Ibu, Cinta Tiada Akhir

Kurang dari sejam deadline ngeblog bareng Hari Ibu KEB, masih belum punya ide akan menulis apa tentang ibu. Tapi melihat apa yang diharapkan oleh ibu saya dan apa yang saya harapkan pada anak-anak saya, kurang lebih sama, seorang ibu tidak ingin anak-anak seperti dirinya, melainkan lebih baik dari dirinya. Sayangnya, kadang anak-anak justru menggunakan si ibu sebagai ukurannya, bahwa ibu saja tidak harus hebat sangat, mengapa dirinya harus?

cinta ibu
Photo by Liv Bruce on Unsplash

Banyak polemik tentang Hari Ibu yang menurut sebagian pihak seharusnya tidak dikaitkan dengan ibu melainkan perempuan pada umumnya karena inisiatifnya memang berasal dari konggress perempuan. Bagi saya, itu tak soal sama sekali, karena ibu pun tidak selalu menggambarkan seseorang yang kerjanya hanya bermanis-manis, berlembut-lembut dan pasrah saja. Ibu adalah kekuatan. Pancaran kekuatan tidak selalu digambarkan dalam kekuatan fisik atau kepandaiannya bersilat lidah, melainkan juga dari kasih sayangnya. Pejabat yang berurusan dengan KPK pun harus bersimpuh di kaki ibunya yang rapuh untuk mendapatkan kekuatan.

Ibu atau perempuan merayakan harinya bukan semata-mata karena ingin dihargai tapi memang dirinya sudahlah berharga. Dari seorang ibulah penerus bangsa ini lahir. Seorang ibu tak lantas hebat hanya karena bisa melahirkan tapi juga apa yang dilakukannya setelah melahirkan anak-anak itu. Mampukah dia melindungi anak-anaknya dan memberi mereka yang terbaik untuk menghadapi jamannya kelak?

Apakah menjadi ibu yang baik sudah cukup? Jika dikaitkan dengan ide Hari Ibu itu sendiri tentulah sama sekali tak cukup. Ide peringatan itu adalah untuk mengajak perempuan tidak egois, mementingkan keluarganya sendiri lalu sudah merasa hebat. Ide peringatan tersebut adalah mengajak perempuan untuk menengok keluar pagar rumahnya, melihat jika ada yang perlu dibantu sesuai dengan jamannya. Jika jaman dulu yang diperlukan adalah mengangkat senjata, maka jaman sekarang lebih ke kepedulian sosial.

Seorang perempuan dapat menjadi ibu bagi lingkungannya sesuai dengan kemampuannya. Ibu saya misalnya, yang penyuka kerajinan, memberi contoh bahwa ikut-ikutan pun bisa membantu. Dari ikut-ikutan tersebut, ibu saya sudah beberapa kali mengajari membaca orang-orang dewasa yang buta huruf dan melatih ketrampilan ibu-ibu pengungsi gunung Merapi. Ibu saya yang pemalu, tidak bisa menaiki kendaraan apapun dan jarang sekali bepergian jauh seorang diri, bisa menunjukkan keibuannya dengan cara yang menurutnya hanya ikut-ikutan. Tapi bagi saya, itu luar biasa karena saya sendiri jarang meluangkan waktu untuk orang lain yang tak dikenal, yang sedang membutuhkan bantuan.

Dari ibu saya, saya belajar bahwa kekuatan seorang perempuan bukan hanya terletak dari kata-kata yang galak dan tindakan-tindakan yang berani tapi juga pada kasih sayang dan keikhlasan. Selamat Hari Ibu.

Post a Comment

4 Comments

  1. iya betul, ibu adalah sumber kekuatan :)
    ibunya mak lusi itu ikut-ikutan gimana maksudnya, mak?

    ReplyDelete
  2. pada intinya sesuai dg ini kan, Mak. Be Yourself Women. ;)

    ReplyDelete
  3. khas mak Lusi, yang penuh power dalam tulisannya, happy mother day ya mami Lusi sayang, kangen pengen Kopdar lage sama kamu #pelukk

    ReplyDelete

Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.

Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)