Drama Jahit Menjahit Yang Harus Dihindari

Oke sekarang sudah 2018. Mari kita segera berjalan. 

2017 saya tutup dengan mantap kembali ke kerajinan atau handicraft tapi dengan berbeda peran. Jika dulu saya bekerja sama dengan pengrajin, sekarang saya memberanikan diri untuk membuatnya melalui tangan saya sendiri. 

Sebenarnya saya tidak secara khusus fokus di jahit menjahit. Bagi saya yang penting masih seputar kerajinan. Tapi sesuai dengan fasilitas yang saya miliki dan dukungan teman-teman saat ini, saya perdalam dulu jahit menjahit beberapa bulan terakhir ini.

Cara dan kemampuan orang menyerap ilmu itu bermacam-macam. Saya sendiri bukan tipe yang berlama-lama mencoba mencerna sesuatu yang baru. Saya harus praktekkan untuk paham. Karenanya, dalam belajar apapun, saya selalu melakukan trial and error berkali-kali. Untungnya saya tidak mudah baper meski pernah menghancurleburkan blog sendiri ketika belajar coding sederhana. Wkwkwkwk. Kalau suka, saya akan buru-buru bangkit lalu trial and error lagi. Kalau nggak kapok juga, seperti ketika belajar ngeblog tadi, maka saya akan bertahan lama di bidang tersebut.

Dahulu saya lihat sendiri bahwa para penjahit itu, baik kerajinan maupun busana, adalah orang-orang yang tekun, penyendiri dan nggak sempat dandan. Sekarang jamannya berbeda. Kerajinan ditambah media sosial itu punya sisi drama juga seperti bidang lain. Namanya juga bersentuhan dengan banyak orang, baik kenal maupun completely stranger. Kalau tidak bisa menahan diri, kita bakal muter-muter saja di media sosial menghabiskan waktu untuk mencari siapa sedang ribut dengan siapa. Situasi yang tak sehat buat yang masih perlu banyak waktu untuk mendedel jahitan salah seperti saya.

Seperti bidang lainnya pula, temperatur bisa memanas jika sudah mulai bau uang dan popularitas. Boleh dibilang, jahit menjahit itu ketrampilan yang mudah menghasilkan uang karena semua orang butuh tapi juga bisa sulit sekali karena yang punya ketramilan menjahit itu banyak banget. Kalau konsumen tidak puas, bisa pindah ke yang lain begitu saja. Dan di jaman media sosial ini, nggak cuma terjadi saling intip harga tapi juga saling curi ilmu.

Kebetulan salah satu komunitas yang saya ikuti termasuk cool dalam menghadapi member "nakal". Mungkin karena pengelolanya sudah sangat lama malang melintang di dunia jahit menjahit, kerajinan dan media internet sehingga selalu bisa santai menghadapinya, tidak banyak komentar dan langsung bisa membawa member untuk move on ke project selanjutnya. Biasanya orang-orang yang banyak ilmu justru seperti itu, tidak pernah sok hebat karena dalam proses panjang belajarnya telah bertemu dengan orang-orang yang lebih pandai. Mereka sadar, di atas langit masih ada langit sehingga sikap sok hebat akan terlihat menggelikan.

Di artikel ini saya akan membagikan hal-hal yang saya hindari selama saya belajar membuat kerajinan sendiri agar saya bisa tetap fokus dengan goals pribadi.

