Affandi Alive at The Mall
Ketika sedang melihat-lihat mall baru di Jogja, Lippo Plaza, tak sengaja kami menemukan event Affandi Alive.
![]() |
Ruang pamer depan. |
Entahlah apakah event tersebut temporer atau memang jadi galeri permanen, tapi penataannya sangat serius, mulai dari lobby hingga ruang pamer itu sendiri. Pihak Lippo Plaza sendiri menyebutnya sebagai museum. Museum Affandi yang sebenarnya terletak di Jl Adi Sucipto, tak jauh dari Lippo Plaza. Mungkin ini wujud kepedulian mall baru tersebut terhadap potensi disekitarnya.
Yang masih asing dengan Lippo Plaza, itu dulunya adalah Saphir Plaza yang lama tutup. Dahulu konsep mall tersebut direncanakan seperti Mangga Dua di Jakarta tapi lebih kecil. Ketika Jogja digoncang gempa 5,9 skala richter 2006 lalu, bangunan tersebut mengalami kerusakan cukup banyak. Saya dulu jarang kesana karena pengaturan parkirnya yang kurang nyaman.
![]() |
lobby |
Sekarang mall tersebut telah direnovasi dengan konsep berbeda, diupdgrade sehingga nyaman untuk jalan-jalan, meskipun parkirnya tidak berubah banyak. Namun buat perempuan, mungkin bisa sedikit lega karena pengelola menyadari persoalan parkir tersebut sehingga halaman depan mall diperuntukkan ladies only. Untuk mengundang pengunjung, di bagian lobby dibuka outlet-outlet kerajinan yang cantik-cantik.
Keseluruhan tenant belum siap, masih ada beberapa yang ditutup tapi sudah ditandai bakalan jadi apa. Sedangkan museum-nya ini justru yang paling siap. Tadinya saya kira ini adalah cafe karena ruang duduknya yang luas dan nyaman. Jadilah saya duduk-duduk sebentar disana. Setelah tahu kalau itu adalah ruang pamer lukisan Affandi, tanpa pikir panjang kami memutuskan untuk masuk.
![]() |
lobby |
Biaya masuk dikenakan berbeda antara warga Indonesia (Rp 20.000) dengan warga asing (Rp 50.000). Kalau nggak mau bayar, bisa kok ngintip dari beberapa kaca kecil disamping museum, tapi ya nggak bisa lihat dengan jelas. Lagian kok ngintip ya? Hihiii.... Bagian karcis yang nggak disobek dan diserahkan bisa dijadikan kartu pos karena ukurannya mirip kartu pos dengan capture lukisan-lukisan Affandi.
Ruang pamer dibagi dua dengan bagian dalam yang lebih luas dan bisa berlama-lama menatap lukisan Affandi.
Tema Affandi Alive yang ditampilkan ada 3:
- Self portraits, Family, Friends and Masks
- Animals, Nature and Culture
- Human Figures and Humanism
Bagi masyarakat umum seperti saya, mungkin sedikit bingung, apa yang bisa didapat dari melihat karya seni. Kita yang awam ini selalu mengharapkan yang indah-indah, baik berupa lukisan orang maupun pemandangan. Kalau perlu semirip mungkin dengan foto. Ketidakmengertian ini terbukti ketika anak-anak saya mengikuti lomba gambar atau lukis di mall dan tempat hiburan lainnya. Dapat dipastikan mereka tidak akan menang. Pemenang lomba selalu seperti yang kita harapkan, yaitu yang gambarnya lucu, dinamis dan berwarna-warni menarik khas anak-anak berbakat.
![]() |
Ruang pamer dalam |
Tapi jika lombanya di institusi seni atau minimal jurinya seniman, biasanya (tidak selalu) anak-anak saya dapat hadiah, entah juara ke berapa. Pernah ketika lomba melukis sekitar kampus Universitas Riau, dimana semua peserta melukis yang indah-indah, si bungsu justru melukis sebuah drum karatan didepannya. Si bungsu mendapat juara 1 mengalahkan kakaknya yang melukis jembatan yang bagus. Begitu pula keponakan yang pernah menjadi juara 3 nasional padahal hanya melukis wajah satu orang yang bentuknya nggak karuan.
Kembali ke Affandi Alive, saya mau membuka dompet untuk melihat lukisan-lukisan tersebut semata-mata karena ingin memperluas cakrawala anak-anak saya yang menyukai karya seni lukis. Namun setelah masuk, saya segera mengerti apa itu karya seni seorang maestro dan apa itu lukisan yang sekedar bagus. Melalui sapuan-sapuan yang seperti tak beraturan, jiwamu serasa disedot kedalam pusaran, lalu keluar lagi menjadi jiwa baru yang mampu melihat bentuk lukisan yang sebenarnya beserta emosi-emosi yang dilekatkan pelukisnya melalui cat ke kanvas. Kita tak harus memahami teknis dan maknanya. Cukup dengan membiarkan diri kita terhanyut.
![]() |
Lukisan Maryati dengan teknik bordir. |
Bingung ya? Heheee.... Harus lihat sendiri didepannya ya, nggak bisa via foto-foto disini.
Selain Affandi sebagai pelukis utama, disini juga tampil karya seni istri beliau, Maryati.
Lukisan-lukisan Affandi dan Maryati dibuat tahun 1940-an hingga 1980-an selama berada di India, Perancis, Amerika, Meksiko dan Indonesia.
Berbeda dengan lukisan Affandi yang sangat dalam dan garang (maaf jika penggambarannya jauh dari seni karena berasal dari yang saya tangkap melalui perasaan), karya Maryati seringkali terkesan kekanak-kanakan. Dalam salah satu testimoni Affandi yang ditempelkan di dinding, beliau mengagumi lukisan-lukisan Maryati yang mampu mengeluarkan keriaan jiwa anak-anak. Maryati tidak selalu melukis menggunakan cat minyak seperti Affandi. Beberapa karya Maryati menggunakan teknik bordir yang unik. Iya, bordir menggunakan benang seperti ibu-ibu umumnya.
Pada akhirnya kami semua puas. Setelahnya, anak-anak kembali bersemangat mengumpulkan berbagai macam perlengkapan lukis yang lama terbengkalai karena sibuk dengan kegiatan sekolah.
![]() |
Lukisan Affandi |
13 comments for "Affandi Alive at The Mall"
Duh, baru setahun ninggalin jogja aja udah gak update aku hohoho....
kalo masalah drum karatan biasanya juga gtu, klo lombanya dr org yg tahu, yg bagus dan indah2 mah kalah dibanding yg bermakna. Saya pernah soalnya hehe
*mba...itu sobekan karcisnya yg kayak kartu pos boleh buat aku kah?bhahahaaa.... *selalu ngiler klo tau kartu pos
Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.