Oversharing Yang Sering Dilakukan Blogger
Kebanyakan blogger menganggap blognya adalah sebuah rumah sehingga merasa bebas menulis apa saja disana.
![]() |
Pic by pixabay.com |
Tapi blogger lupa bahwa rumah itu ada pintu dan pagarnya
sehingga yang bisa diperlihatkan adalah yang disuguhkan pemilik rumah saja.
Itupun tidak ke semua orang, melainkan ke orang yang bertamu saja.
Blog tidak demikian, blogger tidak bisa memilih siapa yang datang dan menjelajahi blognya.
Setidaknya ada dua hal yang coba direpresentasikan blogger
di blognya, yaitu karyanya dan pribadinya. Keduanya bertautan menjadi apa yang
kita sebut sebagai personal branding. Namun ada saja yang menolak definisi seperti
itu dan mempersembahkan blog hanya sebagai kegiatan suka-suka. Fine! Silakan
saja. Namun demikian ujungnya tetap sama, apakah kita punya kontrol cukup ketat
terhadap apa yang kita share di blog?
“Ngeblog mah santai aja, nggak usah terlalu banyak aturan. Orang nggak ngejar duit juga.”
Okey, tapi beberapa hal yang diingatkan oleh
blogelevated.com ini hendaknya menjadi pertimbangan kita sebelum share apapun
di blog. Tentu saja sudah saya para-frasekan dan sudah saya ubah penjelasannya
agar kita bisa belajar bersama-sama.
1. Lupa bahwa Internet adalah Selamanya
Mungkin teman-teman tidak familiar dengan ribut-ribut the
right to be forgotten. Saya pernah menulisnya di blog ini.
Baca juga: Fitur Delete Account Dan Hak Untuk Menyudahi
Itu adalah hak untuk
hilang dari internet yang sedang diperjuangkan oleh para pembela hak asasi manusia.
Sekali kita publish, sebenarnya jejak kita tak benar-benar hilang ketika
didelete, paling ketimpa sana sini saja kalau tidak ketemu. Lebih parah lagi
beberapa portal blogger Indonesia ternyata tidak punya tombol “delete account”.
Salah satu portal tersebut sangat besar dan mungkin teman-teman yang sudah
pernah mencoba non aktif tahu mana yang dimaksud.
Selain itu, jika sedang sial
membuat kesalahan tanpa sengaja atau memang berkasus, orang akan dengan cepat screen
shoot bukti tersebut. Yah, di dunia maya orang senang mendokumentasikan
kesalahan atau kekonyolan orang lain.
Saya pernah mendelete sebuah blog,
tiba-tiba foto nasi megono saya muncul di profile picture seorang teman. Ketika
saya klaim, dia justru meremehkan saya dan membuktikan kalau itu diperolehnya
dari googling yang tak ada hubungannya dengan saya. Untung saya masih punya
dokumentasi yang belum diedit.
Meski ada rasa kesal karena tidak diakui kehebatan saya memotret (Lah emangnya hebat beneran? Heheheee) tapi itu masih mendingan karena yang muncul setelah sekian lama bukanlah hal buruk. Bayangkan jika itu sebaliknya, padahal kita sedang berusaha untuk menjadi manusia yang lebih baik.
![]() |
Pic by pixabay.com |
2. Posting Ketika Sedang Emosi
Kita semua pernah marah atau sedih. Seorang teman pernah
menasehati saya agar logout dari semua kegiatan online jika sedang marah. Bagi
blogger, ngeblog ketika marah itu benar-benar dilarang. Ini bukan semata soal
brand image tapi lebih pada keamanan agar tak salah tulis atau tuduh. Akibatnya
bisa berbelok dari yang kita harapkan. Kadang yang tadinya bermaksud menuntut
pihak yang membuat kita marah, malah berujung kitanya dituduh membully.
Jika sudah benar-benar tak tahan, tulis saja sebagai draft apa adanya tapi jangan buru-buru di publish. Endapkan dulu barang semalam, lalu baca kembali. Akan banyak kalimat yang bisa diedit sehingga mencerminkan artikel yang ditulis dengan kepala dingin dan masuk akal.
