Melawan Rasa Demi Promosi
Berjuta-juta cara berpromosi, akan saya ambil satu butiran saja yang mungkin pernah teman-teman alami. Sosial media sekarang menjadi sarana utama untuk berpromosi, entah itu promosi brand, jualan iseng-iseng, citra diri, gerakan, ide dan sebagainya. Karena awalnya dimaksudkan sebagai media untuk bersosialisasi, maka ketika itu gunakan untuk keperluan lain, cara yang dianggap efektif adalah membaurkannya dengan aktivitas sosial pemilik misi tersebut.
Karenanya, kita pun memperluas jaringan agar kita bisa memasukkan konten promosi ke dalam pergaulan kita. Sayangnya tak semua orang dalam jejaring kita bisa "klik" dengan kita. Perbedaan cara pandang menjadi krusial jika diekspresikan berdasarkan karakter atau budaya masing-masing. Ada yang bisa melontarkan pendapatnya dengan baik, ada yang tidak peduli karena media sosial dianggap berbeda dengan lingkungan warga.
"Di socmed nggak usah terlalu seriuslah." Begitu yang sering kita dengar.
Tak terhitung jumlah orang jutek (menurut kita) yang datang dan pergi di media sosial. Itu saya beri tanda kurung karena jutek menurut kita, mungkin saja justru sikap yang paling benar menurut orang yang bersangkutan.
Ada dua macam penggiat sosial media yang punya potensi ngetop, yaitu karena keahliannya atau malah sebaliknya karena kesongongannya (Tolong kata yang tepat dalam bahasa Indonesia-nya apa ya?) Drama dimulai ketika yang kita butuhkan untuk promosi ternyata orang yang songong dan belagu.
Misalnya, memfollow akun instagram seleb alay yang sedang ngehits saat ini demi promosi karena kebetulah produk kita pas dengan gaya hidupnya. Walaupun seleb tersebut narsisnya minta ampun dan komentar followersnya juga tidak menyenangkan, tapi kita tetap memberikan tanda love merah agar akun yang kita promosikan terlihat oleh pengikutnya yang ribuan itu.
Kalangan pedagang mengatakan, jualan produk dan jasa itu beda dengan menawarkan idealisme. Sasaran promosi jualan produk dan jasa adalah gaya hidup dan daya beli, karakter pembeli penting juga tapi untuk tahap selanjutnya, yaitu pelayanan dan kustomisasi.Karena itu dalam berpromosi:
1. Pisahkan akun pribadi dengan akun usaha. Ketika capek mentoleransi akun yang tidak mengenakkan tersebut, kita bisa punya waktu untuk gaul dengan teman-teman yang kita sukai.
2. Pilih akun yang tepat untuk produk atau jasa kita. Jadi, meskipun kita tidak suka dengan karakternya, setidaknya kita mendapat manfaat darinya.
3. Jangan pakai perasaan. Contohnya seperti akun instagram tadi, cukup scroll dan tab 2x foto yang sepintas bagus. Tak perlu berlama-lama membaca komentar-komentar disana karena akun yang pemiliknya tidak menyenangkan sering jadi sasaran ejekan.
Pemilik usaha banyak juga yang berpendapat, "Ah, nggak segitunya kali. Buat apa follow akun-akun seperti itu?"
Nasehat teman saya ini mungkin bisa jadi pertimbangan bahwa yang utama dari memiliki usaha itu adalah adanya pembeli. Jadi yang tabah aja. :D
15 comments for "Melawan Rasa Demi Promosi"
Skrg sy jg males sm org yg suka nyinyir di sosmed..
Klo ga suka ya udah, ga usah diliat or ga usah dikomen..
Meh belajar olshop sama Mbak Lusi ^_^
Eh, ini pake blogspot, Mbak? Enaknyaaaa...
Bw dari hape soale :D
Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.