View, Stalk dan Perasaan Aneh Yang Menyelinap

Belakangan saya kerap mengunggah story di instagram. Well, sebenarnya ini bagian dari pelajaran yang saya dapatnya setelah gathering bersama Vosfoyer.


Vosfoyer yang digawangi anak-anak muda bertalenta, memberikan banyak sekali tips untuk mendayagunakan akun media sosial kita, utamanya instagram. Bintang tamu acara itu adalah Selma, yang pernah viral karena menikah dengan anak seorang pimpinan organisasi Islam yang sangat terkenal sehingga melahirkan hashtag team pembela mantan kekasihnya, dan Sarah, istri Eros gitaris Sheila on 7. Sedikit komentar saya tentang bintang tamu hari itu adalah apa yang kita hajar habis-habisan di media sosial bisa sangat bertolak belakang dengan ketika tatap muka langsung. Keduanya adalah ibu muda yang cerdas, ramah, terbuka dan senang berbagi pengalaman.

Lalu bagaimana dengan saya sendiri setelah mempraktekkan beberapa saran William dari Vosvoyer? Sayangnya, bagi saya tidak berpengaruh banyak terhadap penambahan jumlah followers meski teman-teman lain telah melaksanakannya dan berhasil. Ini karena saya menerapkannya serba tanggung. Jauh sebelum acara tersebut, saya telah memutuskan untuk sangat mengurangi penampilan diri di media sosial karena berbagai alasan. Intensitas saya di media sosial tetap tinggi dong, udah telanjur enak, sih. Heheheee....

Satu hal yang saya pelajari selama malang melintang di dunia maya adalah bahwa sebenarnya personal branding itu ada 2: who you are dan what you do.

Saya memutuskan hanya memperlihatkan apa yang saya lihat, dengar dan kerjakan ketimbang siapa saya. Saya tetap rajin hadir di media sosial dengan berbagai bentuk, baik tulisan, foto maupun video. Yang berkurang banyak adalah foto-foto diri dan kisah pribadi saya. Padahal, justru foto selfie dan blak-blakan curhat pribadilah yang paling sakti mendulang perhatian di media sosial dan blog. Tapi saya tidak kecewa karena itu sudah include untung-rugi yang saya perhitungkan. Lagipula sesekali masih curcol juga sih seperti sekarang ini. Lho gimana sih? Kok labil? Hahahaaa....

Akun medsos dan blog saya sekarang penuh dengan karya, baik prakarya berupa konten-konten DIY (Do It Yourself) maupun karya tulis berupa pengalaman ngeblog dan bermedia sosial, serta banyak tips rumah tangga lainnya. Karena itu banyak hashtag #athome di postingan-postingan saya. Tips yang saya berikan pun bukan hasil googling tapi berdasarkan pengalaman pribadi agar bonding dengan pembaca tetap terjalin. Tak akan ada cerita siapa saya dan keluarga saya. Kalau foto saya masih ada dong, tapi hanya ketika ada event saja, tidak untuk dihambur-hamburkan demi daily content.

Menjalani pilihan ini tidak mudah karena bagi sebagian orang terasa membosankan. Tidak ada pemandangan surga dunia seperti Labuan Bajo atau Raja Ampat, tidak ada tempat-tempat kinclong seperti hotel-hotel berbintang dan mall, apalagi mami-mami cantik berganti-ganti baju untuk OOTD. Namun, yang tak disangka adalah ada yang memandangnya sebagai konten yang menyedihkan. Bela-belain banget bungkus-bungkus kardus bekas dan bikin rok sendiri. Tapi tak apa karena dari dulu saya anti banget mengatakan "Don't judge."

No, saya tidak pernah melarang orang untuk menghakimi apa yang saya post. Salah saya sendiri kan memilih konten yang demikian? Kita tidak bisa memenjarakan pikiran orang terhadap apa yang kita buka di publik. Kecuali kalau dia mengintip, barulah kita bisa protes. Lagipula saya juga sering membayangkan apa ya kira-kira yang dipikirkan teman-teman yang berkantor di menara-menara ibukota melihat saya membungkus kardus bekas?

