Ngayogjazz 2014, Jazz Harus Live
Disclaimer dulu ya, saya ke Ngayogjazz 2014 ini sendirian. Merugilah yang nggak mau nemenin saya wkwkwkkk....
Promo Ngayogjazz sangat gencar di berbagai media. Respon dari masyarakat juga sangat antusias, jadi penasaran seperti apa. Ini adalah pertama kalinya saya mendengar tentang Ngayogjazz meskipun infonya adalah gelaran ke-7 (?). Rencananya Ngayogjazz disenggarakan hari ini, 22 November 2014 jam 09.00-22.00 di Brayut, Pendowoharjo, Sleman, DIY. Kalau masih muda sih kuat ya ngetem seharian disana. Heheee.... Tapi ndilalah saya sudah ibu-ibu, jadi banyak kewajiban yang harus diprioritaskan dan saya memang sangat jarang keluar rumah diatas maghrib.
Saya berencana datang jam 09.00, mruput biar kebagian lebih banyak karena jam 13.30 harus sudah cabut. Ternyata setelah umbah-umbah dan mampir sana-sini, barulah jam 10.30 menuju TKP. Dengan bekal peta resmi, saya menuju TKP lewat rute Jejamuran. Namun, dasar kepo sendirian, saya sempat nyasar parkir di acara kantor Kelurahan Pendowoharjo. Wkwkwkkk.... Sebenarnya tanpa memelototi peta, mudah kok mencapai venue karena panitia memasang spanduk sejak dari Jogja. Mendekati arena, makin banyak panitia yang standby.
Saya suka musik, tapi bukan fanatik jazz karena suka macam-macam musik. Saya tidak terlalu suka recorded jazz. Bagi saya, jazz hanya bisa dinikmati jika live. Apapun lagunya tidak masalah, pasti bisa menikmati.
Tapi Ngayogjazz ini unik sekali karena mengokupasi satu dusun untuk dijadikan arena pertunjukan. Yang dibutuhkan bukan hanya kepala dusun, bahkan kepala desa yang visioner dan suka musik, tapi juga ibu-ibu yang ikhlas halaman rumahnya dimasuki mbak-mbak ber-rok minim penjual kopi dan rokok, serta simbah-simbah yang diganggu kebisingan. Dan itulah yang terjadi, lima panggung disebar dan semua jalan difungsikan sebagai penghubung. Panitia juga merangkul penduduk untuk ikut serta atau membuka stan makanan. Saran untuk pelaksanaan tahun depan, penduduk dianjurkan untuk menjual makanan khas dengan meminimalkan makanan instan seperti mie instan dan minuman-minuman sachetan. Supaya penduduk bersemangat, pengunjung dilarang saja membawa makanan dari luar seperti jika nonton bioskop.
Meski lebih siang dari rencana, ternyata parkiran masih selo sehingga tidak perlu berjalan jauh ke arena. Ketika saya pulang, waaah... parkir mobil sudah sangat panjang. Menurut informasi penduduk, pengunjung akan mulai padat pada jam 15.00. Brayut sudah dua kali jadi lokasi Ngayogjazz. Saya tidak setuju dengan saran panitia supaya yang cewek-cewek tidak terlalu fashionable, supaya pakai sepatu kets, bawa mantel bukan payung, dan sebagainya. Hahahaaa... Cewek punya sejuta cara untuk survive dengan penampilan yang tidak nyambung dengan lokasinya. Biarkan saja, yang penting percaya diri.
Pengunjung siang campur-campur, ada anak-anak, anak sekolah, mahasiswa, bapak-bapak PNS, bahkan ibu-ibu arisan pakai wedges. Semua tampak happy dan menikmati. Musik memang tidak untuk dimengerti tapi dinikmati.
Pengunjung siang campur-campur, ada anak-anak, anak sekolah, mahasiswa, bapak-bapak PNS, bahkan ibu-ibu arisan pakai wedges. Semua tampak happy dan menikmati. Musik memang tidak untuk dimengerti tapi dinikmati.
Ketika saya datang sudah ada yang mulai tampil, menyanyikan lagu-lagu yang akrab di telinga, Route 66, Stardust dan All About The Bass. Sementara panggung lain menampilkan jazz instrumental dan ngejam. Penampilnya perfect semua sih menurut saya. Suka banget. Pembukaan resminya dilaksanakan secara sederhana dengan lagu-lagu kocak pak Sujud dari Tedjo Badut yang merupakan idola anak-anak Jogja jaman dulu.
Jaman sudah jauh bergerak dari masa muda saya dulu tapi penggemar live jazz Indonesia, setidaknya yang disana tadi, tetap malu-malu, pada nonton dari pinggir semua. Hahaaa.... Saya sih langsung ke depan tengah bersama 2-3 fotografer. Beberapa detik kemudian baru deh pada ikut merapat. Masa kalah cuek sama ibu-ibu, ya?
Keuntungan datang pagi atau siang adalah bisa melihat dengan jelas semua venue dan bisa memfoto suasana desa. Dalam perjalanannya pun bisa melihat pemandangan sawah menghijau, meski sempat takut juga karena sepi dan sempit waktu pulangnya. Disana masih banyak pohon besar, jadi tidak panas. Hanya saja musisi-musisi Indonesia ternama seperi Syaharani (bukan Syahrini ya), Balawan, Dewa Bujana dan sebagainya dijadwalkan malam.
Ngayogjazz identik dengan basah-basahan hujan tapi sepertinya tidak malam ini. Semoga cerah sampai selesai. :D
21 comments for "Ngayogjazz 2014, Jazz Harus Live "
Seru deh mak baca repoertasenya. :)
Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.