Warung-warung Makan Irit Untuk Survive Di Jogja
Yang pernah sekolah atau kuliah di Jogja mungkin sudah tahu cara survive makan irit di warung-warung di Jogja. Semoga ini berguna buat yang mau kos di Jogja atau teman-teman backpacker yang mau stay agak lama.
Jogja terkenal dengan makanan dan minuman murahnya. Kalau perbandingannya apple to apple alias warung to warung antara Jakarta dan Jogja, itu memang benar. Namun itu harus sedikit dikoreksi jika tujuan ke Jogja tidak untuk wisata, melainkan untuk tinggal. Kalkulator ibu-ibu itu beda antara pengeluaran sehari-hari dengan liburan. Jika pada waktu liburan sekali makan Rp 30.000 per orang termasuk wajar, maka jika itu terjadi di jam makan siang di hari biasa termasuk agak mahal.
Kenapa tidak masak sendiri? Yah, banyak alasan mengapa tidak mengirit dengan cara masak saja. Yang utama karena tak semua rumah kos di Jogja menyediakan dapur umum, sedangkan masak di kamar menggunakan kompor dilarang demi keamanan dan masak dengan listrik juga dibatasi. Selain itu, banyak juga yang karena kesibukan berkarya diluar rumah, tidak ada waktu untuk masak. Bisa juga karena males tapi tetap perhitungan supaya dompet nggak melompong. Kalau saya, sebisa mungkin masak sendiri, lebih higienis. Tapi berhubung sekarang temanya makan diluar rumah, kita fokus saja.
Yang patut dicermati selama mencari tempat makan murah adalah Jogja itu kota wisata. Warung sederhana tapi terkenal, bisa saja harganya lebih mahal dari restoran. Ini tidak selalu karena aji mumpung sudah dipromosikan di instagram oleh wisatawan. Untuk kasus warung di desa, bisa karena penggunaan bahan terbaik, tidak mau mencampur dengan bumbu-bumbu pabrik seperti di kota. Tapi untuk makan sehari-hari, sepertinya tidak ada yang secara khusus menyediakan waktu mblusuk ke pedesaan, jadi ini tidak usah dibahas,
Sehubungan dengan era socmed juga, warung dirubung pembeli itu belum tentu enak atau sepadan dengan uang yang kita keluarkan. Banyak yang over rated karena yang mengunggah adalah wisatawan untuk dokumentasi, lalu ditemukan wisatawan lain yang mencari informasi tentang Jogja. Jadi untuk makan sehari-hari, jangan ikut ngantri bareng wisatawan. Cari warung lain. Kalau ragu, tanya teman yang lebih lama tinggal di Jogja.
Jadi makannya kapan, mbak?
Baiklah, kita bahas yuk tempat makan irit untuk survive di Jogja.
Sarapan
Dalam pikiran wisatawan, sarapan di Jogja itu identik dengan gudeg. Tapi jika mau ngirit, soto bisa jadi pilihan. Belakangan, soto memang makin banyak digemari karena berkuah panas sehingga segar dimakan di pagi hari. Hampir di setiap ruas jalan ada gerobak soto berhenti di pagi hari. Citarasanya hampir sama saja, meski ada beberapa yang sangat terkenal. Kalau saya sih, males ya pagi-pagi harus antri panjang untuk dapat tempat duduk. Pilihan lain masih banyak kok. Dengan harga rata-rata Rp 6.000 semangkok kita sudah kenyang dengan nasi, kuah, lenthok (perkedel singkong) dan sedikit suwiran ayam.
Minuman hangat paling mahal Rp 2.000 tapi mendingan bawa air mineral sendiri. Memang ada soto yang sudah terkenal tapi tetap di harga tersebut, namun menyajikannya sudah tanpa ekspresi karena harus bergerak cepat melayani antrian. Kadang porsinya tidak seragam, ada yang nyaris cuma separo, ada yang isinya kobis saja dan sebagainya. Seperti orang yang sudah kehilangan passion karena tertekan oleh waktu, jadinya seperti robot.
Yang masih keukeuh pengin gudeg, belilah yang dekat dengan pemukiman, jangan yang dekat dengan tempat wisata atau hotel. Bukan karena mereka menaikkan harga seenaknya lo, tapi seperti yang saya bilang tadi, karena letaknya dekat hotel, mereka hanya menyediakan bahan bermutu dan menolak permintaan telor separuh dan ayam suwir, harus utuh dada, paha dan sebagainya.
Berapa harga wajar gudeg? Untuk di kota dengan rasa enak, kisaran harganya Rp 15.000. Tapi di kampung-kampung masih bisa dijumpai dengan harga Rp 7.000 dengan catatan ayamnya suwir saja atau telornya separuh saja. Jika benar-benar duit mepet dan butuhnya cuma kenyang, beli nasi gudeg tanpa ayam dan telor, masih ada yang harganya Rp 3.500. Bahkan bubur gudeg masih dihargai Rp 2.500. Dijamin lapar hilang.
