Tips Membeli Kain Perca

Karena tips membeli kain perca yang pernah saya unggah di akun instagram @beyourselfwoman mendapat sambutan yang baik, maka saya tulis lagi di blog ini agar penjelasannya lebih lengkap.



Awal belajar menjahit, saya menggunakan kain seadanya yang ada di rumah supaya tidak terlalu kecewa kalau harus gagal dan hancur. Ketika mulai menjual hasil jahitan saya, saya selalu menggunakan kain meteran yang dibeli di toko. Minimal pembelian kain di toko itu sepanjang 1 meter. Ada toko atau jenis kain tertentu yang memperbolehkan pembelian 1/2 meter. Biasanya kain-kain yang lebih tipis. Mungkin untuk kain yang tebal akan capek membuka gulungannya jika yang 1/2 meter juga dilayani. 

Jika membeli kain di markerplace, hati-hati melihat harganya, apakah itu untuk 1/2 meter atau 1 meter. Umumnya mencantumkan harga untuk 1/2 meter sebagai antipasi jika ada yang membeli 1,5 meter. Baca juga ketentuan minimal pembeliannya. Jika minimal 1 meter, berarti harus klik 2 kali.

Belakangan saya tahu ada yang menjual perca juga. Ini sangat menguntungkan bagi saya yang orderan belum banyak dan produk saya banyak yang kecil-kecil. Kalau kain lekas habis, saya cepat ganti motif agar pembeli tidak bosan.


MACAM-MACAM KAIN PERCA

Kain perca yang saya maksud ini adalah potongan kain bersih ya, bukan sisa-sisa baju bekas. Selama ini, saya menemui kain perca dalam berbagai bentuk:

  1. Sisa produksi. Perca yang merupakan sisa produksi, baik dari pabrik konveksi maupun penjahit rumahan, biasanya dijual murah bahkan gratis. Tapi kebanyakan perca tersebut tidak disortir alias campur berbagai ukuran. Sedangkan motifnya bisa campur, bisa tidak. Kalau beruntung, bisa mendapatkan perca dari motif yang sama dalam satu karung atau tas. Ini terjadi jika si pemberi perca melakukan pembersihan lokasi kerja tiap selesai satu model produk atau satu shift pekerja. Jika ingin berburu perca seperti ini, pastikan teman-teman betul-betul akan memanfaatkannya agar tidak menjadi timbunan. Beberapa waktu lalu saya ditawari perca dalam jumlah cukup banyak oleh tetangga tapi saya tolak karena perca beliau dari bahan jilbab yang tipis melayang sedangkan produk saya craft yang banyak menggunakan kain tebal.
  2. Sengaja dipotong ukuran tertentu. Biasanya dimulai dari ukuran 1/2 meter sampai sekecil 20x20 cm tapi bisa juga random. Yang jelas, ketika ditawarkan, penjual sudah memberikan informasi ukuran kainnya. Ini beda dengan sisa produksi yang tidak bisa dipilih lebarnya. Kain perca seperti ini sangat laris diburu penjahit craft. Sedangkan penjahit fashion lebih memilih kain meteran karena kebutuhan mereka lebih lebar untuk tiap produk.
  3. Sengaja dipotong ukuran standard quilt. Standar quilt yang berlaku secara internasional dimulai dari 1/4 dari 1 yard kain yang disebut fat quarter. Ukuran tersebut bisa dikecilkan lagi menjadi thin quarter. Untuk di Indonesia, kebanyakan menggunakan ukuran 1 meter, bukan 1 yard.


HARGA KAIN PERCA

Kecuali beli langsung di pabriknya, tidak ada patokan harga kain. Jadi, harus rajin membandingkan toko satu dengan yang lainnya. Saya tidak selalu memilih harga termurah. Kadang saya beli harga di atasnya karena di toko tersebut lebih lengkap sehingga saya bisa menghemat tenaga dan biaya transportasi atau ongkos kirim.