MESIN JAHIT, BELI ENGGAK, BELI ENGGAK

pic from www.slate.com
Drama beli enggak, beli enggak, beli enggak ini ada dimana-mana, baik di status media sosial maupun di group. Kezelnya, sudah masuk komunitas jahit pun masih ada yang labil sebaiknya beli mesin jahit atau tidak. Hellooo.... jadi ngapain gabung ke komunitas jahit?
Analoginya sama dengan hobi saya ngeblog. Saya harus punya sarana untuk ngeblog dong, entah ponsel, laptop atau pergi ke warnet. Memang hobi ngeblog tidak harus beli laptop, jadi kalau ada penyewaan mesin jahit sih silakan saja. Tapi yang jelas, alat harus ada.
Lho kan bisa jahit tangan? Betul, tapi itu sering tidak disebut sebagai menjahit melainkan kerajinan lain, misalnya quilting (ala Jepang), menyulam, kristik (cross stitch) dan sebagainya. Untuk karya yang bisa diselesaikan dengan santai, tidak terikat waktu, mungkin masih bisa dilakukan jahit tangan. Tapi umumnya menjahit memang dihubungkan dengan mesin jahit.
Dahulu ketika masih labil mau beli mesin jahit atau tidak, saya menghabiskan banyak waktu untuk browsing, membaca banyak testimoni. Mungkin teman-teman blogger yang sudah lebih dahulu posting tentang menjahit sudah pernah saya tanya juga di kolom komentar postingan tersebut. Semuanya berakhir dengan tidak melakukan action apa-apa. Sampai kemudian saya berpikir jadi ini ngapain sih? Sudah habis sekian jam tapi tidak ada eksekusi.
Bagaimana kalau salah? Namanya juga belajar, dari nggak tahu menjadi tahu. Kalau sudah tahu duluan, tentu bisa menghindari kesalahan. Tapi jika belum tahu, yang paling bisa dilakukan hanya minimalkan kesalahan. Kesalahan adalah harga yang harus kita bayar ketika belajar.
Akhirnya saya memutuskan membeli mesin jahit mini dengan pertimbangan, kalau salah masih bisa saya wariskan ke anak jika mereka merantau kelak. Kan mudah dibawa tuh. Ternyata, mesin jahit mini membuat saya tidak bersemangat belajar. Mesin jahit tersebut cuma sekali saya pakai, lalu saya mulai mencari informasi untuk membeli mesin jahit portable.
Pencarian mesin jahit portable ini pun tak kalah seru. Drama baper persembahan beberapa teman karena pertanyaan mereka tentang mesin jahit terbaik tidak dijawab, beberapa kali terjadi di WAG (Whatsapp Group). Sebenarnya saya mengerti kok kebimbangan mereka karena pernah di posisi yang sama. Uang yang terbatas tapi keinginan untuk bisa menjahit menggebu, membuat saya terlalu serius untuk mendapat yang terbaik dengan harga termurah. Jadi mudah sensi.
Daripada membuat status drama karena merasa dicuekin, sebaiknya browsing saja. Banyak kok yang sudah melakukan review mesin jahit. Yang paling penting untuk diingat adalah bahwa tidak ada mesin jahit yang sempurna. Semua ada plus minusnya, seberapapun uang yang kita punya. Apalagi jika tidak punya uang. Jika tetap ngotot ingin punya dengan jalan arisan, berarti jangan rewel kalau mendapat giliran terakhir. Begitu pula jika memutuskan untuk membeli dengan cara kredit, jangan lalu stress gubrak gubruk menjual hasil kerajinan untuk membayar hutang cicilan. Dari mesin jahit diterima sampai menjadi produk yang bisa dijual juga butuh waktu yang tidak sebentar.
Sebaiknya persoalan mesin jahit ini disesuaikan dengan kemampuan saja. Kalau sekarang alhamdulillah bisa beli mesin jahit sederhana, ya nggak apa-apa. Hasilkan dulu sebisanya untuk menabung. Suatu saat mesin jahit yang sederhana bisa dijual lalu membeli yang lebih bagus.  Waktu saya ikut suatu workshop menjahit, ada 2-3 gadis dan mamah muda yang mau bersusah payah membawa mesin jahit hitam jadul yang sangat berat itu naik motor. Mereka dengan cerdik mengubah mesin manual itu menjadi portable dengan menambah dinamo dan kotak kayu. Seseorang diantara mereka bahkan dengan bangga menyebut mesin jahit tersebut adalah pemberian neneknya dan sudah berumur 30 tahun.

