Teman-teman mungkin ingat banner Cellista di widget blog ini? Alhamdulillah sudah terkumpul 693 juta rupiah (ralat) dari 600 juta yang dibutuhkan (informasi dari Grace Melia), meski sebenarnya yang 93 juta tetap diperlukan untuk biaya perjalanan ke dan dari Jepang untuk operasi hati Cellista. Yang tak mungkin jadi mungkin jika saling bantu. Postingan ini tadinya mau saya publish beberapa hari lalu, tapi saya pending dulu karena beberapa sebab hingga hari ini.
Jadi Grace (Gessi) mengajak beberapa teman untuk bertemu langsung dengan Cellista yang hari itu ada jadwal periksa di RS Sardjito. Cellista ini tinggal di Solo. Sebelumnya Gessi sudah bercerita siapa Cellista dan berharap teman-teman bisa membantunya. Saya langsung menyanggupi.
Sempat kaget karena RS Sardjito sekarang luar biasa padat. Oleh petugas tiket parkir saya diarahkan untuk masuk dan keluar lagi (parkir luar) karena didalam penuh. Alhamdulillah, seperti dimudahkan, saya langsung mendapat parkir dekat musholla dan jalan menuju ruang Cempaka Mulya. Setelah sholat dhuhur, saya bergegas menuju lobi Cempaka Mulya. Ternyata disana belum ada teman-teman saya, hanya ada dua keluarga pasien.
Disebelah saya ada seorang bapak muda dengan anaknya yang ganteng dan lucu. Bapaknya nggak seganteng anaknya, hehehee... Sorry mas Pur. Saya kira perempuan dibelakang saya adalah istrinya, ternyata bukan. Kami mengobrol karena ternyata mas Pur tahu tentang Rumah Ramah Rubella (RRR) yang didirikan Gessi. Saya tidak terlalu paham tentang apa yang diderita Putra, saya hanya berusaha menjadi pendengar yang baik dan terus-menerus terdistraksi oleh kelucuan Putra. Mana mungkin Putra sakit? Anak selincah ini? Tapi kenyataannya memang pertumbuhan Putra tidak seperti anak-anak kebanyakan, harus mendapat bantuan dokter sejak bayi. Kemana ibunya? Ibunya sudah meninggal ketika Putra lahir. Ada sesak didada ini. Mata pun memerah, tapi Putra berceloteh menggemaskan, berhasil membendung aliran yang sudah menumpuk di pelupuk.
Tak lama Gessi datang bersama Novi dari RRR, kemudian menyusul satu lagi. Maaf saya lupa namanya, mbak. Mereka langsung mengenali Fani, ibu Cellista yang barusaja mondar mandir didepan saya dan mas Pur. Kami semua berkenalan. Suasananya jadi seperti reuni, seperti sudah kenal lama, saling berbagi cerita pengalaman terapi anak-anak masing-masing. Tentu saja saya tak paham dengan semua bahasa medis mereka, tapi saya menyimak dengan seksama, sambil sesekali menyusut air bening disudut mata. Apalagi ketika melihat Cellista dan Fatah minum susu dari selang yang dialirkan langsung kedalam tubuh mereka melalui hidung. Sungguh, sebagai ibu yang jauh lebih matang dari para orangtua ini, saya sangat cengeng.
Apakah saya sedih? Sebenarnya lebih tepat dibilang kagum. Beberapa kali saya bisikkan "subhanallah" dalam hati. Mereka bukanlah orang-orang yang ingin dikasihani. Mereka adalah orang-orang ceria dan penuh semangat. Keadaan yang kontradiktif itu membuat saya benar-benar salut. Tiap kata yang mereka ucapkan mengenai terapi yang telah dijalani anak-anak mereka membuat saya sangat trenyuh, tapi mereka berdiskusi secara terbuka untuk membantu melengkapi informasi masing-masing.
Pernahkah kamu menghabiskan Rp 250.000,- per tiga hari untuk sebuah merk susu karena hanya itu yang bisa dikonsumsi anak-anakmu? Entahlah darimana mereka bisa mencukupi semua itu tapi mereka bisa dan terus berjuang untuk anak-anak mereka. Ketika kita berpikir, anakku harus juara ini itu lalu memajang tiap detil kehebatannya di media sosial, orangtua Cellista dan Fatah yang membutuhkan transplantasi hati hanya ingin mendekap anak-anak mereka selama mungkin. Untuk harapan yang sederhana itu, mereka harus berjuang jauh lebih berat dan jauh lebih banyak dari kita, yang punya segunung harapan ini.