Secara sadar saya paham bahwa DIY masih dianggap sebagai cara ngirit semata disini. Sementara di negara maju DIY sudah menjadi gaya hidup, dilihat dari banyaknya konten DIY dan peralatan setara tukang profesional yang dimiliki keluarga-keluarga disana. DIY merupakan bagian dari sustainable living yang dimaksudkan untuk mengurangi waste sejak dari awal. Mengapa masyarakat negara berkembang yang seharusnya lebih ngirit ketimbang negara maju malah memandang DIY sebelah mata? Itu misteri buat saya. Mungkin gengsi kita memang terlalu tinggi.

Pikiran tersebut menyeret saya untuk memandang kembali feed instagram saya. Bukannya sedih, saya malah tertawa ngakak melihat konten saya yang isinya bikin jok, tas dan baju sendiri yang jauh dari bagus. Memang banyak yang memberikan pujian sehingga saya merasa bangga dan tambah semangat. Tapi fakta bahwa ada yang malah mengasihani saya itulah yang membuat saya mentertawakan kenaifan diri sendiri.

Meski demikian, saya masih merasa aman karena teman-teman saya, baik teman sekolah, teman kuliah, teman mantan kantor dan tetangga, banyak yang tidak aktif di instagram maupun medsos lain meski mereka punya akun. Kebanyakan teman-teman yang aktif di medsos adalah yang saya kenal berkaitan dengan ngeblog dan buzzing yang sudah maklum dengan psotingan sesuka hati pemilik akunnya. Kalaupun ada yang bernada miring seperti diatas, jumlahnya tidak berarti. Tapi semua itu berubah ketika saya mulai membuat story di instagram dan status di WA (whatsapp).

Seperti biasa, untuk urusan medsos terkini, saya selalu terlambat update. Story di IG baru saya jalani sebulan ini setelah acara Vosfoyer yang ternyata asik juga. Sedangkan story di FB belum pernah. Saya bukan orang yang sebentar-sebentar posting karena untuk hal-hal keseharian, saya lebih suka membaginya secara private di group keluarga. Tapi tidak berarti saya nggak posting sama sekali karena saya juga bukan orang yang pendiam banget.

Story di instagram bermanfaat buat mereka yang ingin membagi cerita tapi tidak mau feed-nya rusak karena tema atau tone yang berbeda, meskipun belakangan banyak juga yang share ke feed dengan font khas story yang mencolok itu. Hahahaaa.... manusia! Tidak puas hanya share dengan satu platform saja, pengin seluruh dunia tahu. Sudah saya prediksikan sebelumnya, semua yang khusus di media sosial akan nyampur pada waktunya.

Saya mendapati fakta-fakta baru yang mau tak mau membuat dahi saya bekernyit karena story di IG dan status WA bisa memperlihatkan siapa saja yang mampir untuk melihat konten kita. Jika yang melihat adalah teman-teman yang aktif di medsos sih perasaan saya biasa saja karena saya juga sering nongol di story mereka. Tapi teman-teman yang tidak pernah saya dengar kabarnya di medsos lalu bermunculan disana, menimbulkan perasaan yang aneh. Terlebih selama ini menyapa dan menanyakan kabarpun tidak pernah. Keterkejutan itu menjalar menjadi creepy karena mereka muncul disemua story saya, bahkan pada detik-detik awal story tersebut muncul.

Padahal setahu saya beberapa diantaranya adalah orang-orang yang super sibuk tapi kok bisa secepat itu merespon di jam berapapun saya posting? Hal itu membuat saya berkesimpulan bahwa tidak pernah posting bukan menandakan alim tidak tercemar limbah medsos, tapi mungkin hanya untuk jaga image, dilarang pasangan atau bahkan tidak tahu harus ngapain di medsos. Jadi, misalnya kita berada di group yang bukan netizen, jangan marah kalau dibilang kecanduan narsis karena mereka yang tidak suka posting bisa saja punya penyakit stalking.

