Ijin Memposting Foto
Pada suatu siang yang terik, teman saya parkir di depan sebuah pabrik milik salah satu taipan di Batam. Daripada bosen karena sedang tidak melakukan apa-apa, teman saya pun iseng jeprat jepret dengan kameranya. Tiba-tiba dalam sekejap mobil sudah dikepung satpam. Teman saya pun dibawa di pos satpam, diminta menunjukkan KTP, ditanyai dari media mana dan diminta menjelaskan maksudnya memotret. Teman saya itu hanya bengong dan menjawab tergagap-gagap, tak menyangka kegiatan isengnya itu mendapat respon serius. Setelah yakin bahwa teman saya itu hanya makhluk yang sedang bosen, dia pun dilepas dan diminta segera meninggalkan area tersebut. Tak lupa, mereka minta (dengan paksa) agar foto bilboard pabrik mereka dihapus dari kamera lebih dulu.
Sepenting apa sih meminta ijin untuk memotret itu? Masa motret papan nama pabrik saja bisa jadi masalah begitu?
Setelah membaca group-group fotografer, saya jadi tahu bahwa yang menjadi masalah bukan hanya penting atau tidaknya obyek yang difoto tapi kesediaan pemilik obyek tersebut. Bisa saja obyek yang kita kira tidak berarti bisa berbuntut panjang.
Bagi yang suka jalan-jalan kuliner seperti saya, memotret obyek sebelum dimakan itu wajib hukumnya. Selama ini belum pernah saya mendengar ada pemilik restoran yang keberatan jika kita memotret meski tanpa ijin. Bagi mereka, justru ini merupakan promosi dari mulut ke mulut yang bagus. Yang sering keberatan biasanya yang menyangkut design. Saya pernah masuk ke toko baju yang menempelkan larangan memotret baju-baju yang sedang dipajang.
Masalah bisa menghampiri misalnya, sudahlah memotretnya tanpa ijin, mengkritik habis-habisan pula di blog. Memang, berkata jujur adalah hak kita dan meminta pelayanan maksimal adalah hak konsumen. Tapi, jika itu menyangkut bisnis seseorang, kita tidak bisa seenaknya menuliskan hal-hal negatif. Kalau bisnis mereka hancur karenanya dan mereka tidak terima, kita bisa dituntut dengan pasal pencemaran nama baik, fitnah dan sebagainya.
Foto candid itu keren kan, kita bisa merekam adegan senatural mungkin. Efeknya luar biasa terhadap hasil foto. Tapi bolehkah kita memotret wajah orang diam-diam lalu mempublikasikannya? Para fotografer itu mengatakan bahwa kalau minta ijin dulu, namanya bukan candid dan hasilnya pun tidak dramatis lagi. Tapi mereka juga menyarankan, jika tujuannya untuk dipublikasikan, hendaknya kita minta ijin setelah candid dilakukan. Pak tani merenung di dangau sawahnya adalah obyek yang bagus untuk candid. Tapi untuk dipublikasikan, hendaknya kita hargai privacy-nya, sekalipun ia tak paham apa itu privacy dan apa itu internet.
TV asing yang melakukan candid sudah banyak yang melakukan itu. Dalam satu frame bisa saja salah satu orang disana tidak setuju wajahnya muncul di TV, maka wajah itu ditutup / di blur. Bahkan di negara tertentu, kita tak boleh sembarangan memotret anak orang lain meski lucu karena negara tersebut melindungi anak-anak dari kemungkinan pedofilia.
Pernah lihat acara TV Street Food di Nat Geo People. Di akhir acara, pembawa acara selalu mengajak orang-orang disekitarnya selfie dan menjelaskan dulu bahwa itu akan diposting di blognya. Sebagai blogger keren, kita seharusnya begitu juga, meminta ijin jika memposting foto orang lain. Kalau toh copas, ambillah foto yang telah beredar secara terbuka di internet, misalnya melalui blog mereka dan cantumkan link hidup. Jangan ambil foto teman dari media sosial yang tertutup tanpa ijin, misalnya dari facebook, path atau profile picture di BlackBerry atau Whatsapp.
Ada atau tidak ada peraturan tentang memposting foto tanpa ijin, etika tetaplah dijaga.
19 comments for "Ijin Memposting Foto"
Ntar ah nunggu mood lagi nulis lagi komen yg tadi. -____-
Ahhh, panjang bener, nanti tak posting juga ahhh *nyontek apa terinspirasi ya msk Lus?* tetinspirasi tulisanmu saja yaa!!! *maksa :v :v
Kalau di tempatku sini, emang masih rawan untuk foto2, karena kayaknya masih ketat. Di imigrasi aja ada icon kamera dicoret, tandanya ga boleh motret2.
Pas ke pasar, aku motret2 candid. Eh ndilalah ada pedagang yg marah2 gara2 aku motoin tokonya. Padahal tokonya lucu, dia jual pernak-pernik aksesoris yang dipakai untuk baju tradisional Kurdistan. Abis itu aku tutup deh kameranya langsung ngibrit. Eh pas di tukang bawang, penjualnya malah minta difotoin. Padahal aku masih deg2an gara2 yg tadi marah2, ternyata yg ini malah minta difotoin.
Ada lagi kantor partai di sini, dijaga sama tentara lengkap dengan laras panjangnya. Kantor itu seberang2an sama rumah makan. Suamiku sama temen2nya lagi makan di situ, terus salah satu temen suami motret ke arah luar pake hape doang. Disamperin dong sama tentaranya. Ditanya2in untuk apa terus dipaksa suruh apusin fotonya.
Pernah juga aku ke resto di sini, aku fotoin pelayannya. Pelayannya seneng, terus dia minta liat. Pelayannya ini udah bapak2 loh ya, tapi ramah. Abis dia liat fotonya, dia minta fotonya dihapus.
Nah, yang ini di Indo. Di Solo. Di salah satu mal, sebut aja Paragon, hahahaha. Aku lagi makan sama keluarga di sana. Karena lama datengnya makanannya, jadi aku ke dalam mal deh moto2in apa yang ada. Aku bawa kamera dslr ke sana. Lagi enak2 nyari spot, eeeh disamperin satpam. Ditanyain aku dari mana, udah minta ijin apa belom. Hadeeuuhh...
Itulah mak, makanya aku sekarang jarang foto2 di sini. Ya karena itu tadi, mereka masih belom siap terkenal. EKekkekek. Alesan aja. :D
Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.