Ibu, Ini Lo Tips Survive Nimbrung di Acara 17-an Di Sekitar Rumah
Tips survive nimbrung di acara 17-an di sekitar rumah ini saya buat karena ternyata banyak para ibu masa kini yang makin tidak mau terlibat dengan acara kampung.
Alasannya macam-macam. Kalau saya sendiri tadinya karena merasa kaku sebagai orang baru, takut salah bicara atau bertindak karena belum paham siapa "ibu komandan" disana. Sedikit demi sedikit saya nongol dan akhirnya selalu diberi info dan disamperin jika ada acara. Meski baru sebatas ikut-ikutan, lumayanlah sudah dianggap warga secara defacto dan dejure. Terus, mengapa harus repot-repot berperan? Yah, seperti yang kita semua tahu bahwa tetangga adalah saudara terdekat kita. Meskipun mereka nggak asik, meskipun sering ngeselin, merekalah yang paling bisa diandalkan, bukan satpam kompleks.
Untuk survive selama perayaan kemerdekaan itu butuh motivasi yang tinggi.
Beda dengan perayaan hari lain, Lebaran misalnya, 17-an identik dengan berbagai kegiatan fisik dan kreatif. Jadi susah kalau pengin ngumpet saja di rumah kan, sementara tetangga kerja bakti mencabuti rumput didepan rumah kita.
Misalnya semalam, saya sudah merasa memperkecil perasaan bersalah pada para ibu-ibu kompleks ketika jam 19.00 baru sampai rumah, yang artinya punya alasan untuk tidak ikut nonton panggung kesenian se RW. Eladalah kok tetap disamperin ibu-ibu dan ditunggu meski saya harus ganti daster dengan baju batik. Segeralah saya kalang kabut ganti baju, belum mandi, gak dandan dan hanya pakai jilbab yang biasa saya kenakan ke warung. Eladalahnya lagi, sampai di lokasi, diminta naik panggung untuk menyanyikan 3 lagu perjuangan bersama beberapa ibu-ibu. Haduh! Rupanya info tersebut sudah beredar terus ketika menunggui anak-anak RT latihan tari dan kerja bakti. Saya saja yang nggak nyimak dan cuma mengharapkan info di group WA.
1. AMBIL PERAN KECIL
Pernah lo saya kebagian peran "cuma" mengambil pesanan snack. Yang pesan dan membayar sih ibu-ibu lain, saya benar-benar cuma mampir karena kebetulan lewat sana dan mengambilkan. Tapi itu sudah cukup untuk membuat diri tercatat telah berpartisipasi aktif. Lain kali ada acara lagi, kita akan diingat oleh ibu-ibu "penguasa" kampung. Peran kecil bisa juga manut saja disuruh nyanyi seperti saya. Meskipun nggak ikut latihan dan belum mandi, maju aja ikut-ikutan, nanti kan kekurangannya ketutup sama ibu-ibu lain. Heheheee.... Kalau merasa nggak bisa apa-apa, jadi supporter lomba aja deh. Masa nggak ada sesuatupun yang bisa dilakukan?
2. COBA PERAN BESAR
Yang ini belum pernah saya coba tapi sudah pernah dicoba oleh teman saya, sesama orang baru di perumahan masing-masing. Dia langsung mengambil peran penting membuat tumpeng untuk tirakatan. Saya tahu dia jarang memasak karena sibuk. Menurutnya, membuat tumpeng itu tidak sulit. Nasinya bisa dibuat di rice cooker. Ayam beli di penyetan. Kering tempe beli siangnya di warung makan. Kering kentang dan abon beli yang sudah plastikan. Lalapan, telur dadar dan kerupuk bisa dibuat sendiri. Eh beneran lo, praktis dan cepat saja dia membuatnya. Bentuknya pun cukup bagus, lagipula bukan untuk keperluan lomba, melainkan untuk dimakan bersama-sama warga.
3. PIKIRKAN KOMPENSASI KETIDAKHADIRAN
Tidak bisa datang kerja bakti? Tidak masalah. Kadang memang ada keperluan yang lebih penting, yang membuat kita tidak bisa berpartisipasi. Tapi kalau bisa jangan cuma pamit. Tunjukkan bahwa sebenarnya kita peduli, hanya saja tidak bisa hadir. Yang paling mudah adalah membayar iuran sukarelan lebih banyak dari warga lain atau menyerahkan snack dan minuman sebelum kita pergi kepada penanggung jawab kerja bakti.
4. KETAWA KETIWI
Tertawa adalah ibadah paling mudah. Tertawa juga menyelamatkan dari suasana yang membosankan. Misalnya, seperti semalam ketika group lawak anak-anak muda tampil garing, sedangkan kepala cenut-cenut ngajak pulang. Saya mencoba berpikir bahwa anak-anak itu ibarat anak-anak saya juga, yang butuh penyaluran ekspresi dan dukugan 100% dari saya. Jadi, ya saya mencoba bertahan sambil berusaha ketawa-ketiwi untuk membunuh bosan. Kalau tidak ada yang lucu, kan susah mau mencari alasan untuk tertawa. Saya mengalihkan perhatian, memandang seorang ibu yang sedang ngomel karena anaknya bolak balik menghabiskan snack dari panitia. Lucu banget. Meski tertawa karena sebab lain, tapi saya tetap disana, bersama seluruh warga. I survived! Hahahaaa....
5. SHARE FOTO-FOTO
Jika sedang kumpul warga apakah sebaiknya gadget ditinggalkan agar lebih fokus bergaul? Menurut saya tidak perlu, karena nyatanya gadget juga sudah menjadi sarana bergaul dengan warga. Foto kerja bakti, foto pentas, bahkan foto menunggui anak-anak latihan bisa menjadi perekat hubungan dengan ibu-ibu sekitar. Tapi ingat! Ini bukan ajang narsis pribadi, melainkan ajang narsis bareng-bareng. Jadi jangan kecakepan sendiri ya. Usahakan fokus foto ke anak-anak mereka, pasti ibu-ibunya bakalan senang ketika foto-foto tersebut kita share di group agar bisa mereka simpan. Kalau kegiatannya tidak melibatkan anak-anak, pilih foto-foto yang semua ibu di foto tersebut dalam pose terbaiknya.
Kalau kita berhasil survive dalam acara 17-an, yakin deh, salam hangat bakal lebih sering kita dapat ketika melintas perumahan atau kampung, karena yang tadinya nggak kenal, jadi kenal.
Perkenalan dengan warga sekitar akan berbuah kenyamanan hidup. Nah, sebentar lagi kan Qurban ya? Biasanya ada kumpul-kumpul lagi untuk mengurus pembagian daging dan makan-makan. Bisa nih sebagian tips tersebut dipraktekkan.
16 comments for "Ibu, Ini Lo Tips Survive Nimbrung di Acara 17-an Di Sekitar Rumah"
nunggu acara jalan santai aja. biasanya sih ikut.
Maybe next time deh saya coba caranya. Ambil peran kecil dulu ya
At least tetangga sebelah dan yang biasa ke masjid hapal dikit2 dengan keberadaan saya. Kalo kegiatan keknhya hmmm *ngilangtuiiiiing*
Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.