3. Tidak Mempedulikan Orang Asing
Atas nama artikel inspirasional, blogger sering lupa bahwa
orang yang ditulisnya punya banyak cerita dan kepentingan pula. Misalnya
melihat sosok tua yang bekerja keras di pasar, langsung ditulis di blognya
tanpa filter. Memang, artikel seperti itu memiliki daya tarik yang tinggi bagi
pembaca yang suka kisah kemanusiaan. Tapi apakah kita sudah tahu kehidupan
sebenarnya dari orang tersebut? Apakah orang tersebut benar-benar harus diangkat
ceritanya? Yakin tidak ada pihak yang keberatan? Blogger sebaiknya tidak
meremehkan keberadaannya. Kenali dulu orang tersebut. Jika hanya bermaksud
mengambil inspirasinya saja, harap disembunyikan identitas dan lokasi, serta
foto tidak memperlihatkan wajahnya.
Itu sebabnya pula saya tidak menyukai
candid photos. Meskipun di ruang publik, tidak serta merta kita bebas memotret
orang lalu mengunggahnya di blog kita. Bahkan wajah teman anak kita dikelaspun,
tidak boleh begitu saja bisa diunggah. Kita harus minta ijin pada orangtuanya.
Tampil di blog terkenal itu luar biasa bagi yang sedang mengejar personal branding, tapi belum tentu menyenangkan bagi yang memperoteksi kehidupan pribadinya. Tidak memikirkan keberadaan orang lain dalam postingan kita bisa berakibat tidak mengenakkan di kemudian hari bagi yang tidak terima.
4. Memalsukan Kehidupan Yang Sempurna
Hidup itu tak ada yang sempurna, jadi buat apa memalsukan
kesempurnaan? Banyak blogger yang merasa dituntut menampilkan kesempurnaan demi
personal brand. Menjadi inspirasi dan diakui di niche yang telah ditetapkannya
sendiri, sering membuat blogger terseret kalau dalam istilah blogelevated “fake
it until you make it”.
Padahal personal branding yang bagus tak harus
menampilkan diri bak super hero. Ada teman blogger single parent yang sering
menulis tentang kesulitan yang dia alami menghadapi pertanyaan-pertanyaan si
buah hati. Ada pula yang menuliskan suka duka memiliki anak yang mengalami
kelambatan pertumbuhan. Semua tak mengurangi kehebatan mereka sebagai blogger.
Karena kehebatan itu bukanlah sesuatu yang direka-reka, melainkan sebuah proses
menjadi diri sendiri.
Tak apa menulis pelajaran yang bisa diambil dari suatu peristiwa dalam hidup kita sehingga menjadi inspirasi, tapi jangan mengarang cerita. Jika tak ingin ketidaksempurnaan kita muncul di blog, gampang saja kok, jangan cerita! Tidak cerita itu tidak sama dengan mengarang cerita.
5. Kecewa Dengan Teman dan Saudara di Kehidupan Nyata
Beberapa kali saya membaca blog teman yang menyebutkan
pertengkarannya dengan teman atau saudara. Jika teman, mungkin agak sulit
ditelusuri siapa yang dimaksud kalau tak ada nama atau latar belakang cerita
yang jelas. Tapi jika tetangga atau paman dan bibi, orang yang mengenal blogger
tersebut secara pribadi akan dengan mudah menemukan siapa yang dimaksud meski
tak menyebut nama. Memang, teman dan tetangga adalah sumber cerita yang tak
pernah habis, apalagi disajikan dengan nylekit dan genit khas ibu-ibu. Rasanya
ikut gemes ketika membaca.
Artikel seperti itu akan mendatangkan page view yang
lumayan. Tapi coba tanya dalam hati, apakah itu sepadan jika artikel tersebut
dibaca oleh yang bersangkutan lalu silaturahim menjadi hancur? “Tapi si A itu
gaptek kok, nggak tahu blog itu apa.”
Okey, baiklah, tapi bagaimana jika disampaikan oleh orang lain yang akrab dengan internet, lalu diberi bumbu cerita macam-macam? Apakah kita memberi ruang padanya untuk menggunakan hak jawab atau hak sanggah seperti di media konvensional?
6. Membahayakan Orang-orang Terkasih
Ah, sebenarnya malaslah membahas ini. Tapi berhubung
disebutkan dalam artikel blogelevated, terpaksa dibahas lagi. Yup, karena
persoalan ini sudah sering dibahas di blog ini dan tak berpengaruh banyak pada beberapa blogger. Tetap saja detil sekolah, detil rumah, detil
kegiatan, detil liburan dan sebagainya bermunculan. Rada bengong juga melihat postingan yang terlalu gembira tentang sebuah rumah baru sehingga semua ruangan
diunggahnya, termasuk tangga ke lantai dua.
