Pengalaman Vaksin Astra Zeneca AZ Lengkap Bersama Kadin Dan Diskopukm DIY

Sudah lama ingin berbagi pengalaman vaksin dengan Astra Zeneca seperti teman-teman blogger lainnya. Tapi cerita tersebut saya tunda dahulu menunggu vaksin lengkap supaya tidak perlu membuat tulisan bersambung. Vaksin yang saya ikuti tersebut diselenggarakan atas kerjasama Kadin DIY, Dinas Koperasi dan UKM (Dinkopukm) DIY, serta Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY.


vaksin astra zeneca az


BENCANA PANDEMI DI MATA KAMI

Ketika vaksin mulai diperkenalkan oleh pemerintah, keluarga kami langsung antusias. Bahkan kalau harus membayar, kami akan langsung mendaftar. Alhamdulillah akhirnya gratis untuk semua sehingga seluruh lapisan masyarakat bisa mendapatkannya. Kami tidak terlalu menyimak pro kontra yang sangat santer kala itu. Dalam pikiran kami, bagaimana lagi kami harus melindungi diri? 

Meski kami tak banyak menyimak debat tentang COVID 19 dan penanganannya, tapi sejak sebelum resmi diumumkan oleh Presiden Jokowi sebagai bencana nasional dan sebelum korban berjatuhan, kami sudah menyadari betapa bahayanya virus corona ini. Kebetulan anak kami berteman dengan mahasiswa pertukaran dari China. Teman anak kami itu tinggal jauh dari Wuhan, tapi dia memperingatkan kami untuk selalu memakai masker dan sarung tangan, sedia disinfektan spray dan hand sanitizer. Dia juga menyarankan kami untuk menyeka semua pegangan yang dipegang banyak orang dengan disinfektan. Itulah yang dilakukan seluruh masyarakat China saat itu, tidak hanya yang di Wuhan saja.

Sayang, ketika itu saya ceritakan di group whatsapp (WAG), tidak ada yang menganggapnya serius. Di WAG kompleks, rencana piknik warga jalan terus dan dilaksanakan 15 Maret 2020, tepat di hari penetapan pandemi ini sebagai bencana nasional oleh Presiden Joko Widodo. Meski saya tidak setuju dengan piknik tersebut, akhirnya saya berangkat juga, tapi seorang diri tanpa anggota keluarga lain. Itupun saya minta tidak ada acara body contact, meski pada praktiknya ada outbond yang body contact. Tentu saja saya cemberut terus sepanjang hari dan jadi warga paling tidak menyenangkan di WAG.

Nasihat teman dari China tersebut juga saya bagikan di WAG lain. Hasilnya pun sama, tidak ada yang menganggap serius, bahkan dicurigai sebagai copas dari sharing serupa oleh mahasiswa China lainnya yang sedang viral di medsos. Tentu saja itu sama karena wajib dilakukan oleh semua penduduk China. Terus terang sakit hati karena secara nggak langsung saya dianggap mengaku-ngaku punya kenalan orang China, padahal foto bersama waktu di Jogja saja punya. Tapi saya hanya diam dan menghapus share tersebut. Belum lagi ada yang membantah dengan dasar komentar mantan menkes bahwa masker hanya harus dipakai oleh yang sakit. Saya tambah tidak berkutik. Heheee ....

Namun yang benar-benar membuat kami tidak lagi peduli pendapat orang dan keukeuh melindungi diri adalah peristiwa meninggalnya suami pelindung kegiatan anak kami. Kami sempat satu ruangan tak sampai sebulan sebelum beliau terinfeksi dan meninggal. Itu terjadi tak sampai 2 bulan setelah pengumuman presiden. Jadi kami memang sudah memproteksi diri sejak awal corona mulai terdengar di Indonesia, sebelum pasien 0 mbak-mbak itu ditampilkan.

Meski begitu, kalau sekarang ditanya apakah kami pernah terinfeksi selama pandemi, kami tidak berani menjawab. Secara resmi memang tidak pernah. Tapi bukankah banyak yang terinfeksi tanpa gejala berarti dan ketahuan karena dites? Kami benar-benar harus berendah hati karena musibah ini sungguh membalikkan kehidupan manusia. Siapapun bisa kena tanpa pandang bulu. Maha besar Allah SWT.

Baca: Daftar Lab dan Harga Tes PCR di Jogja Terlengkap


PERJUANGAN MENDAPATKAN VAKSIN

Ternyata untuk mendapatkan vaksin itu tidak mudah. Awalnya diprioritaskan untuk tenaga kesehatan atau nakes saja. Kemudian berubah menjadi nakes dan guru. Lalu bertambah menjadi untuk lansia. Ketika saya mulai mencari kesempatan untuk vaksin, seluruh penyelenggara di DIY yang didominasi rumah sakit waktu itu mensyaratkan KTP setempat, tenaga pendidik, tenaga kesehatan, ASN, lansia dan UMKM, kecuali PKU Muhammadiyah. Saya sendiri terkendala di ijin usaha karena tidak ada instansi yang bisa memberi surat keterangan bekerja untuk saya. Usaha saya sangat imut, hanya jahit-menjahit craft yang dijual secara online seorang diri. Waktu itu memang serepot itu!

