Yang Saya Perlukan Dari Blog Traveling
Saya nggak mau komentar tentang artikel yang membuat sebagian traveller tersinggung itu ya, melainkan mau mengutarakan apa yang saya perlukan dari blog-blog traveling.
Mungkin teman-teman bisa memenuhinya karena meski ini kebutuhan pribadi saya, tapi biasanya suara saya adalah suara ibu-ibu arisan kampung saya juga. Hahaaa....
Saya melakukan perjalanan moderately. Maksudnya, saya jarang melakukan perencanaan yang ekstrim. Semua dalam koridor family vacation. Namun demikian, saya tidak menolak perjalanan dalam bentuk apapun, terutama jika dibayarin dan harus tanpa keluarga. Mau masuk hutan, berenang di kali, naik gunung dan sebagainya, asal... tanpa keluarga. Dan, itu jarang terjadi sih karena saya tidak bisa sering-sering pergi. Heuheuheu cian.
Saya punya blog traveling juga tapi slow, yaitu slowtravelid.blogspot.com, se lamban progres blog tersebut hehehee.... Okey, inilah daftarnya, semoga teman-teman pemilik blog traveling, eh jalan-jalan, punya ini semua.
Ini request saya kepada teman-teman pemilik blog traveling tercintah.
Lokasi Lokasi Lokasi
Penginnya, awal paragraf blog traveling, eh halan-halan, itu diisi dengan keterangan detil lokasi. Cerita tentang ribetnya ngurusin anak atau printilan bawaan ntar aja dibagian berikutnya. Di bagian awal ini penginnya diisi dengan nama jalan, RT, RW, dukuh, dusun, kecamatan, kabupaten, propinsi dan negara mana, lengkap dengan nomor telepon jika ada. Lebih baik dilengkapi dengan peta, kan gampang tu tinggal screen shot google map. Cara menuju kesana juga penting meskipun sudah ada peta karena jalan satu arah atau jalan sempit tidak kelihatan di GPS. Meski waze bisa menunjukkan arus tapi juga tidak bisa menggambarkan lebar jalan.
Oya, jangan terputus cerita tentang petunjuk lokasinya sampai tujuan ya. Contohnya ketika mau ke pantai Gunungkidul lewat Imogiri tapi semua blog yang saya kunjungi selalu memutus cerita begitu sampai Imogiri. Lah kesananya bagaimana, belok mana, kelak keloknya seperti apa, tidak ada keterangan. Akhirnya lewat Wonosari sih, tapi pulangnya petunjuk jalan shortcut-nya juga terputus sampai disuatu pertigaan, akhirnya nyasar masuk hutan jati dengan jalan berbatu sampai sekitar setengah jam nggak berani ngomong, nggak berani minum, tegang, hahahaaa.... Untunglah segera ketemu jalan agak besar terus mengikuti jalan umum saja, nggak berani cari jalan memotong lagi.
Begitulah, jadi penginnya dibagian awal ini saya sudah dapat gambaran kira-kira kita ini lagi ngomongin belahan bumi mana.
Kondisi Perjalanan
Ketika kita memasuki wilayah asing, kita dituntut untuk berpikiran terbuka dan menghormati budaya setempat. Namun adakalanya kondisi suatu daerah tidak mencerminkan pandangan umum terhadap daerah seperti itu.
Misalnya ketika saya datang ke suatu daerah wisata pantai baru yang terpencil. Saya beranggapan masyarakat daerah tersebut masih lugu. Ternyata saya harus menyediakan uang pecah cukup banyak karena di tiap tikungan yang memang tajam itu sudah berjaga beberapa penduduk setempat yang mengatur arus dan minta upah. Meski jumlahnya sukarela tapi cukup merepotkan bagi yang tidak siap dengan uang pecahan. Selain itu saya harus membayar tiket masuk sampai empat kali, yaitu di pintu retribusi resmi, beberapa meter setelah pintu retribusi resmi dengan mengklaim sebagai uang masuk kampung mereka, di pintu masuk obyek wisata itu sendiri dan biaya parkir. Total jendral untuk tiket dan tip cukup mahal bagi obyek wisata yang baru sedikit tersentuh pengembangan tersebut.
Menyenangkan juga jika ada informasi kondisi jalan bagi moda lain. Misalnya teman-teman naik motor, tak ada salahnya diinformasikan pula bagaimana jika naik mobil, apakah cukup untuk papasan jika pakai bus, dan sebagainya.
Begitupun yang naik pesawat, kereta api atau kapal laut. Misalnya naik kerata api, apakah saya harus bawa bekal atau cukup pesan di restorasi. Kondisi warung-warung seputar stasiun seperti apa. Bagaimana caranya naik taksi yang aman setelah turun dari kereta api, dan sebagainya.
Harga
Saya tidak mengerti mengapa memfoto makanan sering disindir. Saya butuuuh banget foto-fotonya. Bagi mata terlatih di bidang permakanan, eh kuliner, bisa melihat perbedaan mana makanan yang asik dan tidak. Sebagus-bagusnya edit foto, saya bisa melihat bagaimana kemungkinan bentuk aslinya. Karena itu, apapun kamera yang dipakai nggak masalah, please difoto yaaa....