Baca: 5 Jam Menjahit Tas Ransel Di Hartono Mall Jogja

LOH KOK BIKIN YANG SAMA?

pic from lncrivel.com
Kalau di dunia blogging ada masalah copas dan terinspirasi tapi mirip, didunia jahit menjahit pun ada persoalan mirip-miripan. Terus terang, saya banyak berkiblat pada akun youtube dan pinterest luar negeri dalam mencari referensi ide dan tutorial. Bukan sok ke barat-baratan tapi karena memang yang dari dalam negeri belum banyak. Tadinya saya mengira bahwa apa yang saya buat berdasarkan pola-pola jahit dari luar negeri akan beda dengan para pengrajin disini. Ternyata di jaman mamah digital sekarang ini, para crafter melakukan hal yang sama. Jadi banyak yang sama dong? Yup!
Tak hanya satu dua yang sama, tapi sebagian besar yang saya buat sama dengan crafter jahit menjahit lainnya. Paling-paling cuma ada sedikit modifikasi ukuran. Bahkan tidak cuma tema-tema menjahit umum seperti sarung bantal, pouch atau tempat tissue, tapi juga home decor yang aneh-aneh jika dipakai di Indonesia karena iklimnya tidak sama.
Kalau memang kurang sesuai dengan kebiasaan atau iklim disini, mengapa dibuat? Karena untuk menjadi crafter yang berpengalaman itu butuh jam terbang yang tinggi. Supaya tidak bosan dan pengetahuan bertambah juga, kami menggali semua ide yang ada di internet. Tren belakangan makin banyak rumah yang mejeng di media sosial karena penataan ruang yang instagenik menjadi kebanggan para ibu. Tren tersebut memberi tempat yang lebih baik bagi hasil eksplorasi para crafter.
Jadi, kalau melihat karya yang sama jangan lantas baper. Belum tentu si dia sengaja mencontek dirimu. Dengan mengetik satu keyword yang umum di kalangan crafter jahit menjahit di google search, hasilnya sama kok dengan yang dilakukan oleh banyak crafter.
Namun demikian, tetap ada rambu-rambu yang saya pasang untuk menghargai karya orang lain. Kalau di komunitas itu seringkali ada yang memberikan tutorial karya atau modifikasi murni buatan sendiri. Untuk membedakan dengan tutorial hasil meng-copy yang sudah ada di internet, biasanya mereka memberi nama pada karya tersebut. Untuk yang seperti ini, saya pasti memberi credit jika mengunggah hasil percobaan saya berdasarkan tutorialnya di media sosial. Etikanya sih lebih baik meminta ijin pemilik design juga jika ingin mengkomersialkan. Tapi sampai sekarang yang saya komersialkan baru modifikasi dari design-design standar yang sudah tersebar secara umum di internet. Kemampuan saya baru sampai pada design yang mudah-mudah saja.
Nah, jika melihat karya yang sama, nggak perlu baper karena tangan yang berbeda pasti hasilnya beda. Selera seseorang terhadap padu padan bahan juga menentukan ciri khas masing-masing. Begitu pula pilihan tambahan pernak pernik lainnya. Jadi, akan tetap ada bedanya meski berasal dari design standar yang sama. Misalnya sama-sama membuat sarung bantal tapi ada yang selalu membuatnya dengan warna-warna solid polos, ada yang kalau belum memasang sulaman merasa masih telanjang.