Warung burjo atau sekarang banyak berubah menjadi Warmindo, sering diklaim sebagai pelarian para pengirit. Tapi kalau saya mendingan soto daripada burjo. Burjo lebih cocok untuk selingan si sore atau malam hujan karena porsinya kecil.
Alternatif lain ada nasi kuning, nasi langgi, nasi uduk yang ada di penjual-penjual snack pinggir jalan. Harganya cukup murah sekitar Rp 3.000,-. Tentusaja kemasannya tidak besar, hanya sebesar kemasan mika. Mungkin kenyangnya cuma sebentar.
Selain itu ada pula sarapan khas nusantara, seperti bubur ayam jakarta, lontong sayur, nasi liwet dan sebagainya, tapi kisaran harganya diatas Rp 7.000. Hanya beberapa yang agak murah.
Langganan sarapan saya: bubur ayam depan RRI Jl Magelang Rp 7.000, bubur sayur tahu pedas sebelah rumah saya Rp 2.500 (alamat dirahasiakan), gudeg Purwanggan yang pakai daun singkong harga tergantung isi, soto depan Hotel Kalingga Rp 6.000, nasi kuning Medan Jl Monjali Rp 7.000 dan nasi langgi/kuning/uduk trotoar dekat gereja Kotabaru Rp 3.000.
Makan Siang
Warung burjo atau Warmindo itu tidak hanya menyediakan bubur kacang hijau dan mie instan lo. Beberapa warung burjo juga menyediakan nasi bungkusan seperti angkringan dan sego ndog. Sego ndog alias sego endog alias nasi telor terdiri dari nasi, telor dan sedikit oseng-oseng. Harganya rata-rata Rp 6.000 dengan porsi lebih banyak dari nasi angkringan. Lumayan buat ganjel siang.
Agak heran juga di Jogja, nasi rames adanya di kampung-kampung sekitar kampus. Sementara di kota jumlahnya sangat sedikit, kebanyakan warung-warung atau restoran ayam penyet. Meski sepintas warung atau restoran nasi penyet murah, tapi sebenarnya nggak juga. Memang ada yang harganya Rp 8.000-an tapi porsinya kecil, lantaran ayamnya saja sudah separuh dari keseluruhan harga kan? Yang agak murah paling tahu tempe dan lele penyet. Supaya perut tenang, sepertinya warung penyetan yang kisaran harganya Rp 12.000 lebih pas, terutama untuk laki-laki.
Jika ingin masakan menu rumahan, gerilya saja ke warung-warung nasi rames di kampung-kampung dekat kampus-kampus. Dengan nasi yang lebih banyak dan lauk lebih segar seperti sop dan sayur asem, warung-warung ini lebih nyaman di perut meski tempatnya sederhana. Warung-warung seperti ini hanya diketahui dari mulut ke mulut karena banyak yang buka di samping rumah begitu aja. Kisaran harganya kalau pakai ayam goreng Rp 10.000,- keatas.
Menurut saya, harusnya lebih banyak warung dengan menu rumahan yang banyak sayur dan pilihan, dibandingkan dengan menu goreng-goreng dan lalapan kobis ala warung penyetan. Ada yang mau buka warung makan siang?
Langganan makan siang saya: warung nasi rames depan SMP Bopkri 1 Jl Mas Suharto, warung nasi rames Purwanggan, warung nasi rames belakang rumah, warung ayam penyet Bu Bibit Jl Monjali, ayam penyet Suroboyo Jl Monjali dan warung makan Ardan. Dua yang terakhir itu kalau pas ada rejeki lebih saja tapi kisaran harganya tidak terlalu tinggi, masih dibawah Rp 20.000.
Makan Malam
Malam itu time for hangout ya? Jangan sering-sering, meski transferan ortu banyak, hargailah dengan menggunakannya seirit mungkin. Cewek yang baik akan paham kalau traktiran anak kuliahan itu adalah kiriman dari orantuanya, kecuali sudah nyambi kerja. Makanya, kalau jadi cewek jangan ngarep diajak ke cafe melulu biar bisa pamer di instagram. Kalau cowok, nggak perlu cari muka ngajak cewek ke cafe, kuliah yang pinter, jadi pengurus di organisasi kemahasiswaan, itu juga keren di mata cewek, loh.
Beberapa cafe di Jogja buka 24 jam, jadi kalau suntuk bisa nginap disitu. Heheee kidding. Namun ramainya malah karena siang mungkin sibuk kuliah dan kerja. Trus ada yang nyeletuk nih, "Tapi tante, meskipun harga minumnya thok Rp 25.000 tapi kan aku duduk disitunya bisa berjam-jam. Free wifi juga kan."
