.

Kendala lain adalah perlengkapan perang. Meski diklaim bahwa yang penting itu man behind the gun, tapi khusus untuk video, saya belum menemukan cara untuk mengakali handphone murahan saya dengan aplikasi edit video android meski sudah berbayar. Heheheee.... Seperti konten lain, konten DIY pun memerlukan modal untuk membuat video sekelas channel ibu-ibu asing. Untuk kendala ini sih jangan sampai menghentikan hobi DIY karena untuk mencapai kesempurnaan itu butuh proses. Jadi, jalan terus saja utak atik ini itu. Nanti pada waktunya punya peralatan yang memadai, hasil DIY juga sudah memadai pula. Saling melengkapi.


Bikin konten DIY itu perlu partner nggak sih? Nah itulah, idealnya ada partner karena sulit lo merekam sebuah proses DIY sementara kita juga harus fokus dengan prosesnya. Seringnya sih saya panik sendiri. Wkwkwkwk.... Apalagi jika ditambah harus punya foto cetar untuk blog dan instagram yang harus diambil dengan tenang, tidak bisa cuma dipotong atau di-screen shoot dari video. Cuma, sulit ya mencari partner yang mau menunggui kita berproses, apalagi jika partner tersebut adalah teman yang harus datang ke rumah kita. Beda dengan OOTD, dimana kita bisa minta bantuan teman-teman di lokasi yang sama dan tak perlu waktu lama.

TIPS KONTEN DIY

Karena kita perlu banyak konten untuk memenuhi blog dan media sosial kita, jangan terlalu keukeuh dengan ide yang muluk-muluk. Bolehlah itu dijadikan obsesi, tapi sambil berproses kesana, kita juga mengerjakan hal-hal yang materinya berlimpah disekitar kita. Misalnya, kita punya obsesi bisa membuat konten cara membuat gamis sendiri tapi belum punya ketrampilan menjahit, bahkan belum punya mesin jahit. Lakukan dulu apa yang terlihat disekitar, misalnya memperbaiki sarung bantal bolong, menisik baju robek, merapikan korden dan sebagainya. Sementara itu, kita bisa mengambil kursus menjahit atau bergabung dengan komunitas jahit sambil menabung untuk membeli mesin jahit. 

Targetkan audience dalam negeri karena konten DIY luar negeri itu sudah bagus-bagus dan banyak banget, sulit bersaing, bahkan jika sudah menembak dengan keywords yang tepat. Sedangkan didalam negeri masih banyak DIY yang sepele-sepele yang belum dibuat orang, apalagi yang sulit-sulit. Bahkan masih banyak konten DIY dalam negeri yang tipu-tipu, yang ngarep klik tapi isinya zonk. Konten tipu-tipu itu, terutama yang di youtube biasanya menggunakan keywords yang banyak dicari dan thumbnail yang memang sudah sesuai dengan judul. Tapi begitu diklik, isinya ya cuma gambar itu saja dengan musik sampai beberapa menit. Kadang ada tulisan sedikit. Sedih juga sih dengan konten teman-teman netizen dalam negeri yang seperti itu demi monetizing. Nggak berkah lo, teman. 

Sehubungan dengan konten sepele diatas, maka jangan menyepelekan benda apapun sekitar kita. Kalau kita bisa mengekspresikannya sebagai sesuatu yang penting, itu bisa menjadi konten yang menarik. Misalnya, konten youtube beyourselfwoman yang viewnya terbanyak sampai ribuan adalah tentang menutup mobil menggunakan cover sendirian. Meski videonya ala kadarnya, tidak sebaik video craft lainnya, tapi ternyata orang-orang, terutama ibu-ibu, suka kerepotan kalau harus memasangnya sendiri. Dengan cara saya, mereka hanya perlu beberapa detik menutup dan melipatnya kembali.

Gunakan cover atau thumbnail yang menarik. Meski kualitas video kita masih parah, tapi untuk cover atau thumbnail ini mutlak karena itulah yang membuat orang mau klik video kita. Tentu saja kita harus belajar terus memperbaiki kualitas video kita. Saya getol follow akun-akun medsos teman-teman yang jago bikin video dan sering share tipsnya. Meski banyak nggak mudengnya karena saya lemot, tapi sedikit demi sedikit meski lambat tetap ada perbaikan.

Jangan sembunyikan kegagalan. Kegagalan yang kita alamai mungkin juga dialami oleh banyak orang. Jadikan itu sebagai catatan untuk orang lain dan berikan solusinya. Misalnya kita saya ngeblog tentang membuat jok tripple, saya tunjukkan kesalahan saya mengukur sehingga joknya tumpang tindih agar orang lain berhati-hati ketika mengukur.

Upload dengan cara yang berbeda di tiap akun medsos. Saya pernah upload video yang sama di youtube dan instagram. Padahal tahu sendiri dong kalau durasi instagram cuma 1 menit, karena itu videonya saya percepat. Tapi akibatnya, saya dikomplain teman-teman karena mereka sama sekali tidak bisa mengikuti instruksi dari video tersebut. Akhirnya, untuk proses yang lama dan kompleks, tidak saya buatkan video di instagram, hanya di youtube saja. Jika prosesnya cukup singkat, barulah keduanya ada unggahan video.