Baca: Membordir Aplikasi Kain Motif Owl Di Sarung Bantal

BEDA TIPIS SHARING FOR CARING DAN SHARING FOR WINNING

pic from hookedonhouses.net
Ketika awal belajar menjahit, saya mendaftar ke beberapa group menjahit sekaligus. Sekarang sih cuma dua ya, itupun kewalahan mencerna ilmu yang membanjir tiap hari. Dari dua group ini banyak teman yang dengan ikhlas sharing ilmu atau menjawab pertanyaan para newbie, bahkan jika pertanyaan itu sudah pernah beberapa kali ditanyakan tapi ditanyakan lagi oleh member terbaru. Admin group tersebut hanya bertindak sebagai pengawas yang membebaskan member untuk take and give.
Sementara di group lain dimana saya sudah keluar, admin bertindak seperti penguasa. Admin dilibatkan disetiap pertanyaan dan member meminta petunjuk mereka seperti bawahan di jaman orba yang meminta petunjuk bapak presiden. Admin dianggap yang paling tahu sedangkan member dianggap newbie. Padahal newbie di group tersebut belum tentu newbie di jahit menjahit. Padahal dunia kerajinan itu sangat dinamis. Satu design standar bisa menjadi 10 design baru di tangan 10 crafter. Jadi tak ada benar salah, yang ada adalah pengembangan design yang tiada henti.
Kadang ada juga sih yang selalu nongol di setiap pertanyaan dan menjawab semua pertanyaan, bahkan menyanggah jawaban. Meski agak aneh karena umumnya crafter tidak banyak waktu untuk online karena tangannya sibuk memegang peralatan dan bahan, tapi yaaah ternyata memang ada yang seperti itu.
Karena niat saya cari ilmu dengan bonus pertemanan, bukan sebaliknya, maka saya tidak pernah ragu untuk keluar dari situasi yang membuat saya kebanyakan mikir selain tentang tutorial. Kadang untuk belajar itu kita harus tega membuang perasaan tidak enak dengan keluar dari group. Yang penting kita tidak keceplosan mengungkapkan kekesalan kita dan pamit baik-baik. Dunia ini sempit, sewaktu-waktu kita bisa bertemu orang yang sama dan sewaktu-waktu pula kita bisa memerlukan bantuan atau kerjasama orang yang tadinya tak kita butuhkan.

FOMO

pic from gizmodo.com.au
Fear Of Missing Out (FOMO) di internet itu berlaku umum, termasuk pada para crafter yang tak bisa menghentikan jari dan matanya sendiri dari screen. Seperti yang saya tulis diatas bahwa dunia jahit menjahit itu sangat dinamis, maka jangan memaksakan diri untuk tahu semua. Kuasai yang paling disukai dulu. Jika ada yang belum diketahui dari yang disukai itu, carilah jawabannya. Terus seperti itu lambat laun pengetahuan kita jadi banyak. Kalau kita kesulitan menghentikan tangan kita yang terus menerus scroll di screen, berarti kita dalam bahaya karena informasi yang membanjiri otak kita akan membuat kita bingung mana yang harus dieksekusi lebih dulu. Belum lagi kita akan kehabisan waktu untuk mempraktekkan apapun minat kita.
Begitu pula kegilaan berburu workshop yang harus dibatasi. Workshop craft itu jarang ada yang gratis. Kalaupun ada, kita harus menyediakan bahan sendiri. Katakanlah dalam seminggu kita ikut satu workshop dengan biaya Rp 250.000,- maka jika tiap minggu kita ikut workshop sejenis, kita harus mengeluarkan uang satu juta rupiah per bulan. Maka dari itu, workshop harus dipilih berdasarkan kebutuhan dan manfaat, bukan sekedar konten foto instagram.
Ya, ilmu itu investasi, tak apa membayar. Tapi apakah kita mampu mengoptimasi semua ilmu yang kita serap tersebut? Saya misalnya, begitu senangnya bisa ikut workshop membuat tas karena hasilnya bisa saya gunakan sendiri dan bisa pula saya komersialkan. Ternyata, saya malah lebih banyak mendapat pesanan membuat pouch dan home decor. Akhirnya, ilmu membuat tas belum bisa saya kembangkan, masih mencari waktu yang tepat. Karenanya saya berhenti mengikuti workshop membuat tas dulu meski temanya bagus-bagus. Saya harus pemilih agar fokus dan hemat.