Ih, bener banget. Tapi apakah minum saja bisa kenyang? Ada tempat nongkrong lain yang lebih bisa digunakan untuk ngirit. Nongkronglah di penjual-penjual mie rebus, nasi goreng, angkringan dan sebagainya. Saya nggak anti nongkrong sih, udah paham kalau nongkrong itu bagian dari kehidupan malam Jogja. Tapi nongkronglah di tempat-tempat yang mengenyangkan supaya sekalian makan malam, nggak cuma dapat kerennya aja.
Banyak tempat makan sambil nongkrong malam hari di Jogja yang murah. Umumnya lesehan di trotoar. Pilihlah yang spesialisasinya jelas. Misalnya nasi goreng sapi, nasi goreng kambing, bakmi Jowo, ayam penyet dan sebagainya. Ada angkringan lesehan yang jualnya macam-macam tapi bukan specialty-nya, jadinya perut tidak terpuaskan dan jatuhnya tak terasa jadi mahal karena porsi kecil, maunya nambah terus.
Catatan juga tak semua angkringan murah, angkringan modern harganya lebih cocok untuk wisatawan. Itu karena lauknya lebih bervariasi, tak lagi sederhana. Dalam rangka ngirit, pilihnya angkringan dekat rumah yang murah. Hanya saja umumnya pengunjung angkringan di kampung-kampung kebanyakan laki-laki.
Gudeg malam juga ada tapi tidak banyak, dan kebanyakan lebih cocok untuk konsumsi wisatawan. Begitu dengan warung burjo atau warmindo, tetap eksis hingga malam.
Menu malam paling populer di Jogja adalah bakmi Jowo. Salah satu keunikan penjual bakmi Jowo memang cara memasaknya yang satu-satu menggunakan tungku. Tapi kalau prosesnya memakan waktu lama lantaran hanya ada satu tungku padahal pembeli selalu antri, atau tidak ada persiapan untuk mempercepat proses, biasanya saya nggak balik lagi kesitu. seterkenal apapun bakmi-nya. Sepengin-penginnya saya akan makanan yang enak, tidak mau menunggu lebih dari satu jam. Saya pernah menunggu di warung bakmie sampai lebih dari satu setengah jam.
Bakmi dan nasgor disukai karena murah dan bikin kenyang. Sekarang gerobag bakmi bisa ditemui dimana-mana sehingga pilihan banyak. Tapi sepertinya sudah susah menemukan yang harganya dibawah Rp 10.000. Yang keliling saja rata-rata sudah Rp 10.000.
Langganan makan malam saya: bakmi lewat depan rumah Rp 10.000, fuyunghai tetangga harga Rp 17.000 tapi bisa untuk serumah, mbak Tri jual bakmi nasgor capcay paklay koloke (depan Hotel Bakti) harga Rp 15.000 keatas porsi berdua atau bertiga kalau dibawa pulang, ayam penyet kakilima selewatnya. Makan malam jarang sekali beli.
Menu ngirit yang jangan sebaiknya tidak diharapkan di Jogja adalah seafood. Kebanyakan buka di malam hari tapi pilihan jenis ikannya terbatas serta mahal. Yang paling mudah ditemui ikan lele dan gurameh. Belakangan ada bawal juga. Tapi paling murah lele.
Unsur yang paling sering dilupakan dalam soal mengirit di warung ini adalah minuman.
Padahal banyak warung atau restoran yang mengambil untung besar dari minuman. Makan di lesehan bisa menekan biaya minum karena kita boleh bawa sendiri. Kalau teman-teman punya rekomendasi tambahan warung yang bisa untuk ngirit di Jogja, kasih tau ya, tapi yang letaknya di kota, bukan yang didesa-desa.
17 comments for "Warung-warung Makan Irit Untuk Survive Di Jogja"
Angkringan, nah ini is a must kalo ke sana :D nongkrong asik di tempat ini..
Warung makannya di-noted, bisa dicoba insya allah kalo pulang tar..
gak kayak disini, makanan yang dijual mahal-mahal jadi kalo mau makan di luar harus menyiapkan budget yang besar :(
Kalo suamiku sekarang keranjingan makan nasi jagung yang harganya 3000, beli jumbo cuma 500. Enak sih tapi antrinya minta ampun hihi :D
atau kalo lagi selo banget belanja sayuran di warung atau mirota kampus, bisa buat berkali-2 makan wkwkwkkw
Betulll...yang paling penting nek kemana2 sangu minum sendiri ben ga boros. Mayan lo segelas esteh sekitar 2rbu rupiah.
Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.