Share ke group yang tepat. Kalau bisa SEO sih akan sangat membantu ya, tapi jika tidak, share saja ke group-group yang tepat untuk mendapatkan komentar segera. Di lain waktu ketika orang lain membutuhkan tips DIY tersebut, orang yang telah membaca bisa merekomendasikan konten kita. Jika ada waktu lebih banyak, bisa share ke semua orang sih, suka-suka aja karena kita nggak pernah tahu kebutuhan orang. Kita hanya bisa memprediksikannya saja dan menggunakan prediksi tersebut jika waktu kita terbatas. Kalau waktu longgar mah, santai saja.

Sebagai catatan, tips ini berasal dari pengalaman saya membuat konten DIY di blog, instagram dan youtube. Jadi tidak hanya di youtube saja. Kalau teman-teman melihat jumlah pengunjung beberapa video di youtube beyourselfwoman masih menyedihkan, ya begitulah adanya. Meski saya share melalui akun medsos saya, saya berusaha mendapat pengunjung yang benar-benar butuh video tersebut saja, bukan karena saya meminta mereka secara langsung untuk klik. Saya tidak mau view yang semu, yang kalau saya capek minta-minta nggak ada yang klik. Kecuali konten iklan tentu saja. Kan kudu tampak keren viewnya di laporan? Hahahaa.... View apa adanya tersebut sebagai indikator buat saya, kalau memang pengunjungnya seucrit itu berarti saya harus lebih banyak belajar.

Apakah kita bisa mendapatkan penghasilan dari konten DIY? Hahahaaa.... untuk saat ini saya obrolin tentang proses pembuatannya saja ya.


Post a Comment

18 Comments

  1. Impian saya banget pengen bikin konten DIY. Sampe sempat bikin akun IG tapi gak diisi juga hehehe. Prakteknya memang masih sulit buat saya. Alasan manajemen waktu aja, sih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama makchi. Waktu masih jadi persoalan sampai sekarang :(

      Delete
  2. aku kalau dubbing ambil waktu dini hari, atau masuk toilet haha. demi ngindarin suara berbagai macam tukang dagang dan motor liwat

    ReplyDelete
  3. DIY itu lebih ke arah kepuasan bisa melakukannya sendiri. Karena entah mengapa, kok pas aku melakukannya pas dihitung malah mahalan DIY ya, pas beli malah bisa lebih murah? hahahah... apa karena aku nyari kualitas bahan dasarnya yang bagus sedangkan yang dijual itu pake bahan dasar yang kualitas rendah biar nekan harga? entah lah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tergantung mbak, nggak semua kudu di DIY-in. Yg aku DIY-in itu yg aku sudah punya bahannya, jadi nggak perlu beli. Utk craft, yg aku buat yg kualitasnya sama tapi produk tsb di pasaran jadi mahal krn merknya doang. :))

      Delete
  4. Baru aja kemarin share video diy berupa gambar di yutub,emmm anu, lupa nggak videoin huhu...

    ReplyDelete
  5. kalo saya baru terbatas pada foto tutorial aja di blog. susahnya itu kalo hasil jepretannya nggak jelas,blur, dan nggak bisa diulang lagi. jadi terkesan asal-asalan gitu.
    aslinya pengen banget bikin yang wow kayak martha stewart itu. tapi kapan ya? ah, sudahlah...^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Naaah itu masalah utamanya: kalau blur nggak bisa diulang. Hiks.

      Delete
  6. kalau saya DIY nnya di template blogger (blogspot). saya bikin sendiri sampai pusing, karena memang bukan ahli di bidang itu. hanya hobi kotak katik aja. hasilnya, bisa dilihat di blog saya.

    btw, salam kenal.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal. Template ini juga upload dr gratisan terus utak atik sendiri. Aku mau lihat dong hasilnya. Bertamu aaah

      Delete
  7. aku selalu salut sama para blogger DIY mba...kereeen skillnya. AKu sebenarnya suka jugaa..tapi ngga ada waktu untuk foto dan nulisnya hehehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Your service as diplomat is needed by this country, more than anything else.

      Delete
  8. Saya punya satu tulisan tentang hiasan kulit bawang dan komentar rata2 menginginkan step by step nya.
    Waduh.. jadi betul sekali, proses mendokumentasikannya lebih susah. Padahal saya bahagia mengerjakannya mba.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kendalanya utama justru krn bahagia itu jadi males mendokumentasiakan. Penginnya ngerjain terus aja :)

      Delete
  9. Awal ngeblog, saya berniat bikin konten DIY. Tapi kenyataannya setahun cuma dapat 6 tulisan hahaha. Emang ya yang susah konsistensinya, apalagi kalau sendirian mau fotoin step by stepnya jadi ribet sendiri. Huhuhuu.. Salut sama mba, bisa konsisten gini. TOP :D

    salam kenal ya mbaa :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak, banyak sekali yg hrs dikerjakan. Salam kenal :)

      Delete

Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.

Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)