Untunglah suami yang sangat mobile bisa mendapatkan vaksin lebih dulu dari kantornya. Orangtua juga bisa mendapatkan vaksin lebih dahulu karena program jemput bola dari pemerintah sebuah kota di Jawa Tengah. Program mereka sangat bagus karena pendaftaran para lansia dikoordinir oleh ketua RT masing-masing dengan pelaksanaan di kantor kelurahan setempat. Jadi, para lansia yang tidak punya anak atau yang anaknya merantau dan yang gaptek tidak bisa mengisi formulir online sendiri, tidak ada yang ketinggalan. Kedaulatan Rakyat 2 hari lalu memberitakan bahwa vaksin lansia kota Yogyakarta masih dibawah target. Mungkin pemkot Yogyakarta bisa meniru cara di kota ortu saya. 

Selain saya, jutaan orang terkendala surat keterangan domisili bagi yang memiliki KTP luar kota. Padahal pemerintah memiliki target vaksin yang sangat tinggi untuk mencapai herd immunity. Kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya berusaha mempercepat pencapaian target tersebut dengan membebaskan asal KTP di semua penyelenggara. Toh aplikasi Peduli Lindungi berlaku nasional? RS di DIY juga mulai membebaskan asal KTP. Tapi karena penyelenggaranya terbatas, kuota pendaftaran selalu cepat habis dan saya tidak kebagian. Bayangkan, 1 hari tiap rumah sakit hanya punya kuota 50-100 orang saja.

Akhirnya Dinkes DIY membuat terobosan dengan menggandeng pihak ketiga untuk menyelenggarakan vaksin massal dengan asal KTP bebas. Bahkan Polri dan TNI juga turun tangan membantu percepatan vaksin. Barulah kuota pendaftaran bisa digapai orang-orang yang ambisi vaksin. Rata-rata per hari target vaksin di event tersebut adalah 2000-5000 orang. Banyak banget kan. Hehehee.... Jadi, penyelenggara vaksin yang diikuti oleh anggota keluarga saya beda-beda, tidak pilih-pilih, pokoknya mana yang sedang punya event buru-buru daftar. Ada yang ikut Hari Bakti Bhayangkara, didaftarkan teman yang seorang dokter tentara dan saya sendiri kebagian di acara Kadin dengan mengisi formulir online yang saya temukan di twitter tepat di hari terakhir pendaftaran. Di formulir itu saya isi pekerjaan sebagai pengrajin.


AZ (ASTRA ZENECA), VAKSIN YANG DITAKUTI

Astra Zeneca atau AZ tadinya merupakan vaksin yang sering dihindari karena banyaknya testimoni bahwa KIPI (Kejadian Ikutan Paska Imunisasi) termasuk berat. Rata-rata meriang parah selama 2 hari. Kebetulan suami dan orangtua yang sudah vaksin lebih dahulu menggunakan Sinovac, jadi tidak bisa memvalidasi. Padahal hanya keluarga lah yang saya percayai. 

Di pengumuman vaksin Kadin dan Diskopukm DIY sudah ditulis jelas vaksinnya berupa AZ. Banyak sekali komentar yang bikin hati mengerdil, antara lain vaksin itu adalah stok lama yang harus segera dihabiskan, itu vaksin reject yang dibeli pemerintah dengan harga murah dan sebagainya. Waktu itu belum ada berita tentang keterlibatan warga Indonesia dalam tim pembuat vaksin AZ. Coba kalau dari awal kisah tersebut sudah diangkat, pasti tidak banyak yang ragu. Tapi saya sudah mantapkan hati untuk segara vaksin. 

Tak lama setelah saya vaksin pertama, negara kita dihantam varian Delta yang mencekam itu. Musibah itu diikuti dengan melonjaknya minat masyarakat untuk vaksin agar bisa bertahan dari serangan varian Delta sehingga antrian vaksin kembali berebut.


vaksin az diy


PENGALAMAN VAKSIN AZ (ASTRA ZENECA) 1

Saya bersyukur bisa ikut vaksin dari Kadin ini karena tak lama setelah itu, varian Delta mengamuk. Saudara dan tetangga depan rumah terinfeksi sekeluarga. Saya bertemu beberapa orang yang beberapa hari setelah itu menelepon saya dengan panik untuk menanyakan kondisi saya karena mereka telah positif. Alhamdulillah saya sehat. Sebelumnya saya sempat membaca anjuran menggunakan masker double dari seorang dokter. Saya tidak ingat dokter siapa, tapi yang jelas itu sebelum kampanye masker double digencarkan pemerintah, termasuk melalui teman-teman blogger. Dan di dua pertemuan saya dengan mereka yang kemudian bikin panik itu, hanya saya dan anak saya yang menggunakan masker double.

