Reaktif Di Medsos Bisa Bikin Kecele dan Emosi
Selain mengurangi membuat status di media sosial, saya juga mengurangi reaktif di medsos karena takut kecele.
Yang belakangan membuat banyak orang kecele tentu saja seorang gadis yang dipuja karena kecerdasannya tapi kemudian berbalik dilaknat banyak orang karena plagiat. Bahkan mudah sekali mencari namanya di google dengan mengetik "x(nama panggilannya)(spasi)plagiat". Teman-teman pasti tahulah siapa dia. Di blog ini memang tak akan menyebut nama jika menyangkut hal-hal negatif. Internet kan abadi, sementara tiap orang punya kesempatan untuk bertobat. Jadi jangan sampai namanya diabadikan di internet gara-gara blog ini untuk sesuatu yang tidak baik, sedangkan kita berharap yang bersangkutan mendapat hidayah sesegera mungkin.
Begitu pula dengan kasus beras yang dalam 2 hari bisa berbalik arah dan sekarang sudah mulai ada sanggahan-sanggahan, yang berarti bisa berbalik lagi.
Kecuali teman-teman setuju dibayar sebagai buzzer, yang berarti hanya mengikuti skenario yang ditawarkan, hindari terlalu reaktif terhadap suatu isu. Karena jika arahnya berbalik, berlawanan dengan reaksi awal kita, jadinya kita bisa bete. Kalau arah yang berlawanan tersebut ternyata benar dengan diikuti banyak sekali bukti yang meyakinkan (karena ada juga bukti yang buatan), kita akan malu sendiri.
Seperti kenyataan si adik tersebut yang sulit terbantahkan. Awalnya saya mendukung keberaniannya. Terus terang waktu itu karena sudah bosan dengan orang-orang generasi saya yang sudah suram dan kebanyakan nyinyir. Tapi kemudian saya langsung mundur ketika dia mengutip Malala. Saya langsung tahu, karena saya punya buku memoar Malala dan bahkan membantu anak saya mereview buku tersebut dalam bahasa Inggris sebagai tugas sekolah. Benar saja, tak lama kemudian kasus plagiasi tersebut meledak.
Hal lain seperti persoalan politik di medsos menjelma menjadi arena pingpong tuduhan dan fakta. Yah, memang mirip sekali dengan permainan pingpong. Hari ini muncul tuduhan terhadap A dari B, besok A balik men-smash B dengan mengeluarkan fakta-fakta. Lalu B kembali melancarkan pukulan dengan A, yang kemudian dibalas oleh A. Lalu kita ngapain? Sebagian membela A, sebagian membela B. Yup, jadilah 2 regu pingpong. Yang konyol adalah yang berlari kesana kemari untuk berkomentar sana sini dengan heboh tanpa tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Berbeda dengan kasus plagiasi yang berdiri sendiri, 2 regu pingpong yang saling berhadapan tidak mengenal kecele. Salah atau benar, namanya seregu ya harus loyal. Pembelaan yang berlebihan membuat status atau konten yang keluar selalu berapi-api dan penuh permusuhan. Nggak takut pula kehilangan teman-teman lain.
Reaktif yang paling asik adalah pancingan-pancingan status tak jelas di medsos yang mendatangkan praduga bagi yang kepo dan membuat bete bagi yang merasa. Medsos berubah tak ubahnya forum gosip di kampung saya jika sedang ngumpul di tukang sayur. Status-status "jawaban" no mention pun bertebaran dan group-group chat pun ramai dengan kasak kusuk.
Dalam berteman, kenalilah seseorang secara pribadi, bukan karena kata seseorang terhadap orang lain. Pertama, jika orang tersebut direkomendasikan karena baik tapi ternyata tidak baik, kita akan tertipu. Kedua, jika orang tersebut direkomendasikan tidak baik tapi ternyata baik, kita akan rugi.
Manusia itu tidak ada yang sempurna. Setiap orang pernah membuat kesalahan. Karena itu tak perlu terlalu reaktif untuk hal-hal yang tidak prinsip karena kitapun bisa salah sewaktu-waktu. Sedangkan untuk hal-hal yang penting, biarkan dulu mengendap dan cari informasi tambahan. Biasakan mencari informasi yang berbeda agar kita bisa melihat masih masuk akal mana, fakta atau counter-nya.
Yang benar-benar jangan sampai dilakukan adalah beropini di bidang yang tidak kita pahami. Meski kita sudah membaca banyak berita dan diberi supply informasi. Pendapat yang keluar akan sangat berbeda antara orang yang tahu dari informasi yang lewat dengan yang benar-benar paham masalah tersebut. We don't want to look foolish, do we?
Bermedia sosial belakangan ini memang terasa berat karena orang sudah menjadikan medsos sebagai senjata untuk mendapatkan uang, terkenal, gerakan dan sebagainya. Senjata itu selain untuk pertahanan diri, nature-nya adalah untuk provokasi. Meski sudah dibatasi hanya berteman dengan orang-orang yang sudah dikenal, tetap saja ada beberapa hal yang tak bisa kita terima karena kita berteman dengan orang-orang dewasa yang sudah punya prinsip masing-masing.
Belakangan orang-orang menjadi sangat serius sehingga salah sedikit bisa dijadikan "topik hari ini" di group-group chat atau bahkan dibully oleh orang-orang yang tak kita kenal, yang entah bagaimana bisa mendapatkan screen shoot status, chat atau tweet kita. Sialnya, sudah sering saya melihat screen shoot orang atau akun yang dibully karena bereaksi alias berkomentar. Padahal thread tersebut bukan miliknya. "Cuma" bereaksi atau berkomentar saja bisa dibully. Karena itu, jika ingin bereaksi, endapkan dulu supaya tidak mengundang emosi orang lain.
Menahan diri untuk tidak reaktif itu memang sulit, apalagi isunya sedang hot. Semua mau dikomentari, kemarin tentang plagiat, hari ini bola, besok beras, lusa garam, dan seterusnya. That's not life, it's only timeline. Life needs boundary so we can focus on what matters.
12 comments for "Reaktif Di Medsos Bisa Bikin Kecele dan Emosi"
Kalau saya lagi nge-scroll sosmed itu di skip skip aja deh yang isinya provokasi.
Aq termasuk yg mls ngikutin berita yg viral, cukup tau, udah gitu aja.
Kalo Fb udah jarang kec buat share postingan. Kalo mantengin akun olshop sista2 IG langganan, tetep dong ya. Sapa tau ada diskon.:)
Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.