Ketika membaca artikel tentang anak
artis yang nyaris diculik beberapa waktu lalu, kok malah gimana gitu? Lha dia
sendiri yang membahayakan anaknya yang masih balita itu. Tiap kegiatan diunggah
ke instagram, jadi si calon penculik tahu aktivitas si anak dan dengan siapa
dia dirumah. Hari itu seperti biasa si anak dirumah dengan pembantu, sedangkan
si ibu bekerja diluar rumah. Jika kemudian si anak selamat, lantaran Allah
masih melindunginya dengan memberi sakit pada si ibu sehingga si ibu pulang
lebih awal.
Di instagram saja akibatnya bisa begitu, apalagi blog yang memberi ruang bercerita lebih detil. Jadi nggak usah dibahas lebih panjang lagi ya, capek, nggak ngaruh. Hahahaaa....
![]() |
Pic by pixabay.com |
7. Terlalu Banyak Menulis Hal-hal Buruk
Yang sering ditekankan oleh para pakar blogging adalah
jadilah blogger yang otentik. Sayangnya, sebagian menganggap otentik itu ya
semau sendiri, termasuk sumpah serapah tidak puas dengan keadaan dan mengumbar kegagalan hidup. Hati-hati terbawa
suasana sehingga membuat blog seperti wadah dari sampah kehidupan. Tak semua diberkahi hidup mudah tapi nggak perlu juga membuat diri makin terpuruk di blog. Justru hal-hal buruk itu bisa dijadikan momen untuk titik balik.
Banyak kok
teman blogger yang gagal dalam berbagai hal tapi mereka menulis untuk sharing
pengalaman agar tidak terjadi pada orang lain. Mereka menuliskan pengalaman
mereka agar orang lain tak perlu membayar mahal dengan mengalaminya sendiri.
Mereka juga menulis agar yang masih terjebak dalam masalah tersebut bisa
melihat solusi seperti yang pernah dialami blogger tersebut.
Hal-hal buruk bisa benar-benar menjadi sampah jika kita terlarut dalam postingan blog kita. Tapi hal-hal buruk bisa berbalik menjadi inspiratif jika kita mau mengemasnya dengan baik.
38 comments for "Oversharing Yang Sering Dilakukan Blogger"
Selalu menghindari posting berbau zbl, kzl, atau lagi emosi *dih udah nggak zaman lagi cuuy* :D heheheh sekarang mah konsen positif konten, curcol tetep dong tapi curcol yaah nggak alay kayak dulu :D
Mak, yang poin 3 itu kok kita sehati ya #eaaaa, terhubung sama postingan terakhir saya nih :D namanya etika tetep ada dalam motret di ruang publik.
Nomor 1, itu mah orang-orang pada mikir google ini tempat sampah apa ya? Helloo... apa yang ada di google itu berpemilik loh >.< Yakali foto diambil di google, tapi kan ada sumbernya, masa iya mbah google yang moto sendiri *plis deeh*
Penutupnya pass banget deh! Sukaak! :*
terimakasih sudah menuliskan hal ini, jadi pelajaran berharga untuk saya :)
setuju banget donk sama point2nya dan semoga tetep bisa menjaga esmosi dan amarah ketika menulis
#selfreminder
makasiih maak sharing2nya eea
curhat sih jarang ya...
hehe..
Beberapa bait kata dibaca agak panas kayaknya hehe :D
*lgsmojokmikir*
susah bacanya..
atau kesalahan padaku?
Apapun tujuannya, ngeblog itu harus bertanggung jawab.
Karena apa yang dituliskan itu menunjukkan bagaimana pribadi si blogger itu sendiri :)
Terima kasih sharingnya mbak~
kalo yg ttg jgn nulis saat marah, boro2 itu mbak :D.. lah wong kalo lg moody ato marah, semua ide nulis lgs blank, hilang ;p.. mana ada yg bisa ditulis, itu kalo aku :D
Sering banget nemu yang seperti itu mbak. Sedih sih kadang. Maksud hati mengingatkan baik-baik (dan gak dalam sosial media ataupun blog ingatinnya - japri). Tapi dianya spt itu.
Tfs Mbak
Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.