Jangan Sebarkan Cerita Pihak Ketiga Di Media Sosial
Jangan sebarkan cerita pihak ketiga di media sosial, termasuk group chat bila tidak terjamin kebenarannya.
Internet membuat berita mudah tersebar. Tinggal klik langsung nyebar, sebelum kita rampung mencernanya. Kita memang tidak rugi apa-apa, paling-paling kecele dan malu kalau ternyata berita itu tidak benar. Tapi jika dipikir lebih jauh lagi, sebenarnya kita diberi kebijakan untuk menimbang apakah yang kita sebarkan itu berita sampah atau bukan, jadi mari kita gunakan. Lebih bagus lagi kalau bisa memastikan bahwa itu adalah fiksi sehingga menambah bahan bacaan followers kita.
Mungkin ada yang pernah membaca tentang anak laki-laki korban pelecehan di sebuah mal yang ternyata hoax padahal nama tempatnya sudah telanjur disebut? Kita memang seperti itu. Jika mendapat cerita seru langsung saja ditulis dan disebar tanpa verifikasi cuma dengan modal "kata teman saya". Masih untung pihak mal tidak menuntutnya dengan UU ITE.
Sedihnya lagi, asal sebar tidak kapok-kapoknya dilakukan oleh teman-teman yang aktif di media sosial
Lha wong punya akun sosial media aktif berarti kan seharusnya sudah gaul banget dan paham benar baik buruknya penyebaran informasi yang didapatkan. Tapi ya begitulah, sampai capek lihat "copas dari tetangga" yang nggak penting-penting banget berseliweran, ditambah dengan penutup "sebarkan". Akhirnya terpaksa mute group yang kebanyakan "copas dari tetangga" karena kalau keluar group malah ditanya-tanya kenapa. Hahaaa....
Pendiam itu baik. Ada ungkapan kekecewaan karena banyak orang baik yang diam. Tapi kekecewaan tersebut tak salah jika berkaitan dengan masalah kemanusiaan. Sedangkan jika untuk mengejar eksistensi, hati-hatilah jika kemudian asal nyetatus. Pendiam itu baik kok kalau tidak ada sesuatu yang penting dan membawa manfaat untuk disampaikan. Bermanfaat tidak harus yang bikin orang mikir, kan? Status lucu juga bermanfaat menyenangkan hati orang lain. Yang jelas status itu tidak mengandung informasi yang tidak bisa kita verifikasi.
Kata si anu. Tinggalkan semua informasi dengan awalan "kata si anu" karena itu mengandung gosip, bahkan bisa juga fitnah, karena tidak bisa kita verifikasi. Kita berdosa jika menyebarkannya. Jika ada yang forward atau share lagi, berarti double dosa kita. Bila itu viral, entah berapa lapis dosanya. Misal ada kutipan dari seseorang yang jelas, katakanlah Amir, pastikan bahwa itu benar-benar dari akun Amir, bukan dari share orang ke 9. Di kegiatan-kegiatan team building seringkali ada games estafet kalimat. Hasilnya, pasti ada saja yang sampai tujuan kalimat tersebut sudah berubah total. Begitulah analoginya.
Sensasi keren yang menggoda. Jika mendapatkan berita seru, penginnya kan langsung menyebarkan dan rumpi membahasnya dengan teman-teman kan? Tapi cek dulu, siapa sumber beritanya? Apakah dia mengalami, melihat atau mendengar sendiri kejadian itu? Apakah dia punya hubungan saudara atau teman akrab dengan sumber berita? Hati-hati jika sumber beritanya bilang, "Kata temanku bla bla bla...." Meski beritanya super seru setema dengan yang sedang ngehits di media, tahan diri untuk menyebarkannya. Meskipun kita menggunakan sumber "kata temannya temanku" yang jelas-jelas meragukan, tetap banyak lho yang berkomentar tak kalah serunya tentang berita tersebut, seperti berita hoax diatas.
Naif yang terlambat. Ketika sebuah berita yang kita sebarkan terbukti hoax, percayalah, bersikap naif itu ngeselin banget. "Saya tidak menyangka status saya tersebut menyebar" adalah kata-kata yang bikin bete. Karena media sosial adalah padang luas terbuka yang memungkinkan apapun yang tidak kita anggap penting bisa viral dan trending. Apapun bisa terjadi, makanya sering kali kita diingatkan untuk think before posting. Bahkan di path yang konon eksklusif, sudah berkali-kali ribut karena percakapan yang beredar luas.
Apakah itu yang disebut naif jika tidak pernah belajar dari peristiwa-peristiwa tersebut?
Baca juga: Aktif Di Media Sosial Tanpa Stress
Media sosial dan group chat adalah media untuk bersosialisasi. Bersosialisasi ya, bukan bergosip. Percakapan dalam bentuk tulisan ini memudahkan karena tidak harus bertemu tapi juga tricky. Orang dapat dengan mudah meng-capture tulisan kita dan menyebarkannya. Tak ada ruang untuk salah memposting. Hati-hati ya, teman.

21 comments for "Jangan Sebarkan Cerita Pihak Ketiga Di Media Sosial"
Iya setuju, kita harus super hati-hati kalau mau share, boleh share yang sudah terbukti kebenarannya dan ada manfaatnya :)
Setuju deh aku juga. Skrg aku udh unfollow akun yg gengges di fb, krn klo unfrend ditanya2 kenapa,ya kayak klo leave grup wa. Xixi
Selalu cek, teliti faktanya sblum klik share.. makasih mba udah diingetin :)
untung nggak banyak ikut grub socmed
Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.