Baca: Membuat Tas Kulit Sintetis

TANYA HARGA TAPI MAKSA

pic from filmcomment.com
Apakah teman-teman pernah kesal ketika ada yang upload foto karyanya dan teman-teman bertanya harganya, lalu dia berjanji akan inbox atau direct message (DM)? Bahkan ketika ada 5 teman lain yang bertanya hal yang sama dijawab seragam pula? Masalah di media sosial adalah tiap orang menginginkan orang lain memenuhi harapannya, termasuk memaksa crafter untuk berlaku umumnya olshop. Kalau enggak, dinyinyirin deh. Bahkan teman saya pernah ditegur langsung di kolom komentar facebook-nya karena tidak terbuka soal harga. Sedih, tentu saja. Apalagi yang menegur itu sesama crafter sehingga membuat curiga apakah ini naksir produk tersebut atau investigasi untuk perbandingan dengan produknya sendiri?
Memang, males banget harus inbox-an untuk mengetahui harga barang yang kita taksir. Namun, tidak semua crafter adalah pemilik olshop. Memang benar mereka menjualnya tapi melalui pesanan eksklusif. Ada pula yang masih trauma karena harga yang dibeberkannya menjadi patokan bagi crafter lain untuk memasang harga sedikit lebih rendah. Bisa juga dia reseller-reseller-an loh meskipun crafter juga. Hihihihii.... Kan nggak enak selisih harganya banyak.
Kita boleh saja gemes dan memvonis cara tersebut tidak akan membuat seorang crafter sukses seusai dengan kaidah internet marketing. Tapi kan terserah crafter tersebut mau sejauh apa yang ingin dicapainya. Bisa saja itu benar-benar hobi baginya yang jika menghasilkan rupiah dianggap bonus karena dia sudah punya usaha atau pekerjaan lain yang lebih maju. Lagipula, konsumen bebas kok memilih. Jika males inbox-an, beli saja ke orang lain yang lebih terbuka. Semudah itu sih, buat apa maksa-maksa atau ngatur-ngatur orang lain? Sebaliknya, crafter juga harus siap jika ada yang batal naksir karena males ribet. 

INFORMASI ITU AMUNISI

pic from fangoria.com
Bagi yang sudah melangkah jauh di dunia jahit menjahit hingga menginjak tahap branding dan laba rugi, informasi menjadi amunisi untuk menghadapi persaingan. Di titik ini dapat dimaklumi bahwa tak semua orang mau sharing semua yang dia tahu. Pada sebagian orang, itu bukan berarti pelit sih. Dia masih mau berbagai hanya saja ada beberapa yang disimpannya. Bahkan meski menjadi narasumber workshop berbayar, masih ada beberapa orang yang tidak membuka semua ilmu atau informasi yang dimiliki. Menurut saya, itu enggak apa-apa, manusiawi. Tiap orang punya hak mengamankan posisinya. 
Pengalaman saya sebagai newbie, sudah beberapa kali tidak mendapat jawaban yang memuaskan tentang supplier dan tutorial. Tapi berkat sekian lama menjadi social media enthusiast, cukup mudah pula bagi saya untuk mendeteksi mana yang tidak memberikan jawaban memuaskan karena benar-benar tidak tahu, karena menyembunyikan sesuatu atau karena malas menjawab saja. Buat saya tidak masalah karena itu hak yang bersangkutan. Masih banyak cara untuk mencari informasi, tak mungkin hanya dia yang tahu. Kreativitas tidak hanya dalam membuat suatu karya, tapi juga ketika mencari informasi.

Apapun hobi yang kita jalani, semua ada dramanya, kalau dicari-cari. Tapi jika mau sedikit melihat dari sisi sebaliknya, sebagian besar pasti ada penjelasan yang masuk akal. Sisanya, lebih baik lupakan dan tinggalkan agar proses belajar dan berkarya bisa terus berlanjut.

