Pressure Bukan Berarti Benci
Pressure itu bukan berarti benci lo, bisa memiliki hasil positif.
![]() |
#MelawanAsap |
Ketika saya masih bekerja dulu, saya punya boss orang Singapura. Tampangnya mirip sahabat Dora Emon, jadi dibelakangnya kami menyebutnya Nobita. Orangnya high achiever, mungkin hiper aktif juga sih. Heheee.... Cara dia memberi pekerjaan seperti ini: misal hari ini kita mampu mengerjakan tugas dengan tingkat kesulitan 6, jika kelihatannya kami akan segera menyelesaikannya, dia akan buru-buru memberi tugas dengan tingkat kesulitan 7. Akhirnya kami nggak sempat merayakan
keberhasilan tugas sebelumnya, sudah berlari untuk tugas baru. Begitu terus sampai tak terasa kami sudah menguasai berbagai tingkat kesulitan. Bagi yang tak bisa mengikuti polanya, ya sudah stuck aja disitu karena sebaliknya dia juga terus mengikuti kecepatan karyawannya yang berhasil. Bersinergi dengan yang seirama dengan etosnya saja.
keberhasilan tugas sebelumnya, sudah berlari untuk tugas baru. Begitu terus sampai tak terasa kami sudah menguasai berbagai tingkat kesulitan. Bagi yang tak bisa mengikuti polanya, ya sudah stuck aja disitu karena sebaliknya dia juga terus mengikuti kecepatan karyawannya yang berhasil. Bersinergi dengan yang seirama dengan etosnya saja.
Jika ada yang tidak beres, tak jarang dia berteriak dari ujung selatan, sementara saya sedang berdiri di ujung utara, sementara diantara kami berdua duduk beberapa rekan kerja di partisi-partisi mereka. Kebayang dong, seberapa kenceng teriakannya. Kesel sudah pasti karena saya juga high temper. Biasanya, saya pun menjawabnya sekencang dia. Wkwkwkkk.... Tapi herannya, saya tidak pernah sakit hati begitupun dia tidak pernah menganggap saya tak sopan dan menghambat karier saya, bahkan saya termasuk kepercayaannya. Ecieeeeh....
Orang sering menyalah-artikan pressure dengan kebencian bahwa jika ditekan, berarti orang tersebut sedang membenci kita. Parahnya dalam etos kerja di lingkup kerja tradisional, tekanan berarti penindasan atau tindakan semena-mena.
Pressure sering dihubungkan dengan karakter jahat.
Padahal tidak seluruhnya seperti itu. Pressure bisa timbul setidaknya karena adanya keyakinan, target dan janji.
Keyakinan
Manusia itu gudangnya salah, tak sempurna. Keyakinan yang kita anut, belum tentu benar. Misalnya, saya yakin kopi itu bikin saya bisa mikir, jadi saya minum bergelas-gelas kopi setiap hari. Tapi misalnya anda tahu bahwa itu tidak baik bagi kesehatan, anda bisa melakukan pressure kepada saya untuk mengurangi porsi kopi saya. Caranya bisa macam-macam, memberikan link bacaan, menunjukkan bukti orang yang sakit karena kebanyakan minum kopi dan sebagainya.
Dalam dunia kerja, keyakinan tersebut sering menimbulkan adu argumen untuk menentukan strategi yang paling tepat untuk perusahaan, sehingga pressure yang dilakukan harus dilampiri dengan berbagai data dan analisa.
Target
Target itu tidak hanya berada di lingkungan marketing berupa besarnya sales. Keseharian kita juga dipenuhi target, karena drive hidup kita memang dari target. Tanpa target, mau bangun tidur aja males, kan? Dari target masak, target bersih-bersih rumah, sampai target nilai sekolah anak-anak kita. Target inilah yang menumbuhkan tekanan luar biasa dalam kehidupan kita. Kalau tidak tahan... naudzubillahi min dzalik, semoga kita tahan terhadap tekanan kehidupan dan ikhlas menjalani apapun takdir kita. Jika dalam marketing tekanan itu datang dari atasan, maka untuk kehidupan sehari-hari sering tekanan itu datang dari dalam kita sendiri tergantung dari keinginan dan cita-cita kita.
Janji
Makanya jadi orang jangan mudah berjanji jika tidak memiliki dasar atau modal yang kuat. Karena namanya janji, jika tak terbukti akan ditagih. Jika janji dengan bank, maka bank akan mengirim debt collector untuk menagih. Jika yang janji pacar, maka akan ditagih kapan akan melamar. Jika yang janji pemerintah, maka akan didemo untuk segera memenuhinya.
Akhir-akhir ini saya sering mention akun pak Joko Widodo, presiden Republik Indonesia untuk menagih janji memperhatikan lingkungan Riau. Pak Jokowi yang pernah berkunjung ke Riau pasti paham kondisi mendesak kabut asap yang membuat masyarakat sengsara dan kerusakan hutan secara masif yang membahayakan ekosistim. Tekanan tersebut bukan karena benci. Pikiran kita sudah terkontaminasi dengan kebencian selama pemilu sehingga sulit membedakan mana yang benci membabi-buta dan mana yang melakukan tekanan semata untuk menagih janji beliau sendiri.
Saya pernah mengalami musim kabut asap selama 6 tahun di Riau. Saya sungguh tersiksa karena pernah menderita gejala asma dan bronkhitis. Tak pelak tiap musim kabut asap tiba, orang tua saya selalu kebingungan menanyakan kabar saya karena tahu apa akibatnya bagi saya. Terapi yang pernah saya jalani selama dua tahun untuk penyakit saya itu tidak boleh sia-sia. Saya mengurung diri didalam rumah ber-AC dan menutup semua celah rumah dengan kain. Jika pergi, sesedikit mungkin saya keluar dari mobil yang juga ber-AC. Saya membeli setumpuk masker N-95 untuk persediaan jika harus diruang terbuka. Tapi bagaimana dengan masyarakat Riau yang tidak bisa memproteksi diri seperti saya? Rusaklah paru-paru mereka.
Jadi menekan atau mendesak itu tidak apa-apa, ada kok bedanya dengan kebencian jika kita melihat secara tenang dan dengan pikiran yang terbuka.
Bagi yang merasa sedang ditekan, selama tekanan tersebut masih dalam koridor kegiatan yang sedang dilakukan, dan mampu menjadikannya sebagai koreksi serta tantangan untuk menjadi lebih baik lagi tak perlu senewen, tetap bekerja dengan nyaman.
19 comments for "Pressure Bukan Berarti Benci"
btw, pernah gak di bales kalau mention pak Jokowi, Mak..?
Saya sering merasa terlalu di presure oleh suami saya #Loh....hahahha, bukaaan ditekan ituh
tapi penjabarannya persis seperti yg maklus paparkan di atas. Tapi dalam konteks rumah tangga gitu deh... ini presurenya tanda cintah hihihii :D
Semoga aku termasuk orang yang mampu hidup dalam tekanan *anaknya sante sih*
Kalau tentang janji, hati-hati banget, mending melakukan sesuatu yang tadinya mau dijadikan janji. Kalau sudah kelar, beres kan, yanpa perlu kasih janji ...
Duh, saya malah belum pernah nih mention PakJokowi ... sudah PD aja enggak dibalas. Salut sama Mbak Lisa.
Salam kenal dari Yogyakarta
Smoga kabut asap di Riau bisa cepat tertangani, kebayang sesaknya pernapasan teman2 yang disana.
Aku aja kena asap rokok sudah pusing kepala
Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.