Tak Perlu Panik Menghadapi Table Manner. Atasi Dengan 7 Cara Ini!
Panik menghadapi table manner jadi tema artikel kali ini yang terinspirasi dari obrolan group WA emak blogger Jogja.
![]() |
Photo: kaboompics pixabay.com |
Dimulai dengan pertanyaan Diba, obrolan bergulir panjang tentang tata cara bersantap bersama di acara resmi. Masyarakat terlanjur menghubungkan table manner dengan budaya Eropa, khususnya Eropa Barat, termasuk Inggris. Padahal terjemahan table manner itu adalah etika bersantap, dimana tiap negara dan tiap daerah punya pengertian sendiri-sendiri tentang apa yang disebut sebagai sopan. Jadi ada table manner di Amerika, India, China, Jepang dan sebagainya. Entah apakah Indonesia punya, tapi dalam lingkungan orang Jawa pun ada, meski tidak dalam bentuk teori yang runtut, melainkan berdasarkan ajaran para orangtua.
Bagi para peminat budaya, table manner adalah cara yang menarik untuk memahami budaya lain.
Karena itu, beberapa pihak, terutama yang berhubungan dengan kuliner, menawarkan paket pengetahuan dan praktek table manner negara tertentu. Di Jogja sendiri, saya pernah 2 kali ikut kursus singkat table manner ala Eropa di Hotel Inna Garuda, gratis, karena ditanggung suatu lembaga. Sedangkan anak saya pernah ikut kursus singkat table manner ala Jepang bersama sensei dan teman-temannya di Takigawa dengan biaya Rp 100.000,- per orang.
Jadi, kalau ditanya seperti apa sih table manner itu? Harus jelas dulu, jamuan tersebut bersama tamu dari negara mana dan dalam rangka apa. Setelah itu santai saja, tak apa tidak mirip teori, asal kesalahan kita tidak berdampak politik seperti jamuan yang sering diselenggarakan mbak Indah Nuria, teman blogger, yang juga seorang diplomat dan sedang bertugas di markas besar PBB. Yang utama adalah tetap menjaga kesopanan dan dapat mengendalikan diri.
Yang paling sering dihebohkan para ibu adalah table manner ala Eropa Barat, bagaimana kita harus makan menggunakan peralatan dari sisi luar lalu urut kedalam, bagaimana menjaga sikap tubuh, bagaimana jika sudah selesai dan tentu saja bingung harus menggunakan garpu di kiri sementara Islam mengajarkan menggunakan tangan kanan.
Semua keribetan itu akan menjadi penyebab tidak terpenuhinya tujuan utama jamuan tersebut, yaitu menjadi kenyang.
1. Memegang garpu dengan tangan kanan tidak membuatmu diusir dari jamuan makan.
Jadi, sebenarnya tak perlu takut menjadi pusat perhatian karena hal itu. Tapi tetap saja ada seseorang yang pernah mengunggah kegundahannya terhadap masalah super duper mini ini di media sosial. Duh, lebay banget. Karena pertama, dirimu bukan keponakan Pangeran Charles. Kedua, apakah dirimu sedang dalam perjamuan makan malam dengan Ratu Elizabeth?
Generasi muda Eropa Barat, terutama yang tidak lahir dari keluarga ningrat atau sering menghadiri jamuan kalangan atas, lebih fleksibel dalam menerima perbedaan. Termasuk perbedaan cara memegang garpu. Supaya tidak belibet karena harus memindah-mindah garpu dari kiri ke kanan tiap kali hendak makan, lebih baik, iris semua makanan yang perlu dipotong menggunakan garpu di kiri dan pisau di kanan, Setelah semua terpotong, barulah memindahkan garpu ke tangan kanan untuk menikmati hidangan tersebut.
Bahkan dalam praktek table manner modern sudah disederhanakan banyak hal. Misalnya peralatan makan yang ditata di meja adalah yang benar-benar akan digunakan, tidak lagi dijejer semua. Jika ada peralatan yang tidak lengkap, tinggal minta pada pelayan.
Jadi, tingkah kikuk lebih banyak disebabkan oleh kecanggungan kita sendiri dibandingkan oleh perbedaan budaya.
2. Nikmati waktu dan kesempatan.
Table manner yang dihidangkan dengan bantuan pelayan, seringkali membuat kita gugup dan cepat-cepat menghabiskan makanan sebelum piring bekas diangkut. Santai saja tapi jangan dilama-lamain juga karena masih ada hidangan lain yang akan disajikan. Kalau gelas sudah diangkut dan masih haus, tinggal minta ke pelayan. Kalau masih lapar dan pengin nambah nasi? Heheheee nanti pas perjalanan pulang mampir saja di rumah makan Padang, ya, karena menu yang disajikan biasanya sudah cukup banyak.
Untuk hidangan buffet atau prasmanan, seringkali ada yang mengambil makanan sekaligus bertumpuk-tumpuk karena malu bolak balik ke meja buffet. Selain itu juga malu kalau di mejanya tampak banyak piring kosong, kesannya kok rakus. Padahal nggak apa-apa bolak-balik ke meja prasmanan, pede aja. Ambil seperlunya dan habiskan, jangan mubazir. Kalau kurang, bisa nambah. Piring-piring yang sudah terpakai biar diambil pelayan. Piring bekas pakai yang menumpuk banyak di meja, sebenarnya malah pertanda bahwa layanan restoran tersebut kurang sigap, tak perlu merasa bersalah. Apalagi kalau kita sampai menyuruh pelayan mengambilnya. Yang benar, pelayan harus jeli dan langsung permisi untuk mengambil piring kosong tersebut. Kalau kita masih pengin nambah, jangan kecewa piring bekas itu diambil, pakai yang bersih di meja prasmanan saja.
