Makan Plastik dan Rumah Bak Diterjang Tsunami

Makan plastik dan rumah bak diterjang tsunami adalah topik serius tapi malah jadi hiburan ketika kami menjenguk tetangga yang sakit.

rumah berantakan
Photo by PhotoMIX Company from Pexels

Tetangga kami, seorang ibu ditabrak oleh anak kuliahan yang barusaja bisa menyetir. Lantaran mobilnya matic dan refleksnya belum menyatu, dia panik ketika menabrak tetangga kami itu dan malah menginjak gas yang menyebabkan tetangga kami terlindas masuk ke kolong mobil. Tulang panggulnya patah sehingga harus dipasang pen yang cukup besar di panggul kanan kirinya, membuatnya seperti cyborg. Meski demikian, bahwa ibu tersebut tetap hidup adalah mukjizat yang luar biasa.
Ibu tersebut adalah seorang yang sangat ceria. Maka diatas ranjang dengan kondisi tak bisa bergerak, rombongan ibu-ibu yang menjenguknya malah saling mentertawakan susahnya menjadi seorang ibu. Suasana yang tadinya sangat miris mendengar cerita kejadian tabrakan itu, dengan cepat berubah penuh tawa.

Tugas para ibu dirumah makin hari makin absurd, apapun tambahan embel-embelnya selain sebagai ibu, entah pekerja, politikus, dokter atau WAHM. Ah, apalah itu, problem kami sama saja. Kami sama-sama kerja keras melalui hari demi hari agar kegiatan keluarga mengalir dengan baik.

Jika akhirnya keluarga sampai makan beras oplosan plastik, ibu-ibulah yang paling heboh. Seorang ibu yang menemukannya, ibu-ibu pula yang harus waspada. Kami juga terbengong-bengong menyadari bahwa ini bukanlah masalah baru. Berbulan-bulan lalu salah seorang ibu dalam rombongan kami pernah membuang sekantong beras berisi 5 kg, karena nasi yang lembek dan membuat sakit perut. Ibu itu membeli beras tersebut justru karena ingin mempersembahkan yang terbaik bagi keluarganya. Beras itu dipromosikan penjualnya sebagai beras kristal karena tampilannya yang bening dan putih seperti kristal. Harganyapun lebih malah dari beras biasa kualitas bagus. Yang mahal pastilah lebih bagus, kan? Ternyata yang mahal berakhir di tempat sampah. See, susah kan jadi ibu?

Cerita berkembang tentang lada yang dicampur semen dan bahan-bahan makanan lain yang makin mengerikan campurannya. Meskipun sudah memasak sendiri dari makanan pokok hingga camilan, nyatanya tidak bisa menjamin apapun. Para ibu harus memelototi tiap bentuk dan tanggal kadaluarsa mulai dari bahan mentah hingga matang. Para ibu harus berjibaku menghadapi para penipu dan penjahat makanan ini setiap saat.

Selain memasak, menjaga kerapian rumah adalah kewajiban yang menguras energi, mulai dari menyapu, mengepel, pertukangan ringan, ngutak-atik listrik sedikit dan sesekali jadi mekanik. Rumah kotor dan berantakan tidak saja membuat penghuninya mudah sakit tapi juga jadi omongan tetangga. Yang sedang hot sekarang adalah kasus penelantaran 5 anak itu. Dengan berkelakar kami saling mengingatkan untuk memunguti mainan anak-anak yang nyebar di lantai agar tidak ditangkap KPAI.

Punya anak itu tidak mudah tapi kita semua menginginkannya. Para ibu harus terus siaga, sambil ngomel-ngomel kadang eh seringnya, untuk memastikan si anak dan lingkungannya kondusif. Kalau si ibu capek atau bahkan sakit, hampir bisa dipastikan rumah akan berantakan.

Pembawa acara di TV menggambarkan  kondisi rumah penelantar anak tersebut sebagai "seperti habis diterjang tsunami". Bombastis, tapi kondisinya memang memprihatinkan. Saya punya beberapa kenalan dengan anak banyak seperti itu. Tekanannya luar biasa jika tidak ada kerjasama yang ekstra solid antara istri dan suami, terutama jika memutuskan tidak menggunakan jasa ART. Maka melihat si suami menjemur baju sampai berderet-deret termasuk diatas kap mobil diluar jam kerja itu adalah hal wajar. Sampai sekarang, ketika si sulung sudah kuliah, keluarga itu tetap bertahan dan bahagia.