Saya menemukan formulir pendaftaran vaksin Kadin ini di twitter. Tadinya saya ragu karena saya juga sudah WA sebuah rumah sakit swasta untuk minta solusi tentang surat keterangan bekerja yang tidak saya punyai. Banyak yang menyarankan bikin saja abal-abal karena penyelenggara tak akan sempat cek. Saya tidak mau melakukannya karena ingin sehat dengan cara yang diridhoi Allah SWT. Tapi setelah saya pikir, tak ada salahnya mencoba mendaftar juga di tempat lain karena antrian di rumah sakit tersebut sudah sampai Agustus, sedangkan saat itu masih Juni.

Vaksin di JEC sudah berlangsung beberapa hari dan saya belum mendapatkan undangan. Rupanya memang Dinkes DIY standby di lokasi vaksin selama 1-2 minggu tapi penyelenggaranya berganti tiap 1-2 hari. Mungkin supaya efisien bagi Dinkes dalam menata perangkat vaksin dan penempatan nakesnya.

Ini sekaligus bisa menjadi tips buat teman-teman yang sampai sekarang belum vaksin di Jogja. Follow akun Dinkes DIY. Pantau sedang ada vaksin massal di mana. Lihat bekerjasama dengan pihak mana, lalu cari akunnya untuk mendaftar secara online lebih dahulu karena ada pembatasan kuota.

Tak dinyana, undangan tersebut datang juga pada waktu subuh! Saya bisa vaksin hari itu juga jam 09.00,-. Saya buru-buru bersiap. Terlebih dahulu print lembar skrining, mengisinya, mandi, sarapan, lalu berangkat. Saya sarapan cukup bergizi, yaitu sandwich telur, lalu minum vitamin D dan B kompleks. Saya juga membawa minum dalam botol kecil dan mengenakan kaos lengan pendek di balik jaket supaya mudah disuntik. 

Sampai di JEC, suasana sudah ramai. Rupanya ada giliran pagi yang didominasi karyawan minimarket dan pabrik yang datang berombongan menggunakan bus. Peserta perorangan berdatangan bersamaan dengan saya. Kursi pun langsung penuh. Yang tidak kebagian kursi, termasuk saya, memilih bersabar dan duduk di lantai untuk menghemat energi karena tensi kami harus bagus jika tidak mau ditolak atau kerepotan harus bolak-balik jika tensi tinggi. Tak ada yang berusaha merangsek, berdesakan atau bahkan dorong-dorongan. Semua sadar harus menjaga jarak. Tapi itu tidak lama. Beberapa menit kemudian, datang sebuah truk membawa kursi untuk kami. Panitianya sangat profesional. Patut diacungi jempol.

Dari hasil skrining, tensi saya 130/95. Agak tinggi ya, karena batas atas tensi normal orang dewasa itu 120/80 sehingga sempat ditanya nakes apakah memang biasanya tinggi. Tapi masih kategori aman untuk vaksin, jadi boleh lanjut. Buat orang yang sudah pernah operasi cesar dan operasi-operasi yang lebih ringan lainnya, suntik vaksin tersebut nggak berasa lah. Hahaaa .... Yang saya khawatirkan adalah KIPInya, benarkah seperti kata orang-orang?

Selesai suntik, kami didata sekaligus menunggu reaksinya. Karena tidak ada masalah, boleh langsung pulang dengan diberi bekal 2 tablet paracetamol. Sesampainya di rumah, saya mandi keramas karena barusaja satu ruangan dengan banyak orang, makan, minum CDR lalu istirahat dengan harap-harap cemas menunggu KIPI. 

Ternyata, yang ditunggu datang berupa kaki yang dingin dari telapak sampai lutut. Badan tetap segar dan tidak ngantuk. Bekas injeksi juga tidak pegal. Tapi ketika malam mulai larut, saya minum juga paracetamolnya karena saya butuh tidur. Paginya, saya bangun dengan perasaan dan badan yang fit. Jadi, tak perlu overthinking setelah vaksin. KIPI tidak usah ditunggu.