Sulitnya membandingkan harga kain perca toko satu dengan lainnya adalah karena ukurannya tak selalu sama. Apalagi jika penjualnya spesialis perca, yang artinya dia membeli kain meteran untuk dipotong-potong. Ketika dijual, penjual akan melakukan mark up yang besarnya tak sama dengan penjual lainnya. Jika sudah menemukan kain yang cocok, coba gunakan rumus di bawah ini untuk melihat apakah harga per meternya masih masuk akal atau terlalu mahal:

(harga kain : (panjang x lebar perca)) x (panjang x lebar kain meteran)

Banyak juga penjual yang menawarkan kain perca dalam bentuk kiloan. Saya pernah sekali membeli kain kiloan tapi bukan perca. Saya sendiri tidak cocok menggunakan kain kiloan karena saya kesulitan menghitung harga jual produk saya yang dihitung menggunakan satuan centimeter. 


UKURAN KAIN PERCA

Beberapa kali saya melihat orang menjual perca kiloan di marketplace dengan ketentuan pembeli tidak bisa memilih motif dan ukurannya. Mungkin bagi banyak orang ini tidak masalah tapi buat saya beresiko sekali karena berarti kita baru bisa membuat perencanaan produksi setelah melakukan pembelian dan penyortiran. Sedangkan pengalaman saya masih terbatas untuk mengeksekusi kain yang berukuran random.

Ada juga penjual di marketplace yang membuat disclaimer bahwa kain digunting manual sehingga pembeli diminta mengikhlaskan jika kurang dari toleransi yang disebutkan penjual. Gunting manual memang sulit untuk benar-benar presisi. Tapi berdasarkan pengalaman saya, toleransi 1 cm sudah cukup. Selama ini saya hanya pernah kurang sekali selebar 0,5cm di salah satu sisi kain. Saya berharap tidak akan pernah kurang lagi karena selama 2 hari perjalanan paket tersebut menuju ke pembeli, perasaan saya tidak enak. Untungnya pembeli bersedia menerima kompensasi saya berupa kelebihan ukuran di sisi yang lain. 

Kebanyakan toleransi yang diminta penjual di marketplace selebar 2cm. Entahlah mengapa sedemikian lebar, tapi itu bisa saja terjadi kok, mengingat toko-toko yang ramai mengukur dengan cepat dan mengguntingnyapun bukan yang cekrik-cekrik tapi dengan menyeret gunting. Jika serat di salah satu ujung kain tidak lurus, kemungkinan ujung yang lain ikut mencong.


MOTIF KAIN PERCA

Jangan terburu-buru membeli kain perca jika belum melihat foto riilnya. Seringkali penjual menarik perhatian calon pembeli dengan promo sebelum kain tersebut tersedia. Cara seperti cukup berhasil sehingga banyak yang melakukan pre-order. Jika sudah berlangganan di toko tersebut tentu tidak masalah karena kita sudah tahu seberapa besar ekspektasi kita terpenuhi. 

Tapi jika pertama kali beli di toko tersebut, sebaiknya menunggu foto riil dari penjualnya. Memang sulit memotret dengan hasil yang 100% sama dengan aslinya, tapi setidaknya foto riil dari penjual mendekati warna atau motif aslinya. Seringkali foto yang digunakan untuk pre-order merupakan foto yang dibuat oleh pabrik kain tersebut. Padahal foto tersebut dikerjakan oleh tim dokumentasi yang berpengalaman membuat foto-foto sempurna dengan berbagai polesan, tidak hanya untuk promo digital tapi juga untuk promo cetak. Karena itu foto yang disediakan pabrik kain banyak yang beda jauh dengan aslinya.