Sebaliknya, itu juga membuka kesadaran saya bahwa everybody is watching. Ada perasaan aneh yang menyelinap. Are they sick, just killing time or curious? Walaupun sejak beredar didunia maya sudah sadar kalau seluruh dunia bisa melihat saya tapi berkat info di story itulah saya benar-benar menyadari who is really watching. Kalau yang memelototi itu adalah talent agent, tentu saya akan tambah rajin posting, ya. Heheheee..... Tapi jika teman-teman sendiri yang stalking seperti itu, apalagi yang bukan netizen, maka saya harus lebih berhati-hati memilih apa saja yang layak saya posting sesuai dengan semua status yang telah saya sandang.

Dunia medsos yang sangat terbuka sesungguhnya lebih cocok untuk mereka yang muda dan punya karya serta gaya. Untuk usia saya, tentu sudah harus jaga image, nggak perlu maksa sok muda tapi juga tak perlu sok tua. Eksistensi di medsos bisa disesuaikan karena bagaimanapun tabungan pengalaman yang sudah menggunung baik untuk dibagikan agar yang buruk tidak ditiru dan yang baik bisa diteruskan. Eksistensi tidak harus ditunjukkan dengan banyak tingkah atau drama demi followers atau euforia berlebihan demi pengakuan. Eksistensi lebih kepada manfaat konten dan perasaan tenang ketika sudah membagikannya. Bagaimanapun semua ada waktunya dan saat ini adalah waktunya bagi saya untuk benar-benar merasakan kenikmatan dan ketenangan menjadi warganet.



Post a Comment

5 Comments

  1. Wah baru tau mb lus, klo orang bikin instastory trus kita kepo itu nama kitsnya tercatat apa gimana haha, soalnya aku jujur ga mudeng en ga bisa nyetting instasory tapi klo ada temen bikin instastory aku biasanya ngeklik gitu hahaha

    ReplyDelete
  2. Saya juga baru akhir-akhir ini pakai status di WA. Iseng aja pertamanya, sih hihihi..
    Mengenai tanggapan orang -orang negara yang berkembang tentang DIY, saya juga heran atas tanggapan mereka. Dan memang benar kata Mbak Lusi, kayaknya lebih mementingkan gengsi

    ReplyDelete
  3. Memang iya Mba, ada orang2 yang tujuan 'main' ke jagad maya adalah untuk ngestalker. Maksudku mereka punya akun ya sekedar punya. Jarang update, tapi sebenernya mereka aktif terus. Contoh nyata adalah keluargaku, hahaha. Suami, adek, adek ipar, dan kakak semuanya begitu. Jarang posting, tapi nyekrol temlen mulu :D. Jadi misal aku posting apa, mereka langsung komen tuh. Tapi di WA, hahahaha.

    Ada lagi yang sering saya amati adalah, orang yang punya akun buat 'ngerusuh' aja. Komen nyinyir bin pedes di akun artis atau selebgram, tapi amat jarang update akunnya sendiri. Untuk yang ini saya super heran. Yo ngopooo jane. Hampir bisa dipastikan tuh Mba, yang luarbiasa sadis di komen, pas diklik mesti akunnya digembok, dengan jumlah posting dan follower yang sangat minim. Beneran heraaan aku mah :D. Coba Mba Lusi siapa tau berminat membedah fenomena ini, hahahaha.

    ReplyDelete
  4. prinsip kita sama mak...
    biarin diam di belakang layar laptop aja deh..., lagian nggak tau juga mau buat status apaan di medsos

    ReplyDelete
  5. Saya orang yang ingin mengurangi stalking di medsos. Alhamdulillah udah bisa dikit2. Udah males kepo2.

    Oia, di status WA bisa juga ya dilihat siapa aja yg melihat status kita?

    Hehe, saya udah jarang bikin dan buka status WA soalnya.

    Nice post, Mak Lus.

    ReplyDelete

Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.

Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)