Jika suami melakukan pembagian tugas yang saklek, yaitu suami mencari nafkah dan istri mengurus rumah, kebanyakan rontok di jalan, entah anaknya jadi nakal luar biasa karena kurangnya kontrol, sampai ke perceraian. Si ibu bagaimanapun punya batas energi untuk menjaga kesehatan fisik dan psikologisnya. Jika memang ada pembagian seperti itu karena karir suami yang melejit, ya harus mau mengeluarkan budget untuk membayar ART agar si istri tidak kehabisan energi mengurus banyak anak sekaligus kerapian rumah. Yang mengejutkan dari kasus penelantaran anak tersebut adalah ketika suami-istri gagal menghadapi tekanan secara bersama-sama. 

Bahwa kenyataan seperti itu ada, membuat kami menyadari bahwa para ibu jangan ragu untuk meminta bantuan jika kewalahan. Seorang ibu tak boleh menyerah terhadap tekanan dan membiarkan kewarasannya hilang.

Berkumpul dengan sesama ibu lalu mentertawakan beratnya tugas dan kewajiban masing-masing membuat sebagian rasa lelah hilang dan yang sakit parah pun bisa terhibur. Namun jangan lupa, berkumpullah seperlunya karena prioritas utama seorang ibu adalah keluarga, lalu pemberi pekerjaan, lingkungan sekitar rumah, baru kemudian lingkungan sosial lain.

Post a Comment

10 Comments

  1. Terima kasih sharingnya maklus, ngena banget...prioritas seorang ibu adalah keluarga, yup...setuju. Komunikasi yg utama ya mak, gmn caranya spy semua terhandle dgn baik.

    ReplyDelete
  2. innalillahi,lada dicampur semen???nelen ludah berkali,ngelus dada...
    kebayang jadi ibu,ada yang bisa menikmati ada yang sebaliknya,ngurus anak itu bikin ribet katanya...*hasil mengamati curhatan para tetangga hehehehe*

    ReplyDelete
  3. wah...memang ya seorang ibu jangan dianggap remen dia itu tonggaknya kehidupan keluarga dan harus serba bisa...semangatttt... :D

    ReplyDelete
  4. berkumpul sesekali untuk refreshing sering banget aku lakukan mbak, tapi kalau sudah terlalu banyak malah banyak pekerjaan rumah terbengkalai

    ReplyDelete
  5. Mba Lusi, postinganmu ini membuatku lega. Lega karena aku salah satu dari ibu yang selalu membutuhkan bantuan orang lain selain suamiku hihihiii.... "tak boleh menyerah pada tekanan dan membiarkan kewarasannya hilang"...

    ReplyDelete
  6. menjadi ibu itu harus jeli ya...melihat tgl kadaluarsa dulu sebelum membeli...kasihan keluarga di rumah jika ibu sampe mengabaikan hal ini T_T

    ReplyDelete
  7. jadi ibu atau istri emang harus jeli ya saat belanja di pasar, p[aling nggak harus jeli lihat tanggal kadaluarsanya...

    ReplyDelete
  8. lagi heboh banyak kasus ya kita. Dari beras plastik, yang barusan kata Kapolri dan BPOM tdk terbukti, terus penelantaran anak yg juga bikin miris ..... semua jadi bumbu cerita di masyarakat... Semoga kita tdk mengalami hal yg negatif..

    ReplyDelete
  9. Meski pro dan kontra kayaknya punya ART itu penting bagi saya, si ART yang mengurus rumah. Sedangkan saya ngurus anak dan mengatur kebutuhan rumah. Dulu pernah ngga punya ART, malah sering bertengkar sama suami karena badan lelah jadi gampang emosi.

    ReplyDelete
  10. Tugas perempuan ketika menjadi ibu memang sungguj berat. Memang alangkah baiknya kalau kaum lelaki sungguh2 bisa memahami ini jd bisa bekerja sama dgn baik. :)

    ReplyDelete

Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.

Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)