Tipe-tipe Ibu Dalam Menghadapi Si Remaja Dan Internet
Berbagai tipe ibu muncul karena berbeda pendekatan dalam menghadapi si remaja dan internet.
Kebanyakan orang tua mengaku memberlakukan larangan yang keras pada si remaja karena takut pengaruh buruknya. Kenyataannya mungkin sama dengan salah seorang ibu, yang ketika ketemu dengan saya bersama anaknya, tak bisa berbuat apa-apa melihat si remaja takzim menghadap gadgetnya sepanjang ketemuan tersebut. Bahkan seolah si remaja itu invisible, tak tampak. Si ibu bagai burung nuri, berceloteh riang gembira tak terganggu sama sekali. Perkataan dan perbuatan itu sulit diselaraskan karena mungkin kita malah nyaman dengan "ketenangan" seperti itu.
How Americans Handle Their Teenagers and Internet
Suatu dini hari, sambil mengetik saya melirik-lirik film di TV kabel, berjudul Men, Women and Children. Film tersebut sangat menarik sehingga saya putuskan untuk berhenti mengetik, lalu menyimak film tersebut sampai selesai jam 01.30.
Meskipun dibintangi Adam Sandler, ini bukanlah film komedi, melainkan sangat serius. Begitu Jennifer Garner tidak pencilakan jadi jagoan, melainkan menjadi ibu yang posesif. Film ini bercerita tentang bagaimana keluarga-keluarga Amerika menghadapi si remaja dan internet. Ada yang sangat ketat mengawasi anaknya, ada yang membiarkannya saja, ada yang sampai ikut support group karena si anak kecanduan games online.
Jennifer Garder misalnya, memerankan seorang ibu yang sangat posesif dan over protective terhadap putrinya. Dia tahu semua password putrinya di media sosial, email, bahkan handphone-nya. Hanya tumblr yang masih bisa disembunyikan sang putri. Si ibu bisa begitu saja membalas email atau chat dari teman-teman anaknya, yang dirasanya tak pantas. Jika sang putri keluar rumah, si ibu akan memantau pergerakannya dari laptop dirumah. Yup, si ibu mewajibkannya menghidupkan GPS. Sampai suatu ketika si ibu keterlaluan membalas chat seorang pemuda yang sedang jatuh cinta pada putrinya. Pemuda yang kebetulan sedang labil karena ada masalah dengan ayahnya itu lalu mencoba melakukan bunuh diri karena mengira gadis tersebut juga membencinya.
Si Pemuda tersebut adalah pecinta games online. Dulunya dia adalah atlit sekolah yang kemudian cedera. Games online adalah tempatnya bersembunyi dari segala kegundahan akibat tidak bisa memenuhi obsesi sang ayah agar dia menjadi bintang lapangan, serta kesedihannya ditinggal sang ibu yang akan menikah lagi dengan orang lain. Sang ayah tidak bisa menemukan akar permasalahan mengapa pemuda tersebut menenggelamkan diri di kamar bersama games online karena tidak pernah mengajak putranya bicara dari hati ke hati. Yang dilihatnya hanyalah games yang merusak.
Kisah ibu lain mungkin sangat sesuai dengan perkembangan hobi selfie saat ini, meski ini adalah film yang agak lama. Cerita si ibu sedang mengorbitkan anaknya menjadi bintang iklan dan artis. Dia mengunggah kegiatan putrinya di media sosial, bahkan membuat website khusus untuk putrinya. Does it sound familiar? Kita, blogger, banyak yang seperti itu kan?
Ndilalah klop, sang putri menikmati selebritas online tersebut. Dia memiliki banyak followers. Sampai pada suatu ketika sebuah agensi menghubungi mereka untuk audisi sebuah acara di televisi. Namun, meski sang putri termasuk barisan penampil terbaik, agensi mendiskualifikasi karena menganggap website tersebut tidak pantas untuk image acara. Memang, si ibu kebablasan mengunggap foto-foto yang kurang sesuai dengan usia anaknya. Meski si ibu berjanji akan menghapus foto-foto tersebut tapi pihak agensi mengatakan bahwa sekali foto diunggah ke internet, akan sulit dihilangkan hanya dengan menghapusnya dari website yang bersangkutan. Menyadari kekeliruannya, si ibu memutuskan mendelete website tersebut. Tapi si anak tidak terima karena merasa sudah memiliki ikatan dengan followers-nya.
Remaja + Internet = Perang Melawan Privacy
Mengerti remaja saja sulitnya setengah mati, apalagi remaja ditambah dengan internet. Mengapa tidak dilarang saja kalau ribet? Iya, mengapa tidak dilarang saja ya? Mari kita analisa sedikit. Kalau dilarang, bagaimana dengan program kbm (kegiatan belajar mengajar) online yang sedang gencar dipromosikan di tingkat sekolah menengah. Memangnya anak-anak bisa mengikutinya via sms? Belum lagi kalau mereka ikut organisasi atau komunitas.
Masa remaja ditandai dengan timbulnya keinginan agar orang lain (termasuk orangtua) menghargai privacy mereka. Batasan privacy remaja berbeda-beda, ada yang menganggap handphone sebagai barang privat, ada yang memasukkan laptop juga, bahkan yang ekstrem kamarnya pun tidak boleh dimasuki tanpa ijin. Jadi, bisa dimaklumi jika sebagian orangtua kesulitan untuk mensupervisi kegiatan online remaja secara sukarela dan mengutak atik gadget-nya untuk diberi macam-macam firewall. Lha wong kemampuan digital mereka lebih baik daripada orangtuanya. Banyak yang harus mendapat sambutan muka masam dari si remaja, menghadapi password yang dirahasiakan sampai yang frontal menolak gadgetnya dibongkar.