Baca: Rekomendasi Bahan, Pola, Tutorial dan Cara Membuat Masker Kain


PENGALAMAN VAKSIN AZ (ASTRA ZENECA) 2

Pelaksanaan vaksin 2 sempat ditunda 1 minggu karena pindah tempat ke UPN. Saya tidak mendapat undangan, tapi sudah ada pengumuman di akun IG diskopukm_diy untuk tetap datang. Untuk mempercepat proses, kami diminta untuk mengisi formulir pendaftaran dan membuat QR Code secara online sebelum datang ke lokasi. QR code ini digunakan untuk daftar ulang di lokasi vaksin. Tinggal scan, langsung masuk deh. Cara ini bagus diterapkan di semua event vaksin. Memang masih ada yang tidak paham, tapi kan tidak semua dan bisa dibantu petugas.

Saya datang pas acara dimulai. Peserta sudah banyak yang hadir tapi semua duduk. Saya kok merasa jumlahnya tidak sebanyak vaksin 1 ya? Panitia di UPN sama profesionalnya dengan yang di JEC hanya vibe-nya yang beda. Kalau di JEC serasa diatur EO, kalau di UPN diatur satpam kampus. Kalau di JEC kami diperlakukan sebagai pengusaha, di UPN diatur seperti mahasiswa. Heheee ....

Suasana vaksin 2 ini bener-bener santai hanya butuh waktu setengah jam untuk selesai. Mungkin benar, peserta tidak sebanyak vaksin 1. Mungkin sudah ikut vaksin 2 di hari sebelumnya atau di tempat lain. Yang tegang adalah sewaktu ambil tensi. Saya dan nakes sama-sama tegang tapi kemudian kami tertawa bersama. Yak, tensi saya 155! Sampai saya tidak lihat lagi tensi bawahnya, yang penting lolos. Hahahaaa. Kok bisa tensi saya setinggi itu? Saya ingat-ingat, sebelum berangkat saya minum kopi! Pantas saja!

Sesampai di rumah, saya mandi dan keramas, makan, serta minum vitamin D, B kompleks dan CDR dalam waktu tidak bersamaan. Sewaktu sarapan saya lupa tidak minum vitamin. KIPI vaksin 2 ini terpusat di bekas suntikan. Sempat pegal. Lalu saya ikuti sebuah tips dari @afrkml, seorang ners profesional di twitter. Lengan saya gerakkan terus dan saya oles dengan air es. Paracetamol tidak saya minum. 5 hari setelah itu barulah agak lemas dan ngantuk terus. Entah itu KIPI atau memang hawanya aja yang bikin ngantuk.


SERBA SERBI CERITA VAKSIN DI SEKITAR

Saat ini, vaksin mudah ditemui dimana-mana termasuk dekat rumah. Tapi kami tidak merasa rugi dulu pernah ngoyo berburu, bahkan di lokasi yang jauh dari rumah. Mungkin itulah yang menyelamatkan kami selama ini. Sebagai manusia, kami merasa wajib berikhtiar secara maksimal. Sudah vaksin memang bukan jaminan tidak positif. Kakak kami positif justru setelah vaksin. Tapi berkat vaksin pula, kakak kami yang sudah masuk usia lansia bisa bertahan.

Dengan banyaknya lokasi dan kuota vaksin, ternyata yang rewel pun masih banyak. Ada yang sibuk menanyakan jenis vaksin. Sekarang sudah ada sinovac, sinopharm, astra zeneca, moderna dan pfizer. 2 bulan lalu tetangga ada yang tidak mau vaksin dan dengan tinggi hati mengatakan menunggu moderna. Sekarang moderna sudah ada, tetap tidak mau karena testimoni KIPI lebih berat dari AZ. Pengalaman saya dulu, testimoni beberapa orang tidak dapat dijadikan patokan jika yang vaksin jutaan orang. Tapi yang namanya orang rewel, ya semua diributkan.

Ada juga yang tidak mau vaksin 2 karena vaksin 1 KIPInya lumayan. Sayang, ya. Padahal beliau sudah biasa imunisasi anak-anaknya, kira-kira sama lah kalau pakai meriang. Ada juga pakai senjata pamungkas tidak kemana-mana kok, di rumah saja, jadi tidak perlu vaksin. Nah, alasan terakhir nih kebanyakan dilontarkan ibu-ibu yang sudah senior. Padahal ya bu, di rumah saja tetap bisa kena karena virus dibawa pulang oleh anggota keluarga yang keluar rumah, entah untuk bekerja atau belanja.

Setelah vaksin lengkap, apakah kami akan aman? Sekali lagi, Allah SWT maha besar. Apapun bisa terjadi. Yang penting kami sudah berusaha. Selanjutnya, patuh dengan prokes yang sudah ditetapkan pemerintah. Tidak usah menawar kecuali keadaan darurat. Keinginan-keinginan yang nggak penting itu tidak sepadan dengan resiko yang bakal kita dan keluarga kita tanggung. Apalagi pemilik usaha kecil begini, yang kalau sampai sakit tidak ada pemasukan, jadi harus benar-benar jaga diri. Semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah SWT.


Post a Comment

0 Comments