Saat pulang tiba. Mas Pur berjalan menjauh sambil mengangkat tinggi-tinggi Putra yang terus berceloteh. Fatah pulang bersama ayah ibunya dan berharap bisa mendapatkan transplanstasi hati seperti Cellista. Cellista yang datang ke Jogja bersama ibunya (Fani), kakak laki-lakinya yang masih kecil, neneknya dan dua saudara lainnya yang semuanya perempuan saya antar kerumah saudara mereka. Mereka harus menginap karena dokter yang seharusnya memeriksa ada keperluan mendadak.
Punya anak juara memang membanggakan tapi tawadu lebih penting karena yang menjadikan demikian adalah Allah semata. Bersyukurlah pada hal yang paling mendasar, yaitu bahwa kita masih bisa mendekap anak-anak kita, pemberian Allah yang paling berharga.
23-11-2014 Cellista sudah kembali pada Sang Pencipta. Terima kasih sudah membantu. Saya kehilangan kata-kata. Oh, baby.... Inalillahi wa inna ilaihi rojiuun.
23-11-2014 Cellista sudah kembali pada Sang Pencipta. Terima kasih sudah membantu. Saya kehilangan kata-kata. Oh, baby.... Inalillahi wa inna ilaihi rojiuun.
18 Comments
betul mak,,tawadduk yg terpenting,,,anak pintar atau nggak itu sudah pemberian Allah,,,punya anak pintar adalah rezeki kita,,,semoga kita selalu mensyukuri pemberian Allah,,
ReplyDeleteIya mak, saling mengingatkan. Kadang pun saya suka lupa saking bangganya.
DeleteMakasih mak diingatkan agar qt tawadhu, bersyukur atas anak yg Allah titipkan pd kita
ReplyDeleteSama2 mak :)
Deleteberkaca-kaca...semoga semua urusan cellista dan fatah di mudahkan
ReplyDeleteAmin amin ya robbal alamiin
DeleteSaya hanya bisa berdua ... semoga mereka semua diberikan kemudahan oleh Allah ...
ReplyDeleteAmin
salam saya Mak
Berdoa? Amin ya robbal alamiin
DeleteMak Lusiiii makasih banyak ya Mak Lusi mau menemani kami. Teman-teman pada seneng loh. Ternyata yang peduli bukan hanya kami yang sama-sama mengalami. Kedatangan Mak Lusi, walau sederhana, tapi bikin kami semangat. Peluukkkkkkk :) Boleh aku share di FB ku nggak Mak?
ReplyDeleteBoleh share aja :))
Deletebetul, Mak. Sebetulnya, dari merekalah kita bisa banyak berkaca untuk merenung dan belajar. Mereka orang-orang yang kuat
ReplyDeleteSama mak, aku juga begitu.
DeleteMak Lusi, yang kek gini nih Bunda blom bisa menerapkannya, maksudnya ini kan ide yang beersliweran, yang dimaksud Pakde Cholik. Dengan membaca tentang si kembar itu Bunda bisa lebih tabah dalam menghadapi hidup kehilangan seorang anak laki-laki yang telah berumur 45 tahun. Kedua orangtua si kembar jauh, jauh, lebih tabah daripada Bunda. Allah memang Maha Mengatur. Btw, baru kali ini ya Bunda berkunjung? Btw lagi nih, apa betul katanya Mak Lusi dah pindah ke Bekasi?
ReplyDeleteBunda ini memang blog baru, blog lama saya tutup. Saya nggak pindah ke Bekasi. :) Turut berduka untuk putranya ya. Bunda.
Deletehiks...speechless mba...semoga kita menjadi orangtua ang tawadhu, aamiin..
ReplyDeleteAamiin mak. :(
DeleteInnalillahi wainnailaihi raji'un... berarti sudah menghadap ilahi sebelum sempat dioperasi? :(
ReplyDeleteIya. Yang penting semua sudah berusaha
DeleteDear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.
Emoji