Setelah difoto, tolong dilengkapi dengan harganya. Kalau malas mengetik, difoto saja daftar menunya besar-besar. Ini penting banget ya buat ibu-ibu merangkap kasir ini. Hihiiii.... supaya tidak salah masuk resto dan over budget. Tolong diinfokan juga sistem pembayarannya, apakah harus cash, ada mesin EDC, bisa gesek, dan sebagainya.
Keterangan tarif hotel umumnya sudah cukup lengkap, jadi saya jarang menemui kesulitan untuk mendapatkan informasinya, mungkin bisa ditambah dengan metode pembayaran. Yang kurang adalah cerita sekeliling hotel, yaitu tentang tempat-tempat menarik di seputarnya yang bisa ditempuh dengan jalan kaki dan jarak tempuhnya dengan stasiun kereta api atau bandara. Untuk jasa, tak perlu malu pula menyebutkan tip yang diberikan jika dirasa perlu atau mempengaruhi service yang akan kita dapat.
Dari segi transportasi, mungkin harga tiket pesawat yang jarang disebut karena disebutpun susah juga dijadikan patokan. Program promo yang terus berbeda membuat harga tiket pesawat tidak pernah fixed. Yang hampir tidak pernah disebut adalah konsumsi bahan bakar kendaraan pribadi. Nah, please tanya ke suami, habis bensin berapa. Heheee....
Untuk oleh-oleh, mohon disebutkan harga-harga yang ada, baik yang sudah ditenteng maupun yang tidak dibeli. Jadi saya bisa merencanakan oleh-oleh apa buat ibu-ibu arisan kampung saya tercinta. Eaaa.... By the way, Green Tea Cokies ini kalau dijadikan oleh-oleh pasti bikin ibu-ibu arisan kampung saya makin cinta deh. Endes banget untu suguhan Lebaran.
Sedangkan tarif tiket masuk obyek wisata umumnya sudah disebutkan teman-teman. Yang sering luput adalah biaya printilan-printilan didalam obyek wisata tersebut. Misalnya ketika kami ke Genting Highlands ternyata ada biaya foto yang jumlahnya cukup besar dan menguras dompet sehingga membuat saya cemberut agak lama, padahal blog-blog yang kami baca sebelum berangkat tidak ada yang menyebutkannya.
Interaksi Dengan Warga Lokal
Kami bersyukur nemu blog yang bercerita agar tidak sembarangan memanggil taksi di Kuala Lumpur. Dan beneran, kami lihat sendiri ada sopir taksi mengejar-ngejar turis bule mau dipentung pake senter (flashlight) panjang. Kami jadi hati-hati, pilih taksi dari depan hotel, alhamdulillah beliau ramah seperti tetangga sendiri aja.
Cerita-cerita seperti itu penting untuk saya ketahui agar kami berhati-hati, juga agar tidak ada tingkah laku kami yang bisa menyinggung warga setempat. Contohnya banyak sekali wisatawan yang bikin sebal warga Jogja karena Tugu diinjak-injak suka-suka untuk selfie, bahkan ada yang sampai memlorotkan celana segala. Biasanya warga Jogja yang lewat Tugu dimalam hari akan mencibir tak senang melihat tingkah yang kurang sopan seperti itu, meskipun tidak sampai menegur. Namun tentunya kita tidak ingin meninggalkan kesan yang demikian, dan siapa yang tahu batas kesabaran warga setempat?
Cerita-cerita yang mungkin bagi teman-teman sepele tapi bagi saya bisa bikin merasa katrok luar biasa. Misalnya pada kunjungan pertama kami ke Singapura dan makan di Mc Donald, kami terbengong-bengong melihat pengunjung membersihkan sendiri bekas makanan mereka sebelum pergi, sedangkan di Indonesia kita terbiasa meninggalkan semuanya di meja dan membiarkan pelayan membersihkannya.
Informasi tentang apa yang boleh dan tak boleh dilakukan dihadapan warga lokal akan sangat berharga.
Dilema
Yang saya pahami dari pemilik blog traveling (setidaknya teman-teman yang saya kenal) selalu berusaha menampilkan sisi positif saja karena perjalanan memang membuat seseorang lebih menghargai apapun juga, sekecil apapun itu, sehingga mereka tidak ribet dengan hal-hal yang mengganggu.
Semoga request saya ini tidak menimbulkan dilema buat teman-teman. Jika teman-teman tidak setuju, tidak masalah, kita tetap temenan dan saya tetep blogwalking. Paling-paling saya cuma harus nenteng siomay untuk arisan ibu-ibu di kampung saya bulan depan. (Apa hubungannya siiiih?)
Okey, saya ngeblog ini ketika sedang liburan. Selamat liburan juga buat teman-teman. Terima kasih. :))
21 comments for "Yang Saya Perlukan Dari Blog Traveling"
Nice sharing mbak Lusi :D
yang jadi pikiran saya, ternyata memang tulisan tentang jalan-jalan itu dibaca betulan ya, dalam arti dijadikan referensi, gitu.
Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.