Post a Comment

24 Comments

  1. Yak ampun, jadi senyum senyum sendiri soal beli enggak...beli enggak mesin jahit. Sebenernya karena ngarepin dapet mesin jahit ibu hahaha...nah lalu kembali ke waktu yang saat ini sudah ada prioritasnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yg prioritas dulu mak. Kalau pengin, pas main ke tempat ibu aja sekalian minta diajarin, anak2 ada yg pegang. :)

      Delete
  2. wooow lengkap banget ceritanya. aku mmau beli mesin jahit kalau sudah punya rumah sendiri. fix...mohon doa

    ReplyDelete
  3. Musti menghargai kalau gabung di grup2 yg satu passion ya, mbak. Soalnya memang ngga mesti si adminnya itu lebih finteer ketimbang membernya. Hihihi. Have fun dengan jahit menjahit, Mbak.

    ReplyDelete
  4. Penyakitku soal jahit menjahit ini..aku nggak tlaten an mba..

    Dulu...pernah iseng2 aja belajar jahit ke tetangga..muter mesinnya aja aku ke balik2.. 😊😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama, mesin itu sempat aku diamkan saja setahun setelah beli heheheee

      Delete
  5. aku juga beli enggak beli enggak gitu mbak orangnya
    maju mundur aja mau beli kamera, masih ngadelin hp doang ke mana2 buat motret

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama ya? Habis gimana? Takut salah, buang2 uang. Hiks

      Delete
  6. Drama 'beli ga beli ga' versi saya itu adalah oven. Hehehe... Masih drama sampai 2018 ini. Kalau menjahit saya angkat tangan. Bukan keahlian saya dan ga telaten juga. Dulu sempat suka merajut dan saya tinggalkan juga. Walaupun kadang kangen ngerajut lagi :D *abis ini jadi kangen beneran mau ngerajut*

    ReplyDelete
  7. Duh...dramanya banyak banget ternyata ya... Dan sampai sekarang mimpi untuk bisa njahit itu masih diawang-awang 😂

    ReplyDelete
  8. salah satu resolusiku tahun ini adalah belajar menjahit... bukan menjahit yang macem-macem. Cuma menjahit lurus saja belum bisa heheheh. Alhamdulillah pas liburan kemarin aku mudik terus diajarin menjahit oleh Ibuk Dan Alhamdulillah bisa membuat kulot sendiri. Nah sekarang jadi galau pingin punya mesin jahit juga... setelah baca disini, jadi lega ternyata yang galau bukan aku seorang, banyak temannya hihihihi...

    ReplyDelete
  9. Saya dulu pernah pengen bisa menjahit, ingin seperti bulik saya yang jago jahit dan bisa bikin baju sendiri, bagus-bagus dan gak pasaran.

    Maka beli mesin jahit tetangga meskipun hanya seken. Terus belajarlah menjahit, tapi ampuh deh, waktu genjot pijakannya itu mbalik-mbalik terus. Akhirnya kesel sendiri dan menyerah.

    Kalah sama suami, yang bisa jahit meskipun garis lurus saja tapi lumayan bisa mermak-mermak daster dan celana yang sobek tapi masih layak pakai :)

    Sampai sekarang mesin jahitnya masih ada, sudah dilipat, mesinnya dimasukkan. Paling nggak mejanya masih berguna buat tempat printer anak saya :)

    ReplyDelete
  10. wah saya baru tahu kalau ada admin yang kaya bos gitu

    ReplyDelete
    Replies
    1. AAhahahah sebenarnya banyak mbak. Tapi kita punya power untuk milih juga kan?

      Delete
  11. Aku juga pengen bisa jait, Teh. Penasaran pengen jait baju gitu..he
    Di rumah ada sih, ibu yang biasa pake untuk bikin baju, ngeliatin terus tetep belum bisa.
    Sepertinya harus telaten sih ya..

    Temenku malah punya mesin yang kecil, menurutku sih ribet. Tapi dia tetap bisa kalau jait celana sobek gitu..he

    ReplyDelete
  12. kalau aku paling sebel kalau salah jahit dan ahrus ngededel algi , suka nyuruh orang buat ngededelnya

    ReplyDelete

Dear friends, thank you for your comments. They will be appeared soon after approval.

Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)