Intinya, jangan hanya fokus pada peralatan dan tata caranya saja. Nikmati makanan yang dihidangkan sebaik-baiknya, serta gunakan kesempatan tersebut untuk menunjukkan respek dan penghargaan pada pengundang dan tamu-tamu lainnya di sekitar kita.
3. Yang berlebihan itu di budaya mana pun tidak pantas.
Ini sama contohnya dengan yang di prasmanan tadi, kelihatan nggak elok ya kalau di piring kita ada tumpukan nasi setinggi gunung mahameru? Begitu pula dengan tertawa ngakak. Cantik halus tapi kalau tertawa mulut terbuka lebar terbahak-bahak sementara orang didepannya sedang makan itu terasa tidak etis sama sekali. Hilang cantiknya. Defect atau kesalahan kecil itu wajar, apalagi kita tidak familiar dengan budaya table manner pengundang.
Pastikan saja untuk menggunakan sinyal terbaik kita dalam menangkap ketidakwajaran diri sendiri. Rasakan sendiri apakah yang kita lakukan itu pantas atau tidak, berlebihan atau masih bisa ditoleransi.
4. Tenangkan pikiran, amati dan tiru.
Jika pikiran tenang, kita akan mampu mengamati sekitar dengan baik. Tata cara yang belum kita pahami bisa kita pelajari dengan mengamati dan meniru. Kalau tidak tenang, hasil mengamati dan meniru tersebut akan seperti Mr Bean, kerang basi diemplok juga. Misalnya bingung menentukan mana sendok sayur dan bubur karena sama-sama cekung, sebaiknya kita makan beberapa detik lebih lambat dari tuan rumah atau tamu lain yang kita anggap berpengalaman, dan lihat sendok mana yang diambilnya.
Yang perlu dijaga adalah jangan sampai kelihatan sekali kita memperhatikan orang tersebut karena akan membuat orang tersebut merasa tidak nyaman.
5. Hargai perbedaan.
Karena sedang booming, sering dong melihat orang Korea makan? Orang Korea itu kalau makan bisa lo sebongkah besar makanan masuk semua ke mulut. Belum lagi mie panas-panas diseruput dengan suara yang keras. Orang Eropa menggunakan sendok garpu atau pisau garpu, salah satunya agar tidak perlu membuka mulut lebar-lebar untuk memasukkan makanan. Sedangkan orang Jawa, pantang sekali makan bersuara, meski hanya berupa kecapan kecil, apalagi seruputan yang seru begitu. Tapi jika kita makan ala Korea, meski di Indonesia, kita harus menghargai cara mereka menikmati makanan.
Tak perlu membesar-besarkan perbedaan, fokus pada betapa istimewanya kita dimata para pengundang sehingga mendapat kesempatan tersebut. Lakukan yang menurut kita benar dan hargai yang menurut mereka layak.
6. Jangan pikirkan orang rumah dan followers.
Apa akibatnya jika kita memikirkan orang rumah? Akibatnya, pasti persiapan membawa wadah untuk membungkus makanan. Ini memalukan sekali. Jangan membungkus apapun dalam acara seperti ini kecuali sudah dibungkuskan dan disiapkan dalam tas-tas oleh tuan rumah. Kalau merasa bersalah pada anak yang tidak bisa diajak makan enak, mampir saja ke toko roti kesayangan ketika dalam perjalanan pulang nanti untuk membeli oleh-oleh.
Apa akibatnya jika kita memikirkan orang followers? Akibatnya, kita tidak fokus pada makanan, melainkan menyiarkan apa yang kita makan di media sosial. Untuk jamuan tertentu mungkin asik-asik saja ya foto sana sini, misalnya media gathering atau acara santai lainnya. Tapi jika di jamuan resmi atau bersama klien, itu akan berubah jadi norak.
Jika penataannya begitu indah dan sayang untuk tidak diabadikan, ambil momen ketika acara belum dimulai dan belum banyak tamu datang.
7. Tak perlu minderan dan no bossing around.
Diundang di jamuan itu berarti kita special, jadi tak perlu minder. Tetap tenang dan percaya diri meski mengenakan baju atau aksesoris seadanya, yang penting bersih dan wangi.
Sebaliknya, meski kita dilayani dengan total sehingga bisa bermanja-manja minta diambilkan ini itu, jangan pula kita judes dengan pelayan jika melakukan kesalahan. Cukup memberitahukan saja apa yang kurang. Apalagi jika ini merupakan traktiran. Bukan kita to yang bayar?
Pelayan juga manusia. Dia berusaha taat pada teori table manner yang mereka pelajari di SMK. Tapi ada kalanya mereka membuat berbagai kesalahan. Dimaklumi saja jika tak sengaja. Keributan akan merusak suasana dan menimbulkan ketidaknyamanan bagi tamu lain.
Nah, sekarang ibu-ibu tinggal dandan yang cantik dan senyum yang manis, tak perlu mencemaskan apapun selama table manner berlangsung.
24 comments for "Tak Perlu Panik Menghadapi Table Manner. Atasi Dengan 7 Cara Ini!"
.kita cuma biasa dilesehan he2 makasih mba lus..
.kita cuma biasa dilesehan he2 makasih mba lus..
Trs nanya di wa. Eh ada yang komen sebenarnya kita ngambil yang kanan cmn barusan pny gw diambil yang sebelah wkwkwkw
Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.