Bertetangga Adakah Aturannya?

Dengan wajah segar, baju rapi, sepatu hak tinggi mengkilat dan tas besar berisi bermacam-macam benda dari mulai dompet, bedak sampai novel bertengger dipundak, saya bersiap pergi. Terburu-buru saya mengunci pintu rumah supaya bisa menyelesaikan semua urusan sebelum maghrib.

tetangga
Photo by Dhyamis Kleber from Pexels

Dan teronggoklah disana! Tumpukan bongkaran tembok rumah, tepat dijalan masuk carport saya. Bekas tembok itu masih berupa bongkahan-bongkahan besar yang mustahil bisa dilewati mobil van saya. Dengan kesal saya kembali masuk kerumah, meletakkan tas dan berganti sandal jepit. Dengan tangan telanjang saya angkat bongkahan itu satu persatu. Astaga, ternyata masih tertancap paku-paku besar. Bisa koyak ban mobil saya. Alhasil, tangan saya lecet terkena permukaan kasar bongkahan-bongkahan itu dan celana saya penuh debu. Setelah membenahi diri, saya bersiap pergi lagi. Setelah beberapa kali mencoba, ternyata bongkahan-bongkahan kecil yang masih tersisa tidak bisa saya lewati. Dan alangkah terkejut bukan main, sementara saya berbenah lagi tadi, ternyata tumpukan bongkaran tembok bertambah sampai keujung jalan. Saya menyerah, tidak jadi pergi.

Tentu saja tidak ada maksud penimbun tersebut, yang ternyata tetangga dekat, untuk menimbulkan berbagai kekacauan. Selain saya tidak bisa keluar, tetangga lain yang pulang kerja juga tidak bisa kembali kerumahnya. Akhirnya diadakan kerja bakti mendadak untuk meratakan jalan ditengah hujan dan cahaya remang karena sudah mulai malam.

Tetangga adalah orang terdekat kita, dan lebih bisa kita andalkan daripada saudara sendiri yang tinggal jauh dilain kota, pulau bahkan negara. Batasan dengan tetangga cukup unik, karena kita harus memelihara kedekatan sekaligus menghormati privacy masing-masing. Kapan kita harus mendekat dan menjauh sering sangat tergantung dengan kepekaan kita. Jika kita bisa mendekat disaat tepat, kita akan merasakan manfaatnya jika mengalami kesulitan. Jika kita mendekat disaat salah, bisa menimbulkan kesalahpahaman dan akibatnya kita bisa kehilangan orang yang paling bisa kita andalkan. Jika kita menjauh disaat tepat, tetangga akan merasakan kenyamanan. Tapi jika kita menjauh disaat salah, kita bisa dianggap tinggi hati. Namun demikian, sebenarnya ada tidak sih hukum yang mengatur kehidupan bertetangga?

Secara hukum, hanya ada hukum perdata yang mengatur tentang hak milik atas benda / barang. Ini diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, buku kedua, bab IV tentang hak dan kewajiban antara para pemilik pekarangan yang bertetangga. Ini merupakan warisan Hindia-Belanda dan sebagian sudah diatur terpisah misalnya, Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria dan Undang-undang N0. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Jadi secara hukum perdata, tidak ada yang mengatur tentang hubungan antar tetangga selain hak milik atas benda / barang.

Namun demikian dalam hukum syariah Islam, malah ada tuntunan tentang kehidupan bertetangga: “Senantiasa Jibril berpesan kepadaku tentang (hidup) bertetangga, sampai aku menyangka bahwa dia tetangga akan mewarisi tetangganya.” (HR. Bukhari-Muslim). Ketahuilah saudariku, berbuat baik terhadap tetangga adalah bukti keimananmu kepada Allah. Dan tidak akan sempurna keimananmu sebelum engkau mencintai tetanggamu sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri. Engkau menginginkan kebaikan bagi mereka sebagaimana engkau menginginkan kebaikan pada dirimu sendiri, merasa bahagia ketika mereka bahagia dan merasa sedih ketika mereka merasa sedih. Hukum yang sungguh mulia ini sayangnya dikalahkan oleh banyak sebab. Sebab terlalu sibuk diluar rumah, sebab kesenjangan ekonomi, sebab perbedaan latar belakang budaya, sebab kefanatikan politik dan sebab-sebab lain yang menjauhkan kita dari memuliakan tetangga.

Akhirnya, kenyaman hidup bertetangga memang tergantung adaptasi kita. Kemampuan kita menyampaikan pendapat dan keingingan kita tanpa membuat para tetangga tersinggung memang seni tersendiri. Contoh kasus saya tadi samasekali bukan contoh yang baik dari pernyataan diatas, karena tangan saya lecet, celana saya kotor dan saya tetap tidak bisa pergi. Jika saya termasuk tetangga yang mampu beradaptasi dengan baik tanpa pandang bulu, kemungkinan saya akan mengetahui rencana penimbunan ini. Saya juga bisa menganjurkan untuk menimbun di jam lain mengingat si penimbun tersebut hanyalah orang sederhana dan bermaksud baik menimbun lubang jalan, namun kurang memahami jam-jam sibuk warga keluar masuk kompleks.

Post a Comment

2 Comments

  1. Alhamdulillah tetangga di dikomplek kami cukup toleran, jadi tidak sampai terjadi masalah (berat) seperti yang ibu, namun kami pernah bermasalah dengan angkot yang parkir di depan rumah. Bagaimana tidak, saat pulang kerja malam beberapa angkot seenaknya parkir di depan rumah, trus bagaimana saya bisa memasukkan mobil ke garasi...? parahnya lagi sopirnya tidak ada... halah...

    Akhirnya dibantu tetangga mobil itu kami dorong rame-rame, terbayang kan susahnya, apalagi mobil dalam keadaan terkunci dan direm tangan..

    Besoknya jalan depan rumah kami portal...!!!!

    ReplyDelete
  2. Hihihiii... untungnya tetangga baik-baik mau bantuin.

    ReplyDelete

Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.

Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)