Baca juga: Gerakan 1821 dan Alasan-alasan Kita
Menghadapi remaja memang seperti tarik ulur menaikkan layang-layang.
Terlalu kendor tak bisa terbang, terlalu kencang memegang tali akan putus. Dan saya belum pernah sukses bermain layang-layang.
Tipe Ibu Seperti Apakah Kita?
Menjadi orangtua adalah pelajaran seumur hidup. Karenanya, yang paling tahu bagaimana cara terbaik menangani remaja dan internet adalah si orangtua dan anak itu sendiri. Merekalah yang datang ke kelas-kelas kehidupan itu. Diluar mereka, akan datang ke kelas yang berbeda dengan pelajaran yang berbeda pula. Karena itu dalam postingan ini tidak berisi tips terbaik, melainkan hanya tipe-tipe ibu dalam menghadapi si remaja dan internet yang kerap diceritakan teman-teman saya. Apakah anda ada di salah satu tipe ini? Kalau tidak ada, tolong tulis di kolom komentar ya, untuk memperkaya wacana kita semua.
Mungkin ada pelajaran yang bisa kita ambil dan terapkan pada putra putri remaja kita.
Ibu Peri. Ibu peri yang baik hati, selalu membimbing dan memaafkan. Idealnya ibu-ibu ya seperti ini. Tapi tak jarang remaja justru menuruti keinginannya sendiri dan percaya pendapat teman-temannya. Misalnya, si ibu sudah membimbing si remaja dan menerangkan sedetil mungkin agar jangan asal download, tapi si remaja meng-copy dari temannya karena penasaran dengan film yang sedang trending. Akibatnya, laptop terkena virus dan malware. Si ibu sudah memaafkan, eh tak lama kemudian diulangi download lagu K-Pop karena sedang ngefans berat. Namanya juga ibu peri, responnya ya tersenyum dan geleng-geleng kepala saja.
Socmed Seleb. Pada ukuran tertentu, ini asik sekali. Ada kegiatan yang bisa dilakukan bersama si remaja di internet. Foto sedang jalan-jalan ke mall berdua. Saling colek di instagram. Apalagi kalau sampai dapat job berdua ya, misalnya dari brand baju online. Jadi bisa sering OOT (Outfit Of The Day) berdua. Selain bisa menambah keakraban ibu dan anak, bisa mengawasi aktivitas online-nya tanpa terlihat seperti sipir penjara, juga mendapatkan penghasilan, kan? How nice! Tapi sekali lagi harus ingat batasannya, jangan sampai menyesal mengunggah yang tidak semestinya seperti di film diatas. Maksudnya mau mengorbitkan si remaja, malah menghancurkan masa depannya.
Spaceship Commander. Ingat film-film luar angkasa? Maaf, saya masih belum bisa membedakan antara Star Wars, Star Trek dan Battle Star Galactica. Tapi ruang kendali di pesawat antariksa tersebut mengingatkan pada tipe ibu yang suka mengawasi semua. Kelihatannya tidak kemana-mana tapi tahu semua sehingga si remaja tidak berkutik. Mirip seperti peran Jennifer Garner diatas. Si ibu memegang semua password si remaja, memonitor akun-akun si remaja dan melacak kemanapun si remaja pergi.
Smiling General. Ini adalah sebutan yang diberikan kepada mantan presiden kita, Soeharto. Tutur katanya lembut, disampaikan dengan senyuman, tapi tak bisa dibantah. Si ibu membuat berbagai aturan yang seolah tidak dipaksakan, tapi sebenarnya tidak bisa ditawar sama sekali. Misalnya, si ibu mengatakan, "Sayang, jam 7 malam waktunya belajar ya, nggak boleh nge-LINE." Itu artinya jam 19.00 si ibu akan menyita handphone dan mematikan sinyal internet ketika si remaja ketahuan sedang chat. Alasan apapun tidak diterima meski untuk menanyakan PR atau jadwal pelajaran. Si ibu tetap tenang meski si remaja ngambek, mewek atau banting pintu kamar. Tega ya? Tapiii... banyak ibu yang seperti ini. Kata beliau-beliau ini supaya si remaja disiplin dan patuh.
War Strategist. Pernah dengar quote "Keep your friends close, and your enemy closer"? Quote ini muncul di film The Godfather II yang diucapkan oleh Michael Corleone, lalu menjadi terkenal. Ibu ini sukanya SKSD (sok kenal sok dekat) dengan teman-teman anak-anaknya di media sosial. Beliau seolah santai saja dengan aktivitas online si remaja dengan gank-nya. Dibalik itu, si ibu dengan cerdik menelusuri profil teman-teman dan keseharian si remaja. Ini juga menjadi semacam pernyataan bahwa, "Saya kenal kamu, jadi kamu jangan macam-macam dengan anak saya."
Tentu saja masih banyak tipe-tipe lain, sebanyak jumlah ibu yang ada didunia ini? Ibu tipe yang bagaimana?

19 comments for "Tipe-tipe Ibu Dalam Menghadapi Si Remaja Dan Internet"
Kadang suka ngomel, sesekali bersikap keras tapi kadang suka nggak tegaan juga :D
repot juga ya menjadi ibu-ibu..
sebagai bapakpun nanti saya pasti akan mengalami hal seperti itu mbak..
saya sering kesel lihat saudara malah pada asyik dengan gadgetnya ketika sedang berkumpul, apalagi di tempat ibadah...
Kalau seandainya ada yang macam2 biar dia yg hadapi sendiri, tentunya kita ada di belakangnya.
Dulu sy juga lbh senang spt itu. Sy lebih suka ibu bilang," temenmu harus pulang skrg..." drpd ibu sendiri yg nyuruh temenku plg hehe...malah curhat.
Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.