Mengadopsi 5S Jepang Untuk Beresin Rumah
Sudah lama pengin nulis tentang mengadopsi 5S Jepang untuk beresin rumah.
Masalahnya, saya tak punya foto yang pantas untuk dijadikan contoh, sedangkan saya berusaha sebisa mungkin menggunakan foto sendiri. Lha kenapa kok nggak punya foto yang pantas? Sebabnya yaaa... karena males beres-beres rumah. Heheheee.... Mendingan disuruh umbah-umbah deh daripada bersih-bersih. Wkwkwkkkkk.... Tapi sekarang sudah tak tahan lagi. Ya sudah ditulis saja.
Okey seriously, saya sudah menuliskan kegelisahan tentang persoalan beres-beres rumah ini secara implisit di postingan lalu, setelah peristiwa penelantaran anak dosen karena kedua orangtuanya kecanduan narkoba. Beberapa hari lalu kembali persoalan rumah yang seperti habis diterjang tsunami ini muncul bersamaan dengan investigasi tewasnya Engeline.
Seakan rumah yang berantakan dijadikan semacam indikasi bahwa si ibu secara psikologis tidak mampu membesarkan anak.
Wah gawat!
Berada dalam roda kehidupan yang masih melaju kencang seperti ini, rasanya berlama-lama ngurus rumah itu bukan prioritas. Prioritas utamanya adalah yang penting aktivitas keluarga menggelinding. Bersih-bersih bisa dilakukan di sela-sela kegiatan tersebut, bisa pagi, siang, sore atau malam. Tiap ada tamu datang, adegannya akan sama seperti film-film keluarga Hollywood itu, yaitu lempar semua printilan ke kamar sehingga dalam sekejap, voila, ruang tamu cling!
Beda halnya dengan rumah orangtua kita yang aktivitasnya tidak lagi segencar keluarga anak-anaknya yang masih produktif. Maka tak salah jika anak-anak senang ke rumah eyang-eyangnya (terutama eyang-eyang putri / adik-adik ortu) karena rumahnya pasti bersih, adem dan asri.
Untuk menangkis tuduhan tidak mampu membesarkan anak berdasarkan berantakan atau tidaknya rumah itu tidak bisa dibebankan pada si ibu saja. Tidak akan kuat. Harus ada bantuan. Jika tidak terlalu sibuk, pasutri bisa saling bantu. Jika sama-sama sibuk, bisa membayar ART. Tapi bagi yang sibuk dan mau ngirit seperti saya ini, apa yang harus saya lakukan?
Ketika masih kerja di pabrik dulu, karyawan diwajibkan memahami betul 5S dan ada audit rutinnya. Teman-teman yang masih bekerja di perusahaan Jepang mungkin lebih paham daripada saya.
Meski ingatan saya lamat-lamat saja, tapi saya mikir, bisa nggak sih konsep tersebut diterapkan juga dirumah untuk meringankan tanggung jawab (saya tidak suka istilah "beban" karena seperti tak ikhlas) ibu-ibu?
Dari googling, ternyata sudah ada yang menulis tentang kemungkinan tersebut. Salah satunya di blog http://5s-housekeeping-home.blogspot.com/ . Jadi 5S itu adalah:
- SEIRI, yaitu menyortir barang-barang yang kita perlukan secara masif. Simpan hanya yang dibutuhkan saja, bukan karena alasan melankolis. Sumbangkan atau jual yang sudah lama tidak terpakai. Jangan membeli wadah atau rak apapun jika belum punya rancangan akan digunakan untuk menyimpan apa.
- SEITON, yaitu tempatnya semua barang pada tempatnya dan semua barang harus punya tempat. Karena itu, semua pembelian rak atau lemari harus sudah pasti untuk apa dan tiap membeli barang harus sudah memastikan akan ditempatkan dimana. Jika ada barang yang tidak memenuhi kriteria ini berarti sebenarnya barang tersebut tidak kita butuhkan.
- SEISO, yaitu bersih-bersih. Libatkan seluruh anggota keluarga untuk ngosek, nyapu, ngepel dan lap-lap dalam waktu yang sudah ditentukan secara rutin. Sekarang alat kebersihan rumah tangga banyak macamnya, tinggal pilih yang memudahkan pekerjaan kita. Bersih-bersih rutin juga untuk mengecek jika ada perabotan yang rusak dan perlu perbaikan sebelum parah.
- SEIKETSU, yaitu melakukan standarisasi dan harus dipatuhi oleh seluruh anggota keluarga. Misalnya kita membuat aturan letak sepatu dan dimana sepatu harus dilepas sebelum masuk rumah, maka seluruh penghuni rumah harus diberitahu dan harus mematuhi. Jika tidak patuh, maka standarisasi bidang persepatuan ini gagal, yang mengakibatkan sistem 5S tidak bekerja sempurna. Jika terus berlanjut, berarti harus kembali ke langkah awal, mengidentifikasi masalah, mungkin lokasi rak tidak sesuai.
- SHITSUKE, yaitu mendisiplinkan diri dan berusaha menaikkan standar. Jika beberapa waktu kedepan berhasil membuat rumah rapi, mungkin standar bisa dinaikkan, tidak hanya rapi ala kita tapi rapi ala eyang-eyang. Heheee....
Teorinya begitu dan dulu departemen saya sering juara kalau audit. Sekarang apakah saya bisa mempraktekkannya mengingat saya punya banyak alasan untuk ngeles, salah satunya karena rumah memang belum sepenuhnya siap? Heheheee....
Meski saya tidak sepenuhnya setuju jika berantakannya rumah dijadikan tolok ukur bagaimana kita merawat anak, tapi saya setuju jika rumah yang bersih dan rapi akan membuat anak-anak lebih nyaman dan punya suasana hati yang lebih menyenangkan, walaupun kemudian mereka berantakin lagi sih.
Satu hal yang membuat sistem 5S dari Jepang ini berhasil di tempat kerja adalah adanya audit rutin karena semangat manusia bisa naik turun, jadi harus diluruskan secara berkala. Lalu bagaimana dengan dirumah? Siapa yang akan mengaudit? Mosok yo minta diaudit pak dukuh? Heheee....
26 comments for "Mengadopsi 5S Jepang Untuk Beresin Rumah"
trus yg nmr 4, masih susaaaah.. trutama si kecil itu yg masih suka gonta ganti segala sepatu dan sendal buat mainan, bahkan sepatu emaknya tak luput dari percobaan..
Suamiku juga di kantor yang lama memakai sistem Kaizen (efisiensi).
Harusnya Indonesia sudah lama menerapkan prinsip 5S ini yah..
pilah pilih mana barang yang nggak terpakai dan yang harus disimpan.
Punya tempat untuk nyimpan dan aturan
tapi kayaknya paling aturannya bnyak dilanggar.
Saya aja masih suka ngelanggar padahal sering diingeti, taruh sandal atau sepatu di luar jangan dibawa masuk smpe pintu depan
Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.