Tidak hanya warna yang berbeda, foto riil sering bisa menunjukkan apakah kain tersebut tebal atau tipis bagi mata yang terlatih. Meski saya belum ahli tapi karena kebiasaan, saya bisa melihat hal itu dari sebuah foto. Lebih baik lagi kalau kita mengenal jenis kain. Katun misalnya, jenis banyak sekali. Jika penjual menyebutkan jenis katun yang mana, kita bisa memperkirakan apakah foto tersebut sudah riil atau belum. 

Sayang, foto riilpun tetap beresiko. Baru-baru ini saya membeli kain perca batik yang warnanya di foto facebook pastel lembut dan cantik. Setelah saya terima, warnanya agak jauh berbeda. Sebenarnya saya siap jika warnanya kurang satu atau dua usap. Tapi ini beda jauh. Mungkin terlalu banyak edit snapseed-nya.


RAGU MEMBELI KAIN PERCA

Jangan membeli kucing karung adalah nasehat sepanjang jaman dan masih valid hingga sekarang. Baru-baru ini saya membeli printilan jahit cukup banyak. Bahkan itu merupakan belanja terbanyak yang pernah saya lakukan dalam satu paket. Penjualnya merupakan rekomendasi sebuah komunitas dan sepertinya disayang banyak orang. Ada beberapa item yang saya belum paham sehingga saya tanyakan. Awalnya dijawab walaupun tidak cepat. Makin siang jedanya makin lama. Kemudian malah diam beberapa jam sampai saya tegur. Akhirnya saya minta saja langsung ditotal supaya cepat beres meski beberapa item tadi belum dijawab, bahkan belum diberi fotonya. Saya sebagai pembeli justru merasa tidak enak hati dan bertanya-tanya, apakah saya terlalu cerewet sehingga beliau tidak antusias? Kalau menurut komunitas itu beliau keren, berarti saya dong yang salah? 

Tibalah paket tersebut dalam kondisi bungkus yang benar-benar seperti tidak menghargai pembeli. Pesanan saya tidak diamankan dulu tapi langsung dibungkus dengan plastik hitam sehingga bentuk paketnya tidak beraturan. Seluruh permukaan plastik ditutup dengan lakban coklat yang karena bentuk paketnya tidak beraturan jadi terlihat seperti asal-asalan. Lalu ada bagian bungkus yang terbuka sehingga isi yang tidak diamankan tersebut bisa saja tercecer. Untung masih lengkap. Entah apakah itu hasil dari membungkus yang sembarangan atau sengaja disayat kurir karena curiga melihat bentuknya yang kacau seperti paket narkoba. Yang lebih penting lagi, beberapa item tidak seperti yang saya bayangkan karena memang saya tidak diberi fotonya. Maaf saya numpang curhat yang agak melenceng tapi semoga masih ada hubungannya sebagai contoh karena saya merasa sangat kesal. Namun, saya tak sampai hati menjatuhkan usaha orang lain. Yang penting saya tidak akan kembali membeli di situ lagi.

Jika teman-teman ragu dengan tekstur atau ketebalan kain perca yang diinginkan, jangan ragu untuk bertanya langsung ke penjual. Di marketplace sekalipun ada fasilitas chat kok. Jika di bio instagram ada tulisan tidak melayani tanya-jawab, sebaiknya batalkan saja niat untuk membeli. Tak perlu merasa bodoh atau menyebalkan meski memberikan pertanyaan-pertanyaan layaknya pemula, seperti apakah kain tersebut bisa dibuat tas, apakah tebal, apakah licin dan sebagainya. Calon pembeli berhak bertanya apapun juga yang belum ditulis penjual di lapaknya. Kalau sudah ditulis tapi pembeli tetap bertanya, barulah itu namanya malas baca dan menjengkelkan.

Kerajinan perca tidak hanya seputar keset. Perca bisa menghasilkan produk tanpa batas. Ketrampilan padu padan motif perca dan membuat model-model dengan lebar kain yang terbatas selain bisa menjadi sumber penghasilan juga membantu menghambat laju bertambahnya limbah kain.

Post a Comment

0 Comments